Sejarah Desa Janji Mauli

keluarga dari Thomas Gelar Mangaraja Naposo, mereka adalah kahanggi abang beradik. Desa Janji Mauli merupakan tempat persinggahan para pedagang yang datang dari Sidempuan ke Sipirok, dan juga sebaliknya. Masyarakat dari Sipirok, Baringin, dan Hutaraja sangat mendukung adanya desa ini, karena bisa menjadi tempat berteduh. Desa ini juga menyajikan pemandangan yang indah sebagai tempat persinggahan. Masyarakat membangun sebuah kedai kopi, sebagai tempat peristirahatan para pedagang. Untuk menjaga kedai tersebut, masyarakat menyuruh Ompu Mina untuk berjualan goreng. Penghasilan Ompu Mina sangat besar pada masa itu, karena sangkin banyaknya orang biasa dan para pedagang yang singgah. Dalam waktu seminggu, Ompu Mina menjual pisang kepok pisang goreng dan menghabiskan dua kaleng ember air dalam satu hari. Untuk membuat air yang enak dan wangi, Ompu Mina membakar daun kopi hingga berwarna merah dan mencampurkannya dengan air tersebut. Air yang enak dan wangi itu tidak dijual oleh Ompu Mina, hanya gorenganlah yang dijualnya sebagai penghasilannya setiap hari. 24 Sebelum nama desa Janji Mauli dibuat, desa ini terkenal dengan perpindahan orang Sipirok. Masyarakat membuat namanya sebagai desa Janji Mauli, karena masyarakat telah menepati janjinya kepada seorang pendeta yang telah 24 Niplely Pohan, Op. cit., hal. 4. menghantarkan mereka ke desa tersebut, yaitu janji untuk mendirikan gereja, dan desa ini sangat indah dipandang dari kejauhan.

