BAB III LANDASAN TEORITIS FUNDAMENTALISME ISLAM
A. Pengertian dan Asal Usul Istilah Fundamentalisme
Istilah “fundamentalisme” pada awalnya dimunculkan oleh kalangan akademisi Barat dalam konteks sejarah keagamaan dalam masyarakat Barat
sendiri. Fundamentalisme secara harfiah berarti dasar dan merujuk pada gerakan protestan Amerika awal abad ke 20 yang menyerukan agama untuk kembali
kepada penafsiran Injil secara puritan. Fundamentalisme dianggap sebagai aliran yang berpegang teguh pada “fundamen” agama Kristen melalui penafsiran
terhadap kitab suci agama itu secara rigid dan literalis.
25
Sedangkan secara terminologi, fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang
cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid kaku dan literalis tekstual.
26
Munculnya fundamentalisme juga terkait dengan reaksi terhadap adanya gerakan reformisme dan liberalisme.
27
Sementara di dalam kamus Oxford, fundamentalisme didefinisikan sebagai pemeliharaan secara ketat atas kepercayaan agama tradisional seperti
kesempurnaan Injil dan penerimaan literal ajaran yang terkandung di dalamnya sebagai fundamental dalam pandangan Kristen Protestan.
28
Ia merujuk pada
25
Martin H. Manser, The Oxford English Dictionary,Oxpord University Press: 1988.
26
Lihat Abdurrahman Kasdi, Fundamentalisme Islam Timur Tengah: Akar Teologi, Kritik dan Wacana Politisasi Agama, Jurnal Afkar edisi No. 13 tahun 2002. yang diterbitkan oleh
LAKPESDAM NU bekerjasama dengan The Asia Foundantion, h. 20.
27
Ismail Al Bandjar, Arah Gerakan Fundamentalisme Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara, Jurnal Ilmu Politik No.12, h. 4.
28
Lihat kamus Oxford dan A Fatih Syuhud, Bias Makna Fundamentalisme, Harian Pelita, 23 September 2005.
gerakan keagamaan berbagai sekte Kristen Protestan Amerika yang muncul di sekitar akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20.
29
Sebagai sebuah istilah, fundamentalisme diadopsi dari judul buku The Fundamentals: a Testimony to the
Truth, sejumlah tulisan yang berasal dari para teolog konservatif.
30
Cakupan istilah fundamentalisme begitu luas, maka tidak heran bila definisi
fundamentalisme sering ditentang dan menimbulkan perdebatan. Sementara, istilah ini tidak ditemukan padanannya secara persis dalam
Bahasa Arab. Namun kata dalam Bahasa Arab yang paling mendekati fundamentalisme adalah ushul Ushul bisa diartikan sebagai fundamental, akar,
asas.
31
Kaum fundamentalis sering juga disebut ushuliyyun. Selain cara penafsiran agama yang literal, kelompok-kelompok fundamentalisme seringkali
memperjuangkan aspirasi keagamaan, sosial maupun politik secara radikal dengan menjustifikasi kekerasan yang mereka lakukan dengan retorika keagamaan
semisal ajaran jihad. Penafsiran harfiah terhadap agama juga ditegaskan Abdurrahman Wahid. Menurutnya fundamentalisme muncul akibat ajaran Agama
ditafsirkan secara harfiah di tengah keinginan kuat masyarakat untuk kembali kepada ajaran agama.
32
29
. Fatih Syuhud, Bias Makna Fundamentalisme.
30
James Barr, Fundamentalisme, terj. Stephan Suleman, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, Cet. II, h. 2.
31
Roxanne L. Euben, Musuh dalam Cermin Fundamentalisme Islam dan Batas Rasionalsme Modern, Jakarta: Serambi, 2002 Cet. I, h. 41.
32
Lihat Fundamentalisme Muncul karena ditafsirkan Harfiah, Kompas, Minggu, 23 September 2001, hasil wawancara dengan Gus Dur, dan lihat juga Kliping koran, Pemikiran dan
Gerakan Keagamaan, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, Jilid I, h. 2.
Dari berbagai ilustrasi di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa fundamentalisme adalah paham atau gerakan keagamaan yang menuntut perlunya
kembali kepada asas-asas ajaran agama sebagaimana tersurat dalam kitab suci, menafsirkannya secara rigid kaku dan literalis, serta cenderung memperjuangkan
perwujudan keyakinannya dan aspirasi-aspirasinya secara radikal. Untuk memahami pemikiran dan gerakan fundamenlaisme dengan baik,
adalah penting untuk menggunakan pendekatan sejarah, sosial-keagamaan maupun politik. Dengan pendekatan ini diharapkan akan mudah mengidentifikasi
pertumbuhan dan alur dinamika, motif dan tujuannya, serta faktor-faktor sosial yang mungkin mempengaruhi bangkitnya fundamentalisme sebagai fenomena
gerakan keagamaan yang bersifat sangat ideologis itu. Secara historis, sebagaimana disinggung dalam Bab sebelumnya,
bangkitnya fundamentalisme pada umumnya dianggap sebagai respon dan reaksi terhadap modernisme dan post-modernisme.
33
Dalam masyarakat Barat, fundamentalisme muncul di dalam gereja pada abad XIX dan awal abad XX
ketika ilmu pengetahuan berkembang pesat, sementara gereja mengalami kemunduran. Munculnya fundamentalisme dalam konteks seperti ini bertujuan
untuk membangun benteng bagi keimanan Kristen, sebab cara ini diharapkan dapat memperdalam dan meningkatkan kepercayaan kaum Kristiani kepada
doktrin-doktrin gereja serta dapat menanamkan militansi serta semangat dalam menghadapi musuh.
34
33
Rihlah Nur Aulia, Fundamentalisme Islam Indonesia, Studi atas gerakan dan pemikiran Hizbut Tahrir, Thesis S2 Pascasarjana UIN Jakarta, 2004, h. 43.
34
Soetarman Sp, Weinata Sairin, Loanes Rakhmat, Fundamentalsime Agama-agama dan Teknologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia 1992 Cet. II, h. 18.
Dalam sejarah agama-agama, fundamentalisme tidak hanya ditemukan dalam tradisi monoteisme, tetapi juga dalam tradisi agama-agama non-
monoteisme. Misalnya fundamentalisme Budha, Hindu dan bahkan Khong Hu Cu, yang sama-sama menolak butir-butir budaya liberal, saling berperang atas nama
agama Tuhan, dan berusaha membawa hal-hal yang sakral ke dalam urusan politik dan negara.
35
B. Ciri-ciri dan Karakteristik Fundamentalisme