BAB IV PEMIKIRAN BASSAM TIBI
TENTANG FUNDAMENTALISME ISLAM
A. Fundamentalisme Islam: Gejala Ideologisasi Agama
Di mata Bassam Tibi fundamentalisme bukanlah merupakan kepercayaan spiritual, melainkan sebagai ideologi politik yang didasarkan pada politisasi
agama untuk tujuan-tujuan sosio-politik dan ekonomi dalam rangka menegakkan tatanan Tuhan. Selanjutnya, menurutnya, ideologi kaum fundamentalis bersifat
eksklusif, dalam arti bahwa ia menolak opsi-opsi yang bertentangan, terutama terhadap pandangan-pandangan sekuler yang menolak hubungan antara agama
dan politik. Jadi sesuai dengan wataknya fundamentalisme bersifat absolut, dan ia tampak sedang menempatkan jejaknya di atas panggung politik dunia.
62
”Religious Fundamentalism not as a spiritual faith, but as a political ideology based on the politicizing of religion for sociopolitical and economic
goals in the pursuit of establishing a divine order. By definition, then, this ideology is exclusive, in the sense that it attacks opposing options, primarily
those secular outlooks that resist the linking of leligion to politic”.
63
Kemunculan fundamentalisme Islam di pentas panggung politik dunia
dapat ditelusuri sejak runtuhnya tembok Berlin di Jerman. Runtuhnya simbol komunisme itu, agaknya membuat Barat, terutama Amerika Serikat kehilangan
musuhnya, dan karenanya sejak itu pula Barat sedang mengintai musuh baru,
62
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru, Penerjemah Imron Rosyidi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000, Cet. I, h. 35.
63
Bassam Tibi, The Challenge of Fundametalisme Political Islam and the New World Disorder, University of California Press: 1998 Cet. 1, h. 20.
yaitu Fundamentalisme Islam.
64
Fundamentalisme dipilih karena gerakan Islam ideologis ini dianggap berpotensi mengancam kepentingan Barat di seluruh dunia,
dan bukan mustahil dapat mengancam eksistensi peradaban Barat.
65
Asumsi bahwa gerakan fundamentalisme Islam oleh Barat dianggap dapat mengancam eksistensi peradaban Barat lahir dari kenyataan bahwa kelompok
inilah ayng seringkali beraksi keras terhadap penetrasi sistem dan nilai sosial, budaya, politik dan ekonomi Barat, baik sebagai akibat kontak langsung dengan
Barat maupun melalui para pemikir Muslim itu sendiri. Bagi kaum fundametalis, kelompok modernis sekular dan westernis, serta rezim pemerintahan sekuler
merupakan perpanjangan tangan dari Barat. Ini berbeda dengan gerakan-gerakan Islam pada zama pra-modern dimana kemunculannya lebih disebabkan oleh
situasi dan kondisi tertentu di kalangan umat Muslim sendiri. Karena itu gerakan tipe ini lebih genuide dan inward oriented – berorientasi ke dalam diri kaum
Muslim sendiri.
66
Penting untuk ditekankan bahwa mengapa kaum fundamentalisme Islam dianggap sebagai musuh baru oleh Barat paska runtuhnya komunis? Jawabannya
sederhana; karena gerakan fundamentalisme merupakan gerakan ideologi politik. Padahal, agama Islam merupakan kepercayaan yang inklusif, bukan ideologi
politik yang intoleran, bukan pula agama yang memaksakan orang-orang untuk memeluknya. Dengan sangat jelas al-Qur’an menyebutkan bahwa ”Tidak ada
paksaan dalam agama”. Namun, kaum fundamentalis menampilkan Islam
64
Bassam Tibi, The Challenge of Fundametalisme, h. 3.
65
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik, h. 35.
66
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme hingga Post- Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996 Cet.I, h. 111.
sebagai agama yang menakutkan serta mengancam tatanan kehidupan politik, keamanan dan stabilitas dunia.
67
Faktor inilah yang oleh Bassam Tibi dianggap sebagai sebab mengapa Barat melihat fundamentalisme Islam sebagai musuh bagi
mereka. Dengan kata lain, Islam sebagai agama sesungguhnya bukan menjadi masalah bagi Barat, namun Islam sebagai ideologi politik lah yang ditakutkan.
68
Berpijak pada pemikiran Bassam Tibi di atas dapat dilihat bahwa ajaran- ajaran fundamentalisme Islam lebih merupakan jelmaan dari kumpulan teori-teori
politik ketimbang teologi dan praktek sosial keagamaan. Karena itu, tidak heran mengapa banyak kalangan sepakat bahwa fundamentalisme Islam dapat menjelma
menjadi sebuah fenomena yang mangancam tatanan dunia. Dan bahkan kaum fundamentalis disinyalir mempunyai agenda politisasi Islam, dalam pengertian
bahwa mereka telah menjadikan Islam sebagai ideologi politik.
69
Karena itu, fundamentalisme menurut Bassam Tibi memiliki beberapa karakter di antaranya
bahwa fundamentalisme agama memiliki agenda politisasi agama yang agresif dan dilakukan demi mencapai tujuan-tujuannya.