2.3 Sejarah Gereja HKBP Janji Mauli

Setelah masyarakat bermukim di desa Janji Mauli, mereka tetap melaksanakan ibadah setiap hari minggu di rumah penduduk yang kecil. Masyarakat tidak lagi pergi ke Sipirok untuk bergereja karena jaraknya sangat jauh. Mereka selalu mengingat nasihat dari Pendeta Tuan Hanstein di Sipirok untuk tetap melaksanakan ibadah. Sintua yang betindak sebagai pembawa dan pelaksana ibadah di gereja ini adalah Sintua Mangaraja Porkas Siregar. Pada tahun 1901 masyarakat desa Janji Mauli membangun gereja dengan swadaya yang diambil dari daerah sekitar. Mereka dapat menghasilkan 30 lembar kayu dalam 1 hari, dan itu terus menerus dijemput oleh para ibu-ibu kalau sudah siang hari, karena kayu sangat mudah digergaji. Dan kolekte uang persembahan gereja dialihkan untuk membeli papan. Harga papan pada masa itu Rp. 1,- satu rupiah sudah bisa mendapatkan 10 atau 12 lembar. Belum sampai 1 tahun, mereka mengumpulkan dan menyediakan kayu untuk keperluan gereja dan membuat atap gereja dari seng. Pada tahun 1905 datanglah guru ke Janji Mauli yaitu Pendeta Kalep Siregar dari Hutaraja, dan dibukalah sekolah zending di Situmba. Sekolah inilah yang pertama ada di wilayah Situmba. Murid yang bersekolah hanya 15 orang. Meskipun gereja itu belum selesai dibangun, namun sudah dipergunakan sebagai tempat belajar anak-anak. Pada tahun 1907 selesailah gereja itu dibangun. Hal ini tidak terlepas dari bantuan Sutan Paruhum dari Situmba dan Mangaraja Usin dari Sialamanjulu. Pada tahun itu juga, Gereja HKBP Janji Mauli diresmikan. Pada saat peresmian, mereka mengundang masyarakat dari Sipirok dan Parlagutan Hutaraja, dan juga dari Padang Matinnggi. Pada tahun 1912, Tuan Toko Henneman dari Sibolga membuka kebun kopi ke Sialaman dan Tuan Pendeta Kalep Siregar yang mereka percayai untuk memberikan gaji para pekerja yang ada disitu. Dan pendeta itu menyuruh si Ernis gelar Mara Pohan Simanjuntak menjadi mandor kebun itu. Setelah tahun 1913, Sintua Paulus Gelar Marsaidi Simanjuntak menjadi mandor jalan dari sipirok, dan menjadi mandor dari Adian Balakka ke Mandurana, dan mereka juga pindah ke Janji Mauli. Pada tahun 1913 Janji Mauli memiliki kepala keluarga sebanyak 15 kk. Itulah yang masuk ke sekte Janji Mauli, Resort Sipirok. Di Saba Tarutung, ada keluarga yang masuk Kristen yaitu Op. Renda dan mereka sering beribadah ke Janji Mauli. 25 Pada tahun 1913 Sintua HKBP Janji Mauli digantikan oleh Sintua Marah Pohan, yang sebelumnya adalah Sintua Mangaraja Porkas. Sintua Mangaraja Porkas 25 Niplely Pohan, op. cit., hal. 6. diganti karena beliau diangkat menjadi Kepala Kampung Janji Mauli. Pada tahun 1907 sekolah zending di Situmba Gunung Tua Baringin didirikan, oleh karena itu para muridpun dipindahkan. Berhubung karena sudah dipindahkannya sekolah zending, maka tahun 1911 guru Kalep Siregar pun pindah dari Janji Mauli. Dan digantikan oleh guru Sarael Tambunan dari Huta Rajalah sampai tahun 1919. Pada tahun 1919, guru Sarael Tambunan digantikan oleh guru Kondrat Siregar dari Baringin. Pada masa guru Kondrat Siregar, tahun 1925 Huria Janji Mauli merayakan pesta perak. Dibuatlah sebuah pesta syukuran dengan mengundang Huria Hutaraja, Padangmatinggi, dan Sipirok. Acara ini dimeriahkan dengan berbagai hidangan makanan Adat Angkola, dan disertai dengan satu ekor lembu. Guru Kondrat Siregar pindah pada tahun 1927 dari Janji Mauli dan digantikan oleh guru Salman Harahap dari Hasang. Tahun 1928 datanglah guru Daud Harahap dari Padangmatinggi ke Janji Mauli, dan di Janji Maulilah mereka berdua tinggal. Mereka berdualah yang menjadi pelayan di HKBP Janji Mauli, secara bergantian mereka untuk berkotbah setiap ibadah. Pada masa ini, jumlah jemaat Huria Janji Mauli sudah ada 25 Kepala Keluarga. Guru Daud Harahap adalah orang yang sangat rajin dan baik hati untuk mengajari jemaat bernyanyi. Tetapi, pada tahun 1933 guru Daud Harahap sakit parah dan dibawa pulang ke tempat asalnya di Padangmatinggi, dan disana pulalah dia menghembuskan nafas terakhirnya. Pada tahun 1931 guru Salman Harahap pindah dari Janji Mauli dan digantikan oleh guru Lumban Lubis dari Pakantan. Guru Lumban Lubis dipindahkan pada tahun 1935, dan digantikan oleh guru Miliater Simorangkir dari Tarutung. Guru Miliater Simorangkir tidak terlalu lama melayani di Janji Mauli, karena pada tahun 1938 beliau harus dipindah tugaskan. Guru Miliater Simorangkir digantikan oleh guru Paruntungan Sormin dari Marancar, setelah itu di tahun 1940 guru Paruntungan Sormin pindah dari Janji Mauli digantikan oleh guru Agustinus Dongoran dari Sungai Pining. Dan tahun 1942, guru Agustinus Dongoran pindah dari Janji Mauli di gantikan guru Sori Dongoran dari Sungai Pining juga. Di tahun 1942, guru Markus Tambunan dari Sibadoar ikut dengan guru Sori Dongoran mengajar sekolah zending di Situmba, mereka sepakat untuk memimpin jemaat Janji Mauli, tapi guru Sori Dongoranlah yang mengajari pemuda-pemudi gereja dan para orang tua dalam bidang paduan suara. Pada tahun 1949, guru Sori Dongoran pindah dari Janji Mauli digantikan oleh Malanton Batubara dari Sipogu sampai tahun 1953. Pada tahun 1943 bulan Maret masuk tentara Jepang ke Sipirok. masyarakat Janji Mauli sering tidak kebaktian karena gotong royong. Mereka tidak membedakan hari Minggu dengan hari biasa yang penting Jepang memerlukan tenaga masyarakat. Masyarakat dipaksa bekerja untuk mengumpulkan hasil padi, sayur, kerbau, dan lembu dari Padang Bolak. Masyarakat diberi upah, tapi tidak sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat harus membayar kuda yang mengantar barang mereka. Terlebih juga bagi guru zending, mereka tidak bisa meluangkan waktu yang banyak untuk berjumpa dengan jemaat dan para murid. Pada masa ini juga, banyak anak-anak banyak yang berhenti sekolah karena dipaksa bekerja. Sesudah itu pada tahun 1949, sekolah zending di Situmba dibakar oleh Jepang. Tahun 1938, Mara Pohan mengundurkan diri dari majelis guru sintua karena faktor usia. Dan digantikan oleh Mara Tupang Simatupang sebagai guru jemaatkerberat dan Regen Pohan Simanjuntak yang menjadi majelis Sintua. Pada tahun 1949 Mara Tupang Simatupang mengundurkan diri dari majelis dan digantikan oleh Juara Gelar Mangaraja Aman Simatupang. Tahun 1951 bulan November, Mangaraja Aman meninggal dunia. Dan digantikan oleh Bilalung Gelar Soripada manjadi Siregar jadi majelis. Tahun 1951 majelis Regen Simanjuntak sakit parah dan digantikan oleh Gera Gelar Marasampe Simanjuntak. Tahun 1953, Resort meminta agar jemaat membiayai guru jemaat masing-masingporhanger. Seluruh jemaat membujuk Soripada Siregar agar menjadi guru jemaat di Janji Mauli, beliau merasa berat hati untuk menerima untuk menjabat guru jemaat, karena dia merasa belum sanggup untuk menjadi hamba Tuhan di jemaat itu. Tapi semua jemaat membujuk, dan akhirnya beliau menerima jabatan itu dan ternyata Tuhan memberkati pekerjaan itu sebagai hamba tuhan. Tahun 1952, Sutan Mulia diangkat menjadi Majelis di Janji Mauli. Tahun 1969 bulan Desember, Soripada sakit-sakitan dan meninggal dunia di tahun yang sama.