Pada umumnya masyarakat Batak Angkola-Sipirok menganut agama Islam, dan hanya sedikit yang menganut agama Kristen. Nilai religi pada masyarakat
Angkola-Sipirok adalah nilai-nilai Islam.
9
Tetapi, desa Janji Mauli yang dihuni oleh masyarakat yang beragama Kristen dapat membina hubungan yang baik dan tidak
pernah terjadi konflik sosial antar umat beragama. Letak geografis desa Janji Mauli dikelilingi oleh desa yang penduduknya
adalah 100 beragama Islam. Secara keseluruhan, hanya desa Janji Maulilah yang penduduknya 100 beragama Kristen di Sipirok. Namun, tidak pernah terjadi konflik
sosial pada masyarakat. Masyarakat sangat menghargai perbedaan agama, dan menganggap bahwa seluruh masyarakat yang berada di Sipirok adalah masih
berkeluarga. Dalam menata kehidupan yang aman dan tenteram sesama penduduk dan
antar umat beragama dengan desa luar, maka setiap keluarga menanamkan nilai-nilai adat pada setiap individu anggota keluarganya. Adat merupakan kaidah atau norma-
norma yang menata dan memolakan perilaku orang-orang Angkola dalam hidup bermasyarakat. Sistem sosial Dalihan Na Tolu yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat Angkola-Sipirok menjadi suatu mekanisme tradisional yang berfungsi untuk menjalankan adat sebagai suatu kekuatan penggerak perilaku hidup
bermasyarakat. Hal inilah yang juga menjadi panutan dan sebagai penopang bagi
9
Lance Castles, op. Cit., hal. 138.
masyarakat Janji Mauli untuk mempertahankan dan menjalin interaksi yang baik dengan masyarakat luar yang berbeda agama.
Dengan adanya sebuah desa yang dapat mempertahankan eksistensinya dalam tradisi hingga berpuluh tahun lamanya, dan mampu membangun kehidupan yang
rukun dan tenteram di sekitarnya, maka oleh penulis sangat menarik untuk mengkajinya dalam konteks sejarah sosial. Agar pembabakan waktunya tidak terlalu
luas, maka ditentukan periodisasi penulisan. Penelitian diawali mulai dari tahun 1900 di mana pada tahun inilah diresmikan desa Janji Mauli dan mulai dibangunnya gereja
HKBP Janji Mauli. Sementara itu batas penulisan penelitian ini diakhiri pada tahun 1980, karena pada tahun inilah masyarakat tidak lagi termasuk di dalam naungan
HKBP, berpindah ke GKPA Gereja Kristen Protestan Angkola.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan sebuah penelitian, maka yang menjadi landasan penelitian adalah akar masalah yang ada dalam topik yang dibahas. Hal inilah yang
diungkapkan dalam pembahasannya. Akar permasalahan merupakan hal yang sangat penting karena di dalamnya diajukan konsep yang dibahas dalam penelitian dan
menjadi alur dalam penulisan. Sesuai dengan judul
“Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli, Kec. Sipirok, Kab. Tapanuli Selatan 1900-1980
”, maka dibuatlah batasan pokok. Untuk
mempermudah permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ke dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut. 1.
Bagaimana latar belakang terbentuknya Desa Janji Mauli? 2.
Bagaimana kehidupan masyarakat Desa Janji Mauli dari tahun 1900 sampai 1980?
3. Apa tradisi yang berlaku pada masyarakat Desa Janji Mauli sejak tahun
1900 sampai 1980?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Setelah penulis menetapkan apa yang menjadi pokok permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, maka selanjutnya adalah menentukan tujuan penulis
dalam melakukan penulisan ini serta manfaat yang dapat dipetik. Adapun tujuan penelitian ini adalah.
1. Menjelaskan latar belakang terbentuknya Desa Janji Mauli di Kecamatan
Sipirok. 2.
Menjelaskan perkembangan kehidupan masyarakat desa Janji Mauli di Kecamatan Sipirok.