70
Sebagai agama Islam ditarik masuk ke dalam wilayah politik dengan cara memformulasikan legalitas Islam syari’at Islam, merealisasikannya, serta
membangun sistem yang Islami kemudian mempertahankan dengan sedemikan rupa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fundamentalisme Islam,
lanjutnya, tidak harus diidentikkan sebagai konservatif, terbelakang dan
67
Abdurrahman Kasdi, Fundamentalisme Islam Timur Tengah: Akar Teologi, Kritik dan Wacana Politisasi Agama, Jurnal Afkar edisi No. 13 tahun 2002. yang diterbitkan oleh
LAKPESDAM NU bekerjasama dengan The Asia Foundantion, h. 19.
68
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik, h. 5.
69
Menggugat Fundamentalisme Islam, Afkar, Jurnal Refleksi Pemikiran Keagaman dan Kebudayaan, Edisi No. 13 Tahun 2002, h. 117.
70
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik, h. X.
menentang peradaban modern. Sebagaimana disebutkan di bagian sebelumnya, banyak pendukung gerakan ini yang beraliran progresif dan juga memanfaatkan
sarana-sarana modern, bahkan mengadopsi teknik-teknik modern dalam menjalankan gerakannya. Bahkan mereka meyerukan kepada kaum Muslimin
untuk belajar sains dan industri, juga sistem-sistem kebebasan dan demokrasi.
71
Terlepas dari sikap mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan media-media dan teknologi modern, seruan mereka kepada kaum Muslimin untuk
mempelajari sains dan teknologi, tidak disertai paradigma dan konsep yang jelas. Yang pasti, agitasi kaum fundamentalisme seringkali menyebabkan kekacauan,
bukan hanya di dunia Islam melainkan juga di seluruh dunia. Menurut Bassam Tibi, Islam sebagai ideologi politik sebenarnya
merupakan sesuatu yang baru dalam Islam. Baginya, tidak ada dasar hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Hadits yang dengan tegas memerintahkan politisasi Islam
yang dikembangkan oleh gerakan fundamentalis. Bassam Tibi menambahkan bahwa perkataan hukumah pemerintahan atau daulah negara tidak ada dalam
al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, ini merupakan penafsiran baru terhadap Islam, atau gejala baru yang baru ditemukan di zaman modern.
72
Para fundamentalis Muslim menurut Tibi menolak dengan tegas nasionalisme sekuler dan eksistensi negara bangsa nation state, sebagai institusi
politik dan negara di dunia. Fundamentalisme Islam jelas-jelas merespon gagalnya
71
Hasan Hanafi, Aku bagian dari Fundamentalisme Islam Yogyakarta: Islamika, 2003, Cet. 1, h. 109.
72
Kaum Fundamentalis Jadikan Islam sebagai ideologi politik, hasill wawancara dengan Bassam Tibi, Afkar, Edisi No. 13 Tahun 2002, h. 118.
negara bangsa yang mulai mengakar dan tumbuh di wilayah Islam, khususnya Arab kontemporer.
73
Ditinjau dari proses munculnya fundamentalisme Islam, menurut Bassam Tibi, merupakan reaksi terhadap krisis yang berkelanjutan dari berbagai ideologi
dunia, dan karenanya fundamentalisme tampil dan mencoba menawarkan solusi berupa Islam sebagai ideologi alternatif Islam is the solution. Betapapun
demikian, jika ditelaah lebih jauh, tegas Bassam Tibi, mereka sendiri tidak memiliki ide yang jelas tentang bagaimana sesungguhnya solusi yang ditawarkan
itu. Pada sisi yang lain, cita-cita fundamentalisme Islam untuk membangun suatu sistem sosial politik berdasarkan syari’at tidak mungkin terwujud di zaman
modern karena minimnya dukungan dari umat Islam itu sendiri.
74
Dari ilustrasi Bassam Tibi di atas, ternyata fundamentalisme Islam itu tidak hanya merupakan
problem bagi kalangan non-Islam tetapi juga bagi kalangan Muslim, seperti terlihat dari munculnya banyak pro dan kontra terhadap gejala ini.
Sementara dilihat dari latar belakang lahirnya gerakan fundamentalisme dalam persepsi Bassam Tibi, paling tidak ada beberapa alasan di antaranya;
Pertama, munculnya negara-negara bangsa di Eropa yang berawal dari meletusnya revolusi Perancis hingga kemerdekaan bangsa-bangsa yang dijajah
bangsa Eropa. Sebelumnya ide negara bangsa ini tidak pernah ada Munculnya negara bangsa ini turut pula mendorong lahirnya fundamentalisme Islam, yang
mana menjadikan Islam sebagai ideologi alternatif bagi berdirinya pemerintahan nasional.
73
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik, h. 205.
74
Bassam Tibi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik, h. 117.
Kedua terkait dengan yang pertama adalah kegagalan percobaan ide dari ideologi-ideologi Barat yang dicoba diterapkan di negara-negara Islam yang baru
merdeka. Kalau dilihat secara lebih mendalam, kegagalan ini bukan hanya disebabkan ideologi itu sendiri, melainkan juga karena realitas sosial yang ada di
negara-negara itu yang tidak mendukung. Solusi alternatif Islam yang ditawarkan, bagaimanapun juga kurang mendapat respon luas mainstream umat Islam
mengingat kelompok ini tidak memiliki ide yang jelas mengenai bagaimana sesungguhnya solusi yang ditawarkan itu dapat diterapkan untuk menggantikan
ideologi politik masyarakat modern ataupun model negara bangsa yang diterima luas kebanyakan negar-negera berpenduduk mayoritas Muslim.
75
B. Fundamentalisme Islam dan Miskonsepsi terhadap Doktrin Jihad