Fundamentalisme Islam dan Miskonsepsi terhadap Doktrin Jihad

Kedua terkait dengan yang pertama adalah kegagalan percobaan ide dari ideologi-ideologi Barat yang dicoba diterapkan di negara-negara Islam yang baru merdeka. Kalau dilihat secara lebih mendalam, kegagalan ini bukan hanya disebabkan ideologi itu sendiri, melainkan juga karena realitas sosial yang ada di negara-negara itu yang tidak mendukung. Solusi alternatif Islam yang ditawarkan, bagaimanapun juga kurang mendapat respon luas mainstream umat Islam mengingat kelompok ini tidak memiliki ide yang jelas mengenai bagaimana sesungguhnya solusi yang ditawarkan itu dapat diterapkan untuk menggantikan ideologi politik masyarakat modern ataupun model negara bangsa yang diterima luas kebanyakan negar-negera berpenduduk mayoritas Muslim. 75

B. Fundamentalisme Islam dan Miskonsepsi terhadap Doktrin Jihad

Jihad adalah salah satu doktrin Islam yang kontroversial dan paling sering disalahartikan baik oleh non Muslim di Barat maupun oleh kaum Muslimin sendiri, terutama kaum fundamentalisme. ”Bagi sebagian sarjana Barat, perang agama holy war yang sering kali juga secara keliru dianggap padanan ”jihad”, merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Karenanya, Islam dicap sebagai agama brutal, yang menerapkan pola-pola militerisme serta menyatakan perang bukan saja absah tetapi juga suci. Islam, dikarenakan oleh doktrin itu -juga dianggap mendorong digunakannya kekerasan untuk menarik masuk proselytizing non-Muslim ke dalam Islam. Dalam perkembangan terakhir, jihad kembali dipersoalkan karena sifatnya yang potensial dapat menjadi justifikasi 75 Kaum Fundamentalis Jadikan Islam sebagai ideologi politik, Afkar, h.119 teologis bagi aksi teror. 76 Padanan seperti ini seolah-olah menemukan pembenarannya dalam aksi-aksi teror bom yang seringkali dilakukan kaum fundamentalis seperti kelompok Al-Qaedah. Menurut Hasan al-Banna, jihad adalah sebagai perjuangan spritual, yaitu perjuangan melawan hawa nafsu dan perang melawan musuh Islam. Sementara al- Maududi melihat Jihad adalah perjuangan yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin untuk mewujudkan cita-cita Islam sebagai sebuah gerakan revolusioner internasional. Jihad sebagai perjuangan politik dan bersenjata revolusioner dilakukan tidak hanya untuk kepentingan sosial tertentu, juga tidak hanya terhadap sasaran tertentu, tetapi terhadap semua penindas dan pengeksploitasi. 77 Jihad menurut al-Maududi terbagi ke dalam dua kategori, defensif dan korektif atau pembaharuan. Jihad pertama adalah perang yang dilakukan untuk melindungi Islam dan para pemeluknya dari musuh-musuh luar atau kekuatan- kekuatan perusak asing di dalam dar al-Islam, sedangkan jihad yang kedua dapat dilakukan terhadap mereka yang berkuasa secara tiranik atas kaum Muslimin yang hidup di negara mereka sendiri. Bagi Maududi yang sering diidentikkan sebagai salah satu tokoh kaum fundamentalis, kedua bentuk jihad ini penting. Menurut Khalid Yahya Blankinship Jihad adalah perjuangan untuk menegakkan hukum-hukum Tuhan di muka bumi dengan cara-cara militer terhadap non Muslim sampai mereka memeluk Islam atau membayar upeti 76 Chaider S. Bamualim, Fundamentalisme Islam dan Jihad: Antara Otentisitas dan Ambiguitas, Jakarta : Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2003, Cet. I, h.4 77 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h. 138-139 jizyah atas jaminan keamanan yang diberikan. 