3. Menjelaskan tradisi yang berlaku pada masyarakat desa Janji Mauli di
Kecamatan Sipirok sejak tahun 1900 sampai 1980. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Agar masyarakat di desa Janji Mauli mengetahui sejarah desa Janji Mauli.
2. Supaya masyarakat dapat membandingkan kehidupan sosial dulu dengan
sekarang dan juga untuk mengetahui perkembangan pola pikir masyarakat desa Janji Mauli.
3. Menambah wawasan pembaca dalam mengetahui tradisi masyarakat Janji
Mauli di Kecamatan Sipirok. 4.
Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka.
Lance Castles, dalam Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera : Tapanuli 1915-1940 2001, menjelaskan perubahan Tapanuli akibat kolonialisme
yang ditulis berdasarkan penelitian. Penjajahan di Tapanuli telah membawa perubahan yang begitu mendasar dalam peri kehidupan masyarakat Batak. Demikian
dalamnya perubahan tersebut hingga tidaklah mungkin kita memahami masyarakat Tapanuli dewasa ini tanpa terlebih dahulu mengerti sosok kekuasaan penjajah.
Buku ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah suatu daerah di Indonesia dan penduduknya. Daerah itu adalah Keresidenan Tapanuli minus Nias dan pulau-pulau
lepas pantai lainnya. Bagian daratan keresidenan itu didiami oleh kelompok etnis Batak, sedangkan Nias didiami oleh kelompok etnis lainnya, dan karena itu sebaiknya
merupakan pokok penelitian yang terpisah. Karena pentingnya masalah emigrasi ke berbagai daerah lainnya di Indonesia dalam kehidupan Tapanuli sebelum perang.
Uli Kozok, dalam Utusan Damai di Kemelut Perang : Peran Zending dalam Perang Toba 2010, mengulas perjalanan seorang zending Nomensen di Tanah
Batak. Uli kozok lebih menjelaskan perjumpaan para zending dengan masyarakat Batak Toba. Uli Kozok menulis peran Misi Protestan Jerman dalam sejarah Tanah
Batak dan dalam perkembangan masyarakatnya. Melalui dokumen-dokumen otentik surat-surat dan artikel para misionaris, Uli Kozok membuktikan bahwa para
misionaris meminta Pemerintah Belanda agar menganeksasi daerah Silindung dan Toba, bahkan ikut sendiri secara fisik dalam Perang Batak I, pada tahun 1878. Uli
Kozok menuliskan secara rinci pengalaman para penginjil zending di Tanah Batak. Dia menuliskan sejarah masuknya injil ke Tanah Batak, melalui tokoh-tokoh. Buku
ini secara beruntun memaparkan tokoh-tokoh yang pernah menginjakkan kakinya di Tanah Batak.
van Peursen dalam Strategi Kebudayaan 1998, menjelaskan suatu gambar sederhana mengenai perkembangan kebudayaan, sebuah skema yang dapat kita pakai
dalam situasi-situasi yang selalu berganti rupa dan yang kita alami sendiri. Berpangkal pada teori informasi van Peursen melihat kebudayaan sebagai siasat
manusia menghadapi hari depan. Dia melihat kebudayaan itu sebagai suatu proses pelajaran yang terus menerus sifatnya. Van Peursen menyajikan suatu model
kebudayaan yang bertahap tiga: tahap mitologis, ontologis, dan fungsional. Cara pendekatannya adalah struktural dan bukan fenomenologis atau berdasarkan teori
pengetahuan. Soetomo dalam Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat 2008,
menjelaskan dalam implementasi beberapa pengaturan tata ruang secara hirarkis melalui kebijakan spasial yang terintegrasi, meski dapat mengurangi pemusatan
perkembangan sosial ekonomi di kota-kota besar, disparitas desa-kota dan disparitas antarwilayah, namun demikian tidak jarang dijumpai masih adanya warga masyarakat
yang berada dalam kondisi kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Warga masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan berada pada satu
kawasan tertentu yang seolah-olah merupakan kantung atau kluster wilayah kemiskinan.