78 Konsepsi jihad menurut Maududi dan Khalid Yahya lah yang sering dipergunakan kaum fundamentalis dalam melaksanakan aksi-aksi mereka. Pertanyaannya, benarkah jihad identik dengan peperangan? Jika merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an, jawabannya adalah tidak. Al-Qur’an menggunakan dua istilah yang berbeda namun maksudnya sering disamakan yaitu: jihâd dan qitâl. Jihâd berarti perjuangan dalam arti yang umum, sementara qitâl berarti peperangan. Maka, apabila Al-Quran menggunakan âyât al-jihâd ayat-ayat jihad artinya adalah perjuangan dalam makna yang umum, sementara bila menggunakan âyât al-qitâl wa al-sayf ayat-ayat perang dan pedang artinya sudah khusus yaitu peperangan . Perbedaan dua istilah yang digunakan oleh Al- Quran tadi berpulang pada dua sebab. Pertama, ayat-ayat jihad telah turun semenjak periode Islam Mekkah yang dikenal pada periode itu tidak pernah terjadi satupun peperangan. Jihad dalam periode Islam Mekkah adalah “jihad non- perang”, dan sangat mustahil bila jihad pada periode itu dimaknai dengan peperangan. Jihad yang bukan qital ini bisa kita temukan di surat al-Furqan ayat 52, al-Nahl ayat 110, Luqman ayat 15, dan al-Ankabut ayat 69. Sementara ayat- ayat qital hanya turun pada periode Madinah yang penuh dengan gemuruh peperangan. 79 Kedua, dibolehkannya peperangan lebih sering bersandar pada ayat-ayat qital secara jelas sharih, bukan dengan ayat jihad. Dalam surat al-Hajj ayat 39 78 Saiful Mujani, Jajat Burhanudin dkk, Benturan Peradaban Sikap dan Perilaku Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat, Jakarta: PPIM UIN Jakarta Freedom Institute, 2005 Cet. I, h.80 79 Bentara Kompas Sabtu 02 Desember 2006 dan dalam http:islamlib.com disebutkan, telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi li al- ladzîna “yuqâtalûna”. Demikian juga, dalam surat al-Baqarah ayat 190, dan perangilah qâtilû orang-orang yang memerangimu al-ladzîna yuqâtalûnakum, dan ketika ayat-ayat jihad kembali turun pada periode Madinah, tidak terelakkan muncul makna kontekstual “jihad” waktu itu; yaitu peperangan. Dari sinilah sumber masalah muncul: menyamakan atau menafsirkan ayat jihad dengan ayat qital. 80 Adapun pelaksanaan jihad dapat dirumuskan sebagai berikut: pertama, Pada konteks diri pribadi – yaitu berusaha membersihkan pikiran dari pengaruh- pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, komunitas – yaitu berusaha agar din pada masyarakat sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan. Ketiga, kedaulatan – yaitu berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar, maupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di daulah tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan amar maruf nahi munkar. Jihad ini hanya berlaku pada daulah yang menggunakan din Islam secara menyeluruh Kaffah. 81 Dengan demikian, jihad cenderung lebih bermakna defensif. 82 Karenanya, setiap kali penggunaan konsepsi jihad untuk tujuan-tujuan peperangan atau untuk melegitimasi kekerasan atau terorisme, sesungguhnya bertentangan dengan makna 80 Bentara Kompas Sabtu 02 Desember 2006, dan dalam http:islamlib.com 81 Lihat http:id.wikipedia.orgwikiJihad 82 Chaider S. Bamualim, Fundamentalisme Islam dan Jihad: Antara Otentisitas dan Ambiguitas, h. 14. jihad itu sendiri. Karena itu pula, praktik-praktik jihad kekerasan yang sering dipertontonkan kaum fundamentalis adalah tidak berdasar. Menurut Bassam Tibi Jihad dilakukan untuk menyebarkan Islam sebagai agama yang benar. Dalam doktrin klasik, penggunaan kekuatan untuk penyebaran Islam bukanlah perang tetapi lebih merupakan Jihad. Menurut mereka fundametalis jihad Islam yang benar adalah jihad dengan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. 83 Karena itu adalah sulit untuk memberikan penjelasan kepada pembaca Barat mengenai makna jihad Islam sebagai sebuah perdamaian yang diusung untuk kemanusiaan. Bahkan sebaliknya Barat melihat Jihad sebagai perang. 84 Menurut Bassam Tibi kaum fundamentalis terjadi miskonsepsi terhadap doktrin jihad, keliru memaknai jihad dengan harus melakukan kekerasan dan terorisme. Harusnya tegas Bassam Tibi Jihad dilakukan bukan untuk bunuh membunuh tetapi bagaimana menuntut perjuangan Islam melawan kemiskinan, kebodohan dan penyakit juga melawan keterbelakangan. Karena itu Mereka harus menyebarkan Islam dengan cara damai bukan dengan cara kekerasan. 85

C. Fundamentalisme Islam, Negara Islam dan Implimentasi Shari’ah