Terlebih juga bagi guru zending, mereka tidak bisa meluangkan waktu yang banyak untuk berjumpa dengan jemaat dan para murid. Pada masa ini juga, banyak anak-anak
banyak yang berhenti sekolah karena dipaksa bekerja. Sesudah itu pada tahun 1949, sekolah zending di Situmba dibakar oleh Jepang. Tahun 1938, Mara Pohan
mengundurkan diri dari majelis guru sintua karena faktor usia. Dan digantikan oleh Mara Tupang Simatupang sebagai guru jemaatkerberat dan Regen Pohan
Simanjuntak yang menjadi majelis Sintua. Pada tahun 1949 Mara Tupang Simatupang mengundurkan diri dari majelis
dan digantikan oleh Juara Gelar Mangaraja Aman Simatupang. Tahun 1951 bulan November, Mangaraja Aman meninggal dunia. Dan digantikan oleh Bilalung Gelar
Soripada manjadi Siregar jadi majelis. Tahun 1951 majelis Regen Simanjuntak sakit parah dan digantikan oleh Gera Gelar Marasampe Simanjuntak. Tahun 1953, Resort
meminta agar jemaat membiayai guru jemaat masing-masingporhanger. Seluruh jemaat membujuk Soripada Siregar agar menjadi guru jemaat di Janji Mauli, beliau
merasa berat hati untuk menerima untuk menjabat guru jemaat, karena dia merasa belum sanggup untuk menjadi hamba Tuhan di jemaat itu. Tapi semua jemaat
membujuk, dan akhirnya beliau menerima jabatan itu dan ternyata Tuhan memberkati pekerjaan itu sebagai hamba tuhan. Tahun 1952, Sutan Mulia diangkat menjadi
Majelis di Janji Mauli. Tahun 1969 bulan Desember, Soripada sakit-sakitan dan meninggal dunia di tahun yang sama.
Jemaat resort Janji Mauli tetap merasa terhibur sepeninggal Soripada Manjadi, karena meskipun begitu sakit penyakitnya, tetapi beliau masih tetap berpegang teguh
pada Firman Tuhan. Dan firman itulah yang membujuknya untuk melihat penyakitnya dan hatinya sungguh terang. Begitu pula dengan jemaat rasa sangat
diberkati oleh Tuhan sepeninggal Soripada manjadi tanggal 20 desember 1969. Walaupun Soripada sudah meninggal, masih tetap majelis yang membina jemaat
dalam kebaktian di hari Minggu. Tahun 1969 bulan Maret, Pendeta Resort Z. Harahap dan guru-guru di Sipirok sangat menginginkan membuka Sekolah
Pendidikan Guru Agama SPGA. Berkat doa kami mengambil dari Janji Mauli untuk mengikuti sekolah itu yaitu Toni Simatupang dan tamat bulan Maret tahun 1970.
Tanggal 13 bulan maret 1970, Toni Simatupang di baptis menjadi guru jemaat porhanger di Janji Mauli. Dan majelispun diganti karena faktor umur yaitu Baginda
Pardamean Siregar dan Hamonangon Siregar. Di tahun 1978 Baginda Pardamean Siregar mengundurkan diri dari majelis
dan digantikan oleh H. Simanungkalit. Setelah H. Simanungkalit menjadi majelis, dia mengangkat Saut Siregar sebagai majelis.
Tahun 1974 muncul berita bahwa HKBP Janji Mauli akan diubah menjadi GKPA yang ingin berpusat di Sipirok, tapi di Huria Janji Mauli masih ragu-ragu
karna belum sependapat seluruh jemaat untuk memisahkannya. Tanggal 20 Februari 1974 dibuatlah musyawarah di rumah Sutan Mulia tentang pemisahan HKBP A.
Dalam rapat tersebut, ada yang tidak sepakat untuk dipisahkan dari HKBP, karena kami sudah lama di HKBP dan kami dibaptis di HKBP.
Pada tahun 1975 majelis gereja HKBP Janji Mauli memutuskan agar bergabung dengan GKPA, tetapi ada sebagian jemaat yang tidak sepakat. Jemaat
yang tidak sepakat memutuskan untuk tetap pada HKBP, dan mereka beribadah di Sipirok. Perbedaan pandangan ini berlangsung selama lima tahun lamanya, selama
tahun 1975 sampai 1980. Pada tahun 1980 masyarakat Janji Mauli kembali melakukan musyawarah dan hasilnya seluruh jemaat memutuskan untuk bergabung
dengan GKPA yang berpusat di Sipirok.
2.4 PendudukDemografi
Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memili dua jenis suku sesuai dengan daerahnya, yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing yang
berbatasan dengan Sumatera Barat dan Suku Batak Angkola yang mendiami daerah Sipirok. Kedua Suku inilah yang mendiami sebagian besar dari keseluruhan daerah
Tapanuli Selatan sejak masa tradisional, masuknya pemerintahan Kolonial Belanda, dan sampai sekarang.
Kecamatan Sipirok pada umumnya didiami oleh etnis Angkola-Sipirok. Diperkirakan, etnis Angkola-Sipirok bermigrasi dari daerah Batak, yaitu Toba
tepatnya daerah Muara dan bermarga Siregar. Mereka datang dengan jumlah yang
sangat besar untuk mencari penghidupan dan tempat tinggal. Hal ini disebabkan lahan di Tanah Batak sudah tidak sanggup lagi menampung masyarakat bermarga Siregar
yang berkembang pesat. Salah satu daerah yang mereka tuju adalah Sipirok, dan yang lainnya menyebar ke daerah-daerah yang dapat menampung mereka.
Marga Siregar yang datang ke Sipirok ini merupakan Bangsa Proto Melayu yang datang ke Pulau Sumatera karena desakan dari bangsa Palae Mongoloid.
26
Mereka menyebar ke tiga daerah, yaitu; Gelombang pertama di Pulau Nias, Mentawai, dan Siberut; Gelombang kedua di Muara Sungai Simpang atau Singkit;
Gelombang ketiga di Muara Sungai Sorkam yaitu antara Barus dan Sibolga, mereka masuk ke daerah pedalaman dan sampai di kaki gunung Pusuk Buhit dekat Danau
Toba.
27
Keturunan marga Siregar semakin berkembang, akhirnya Ompu Palti Siregar, penguasa ketika daerah Sipirok dibuka membagi kerajaan yang dipimpinnya menjadi
tiga kerajaan, yaitu: Kerajaan Parau Sorat yang dipimpin oleh Ompu Sayur Matua, Kerajaan Baringin dipimpin oleh Sutan Parlindungan, dan Kerajaan Sipirok dipimpin
oleh Ompu Sutan Hatunggal. Secara turun temurun dimanapun dia bertempat tinggal, Suku Angkola-
Sipirok menganut sistem garis keturunan ayah patrilineal yang terdiri dari marga- marga: Harahap, Siregar, Hutasoit, Rambe, Ritonga, Pohan, dan lain-lain. Secara
26
Mangaraja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Jakarta : Tanjung Pengharapan, 1964, hal.47.
27
Ibid., hal. 19.
khusus, penduduk asli di Janji Mauli ada tiga marga yaitu Siregar, Simanjuntak Pohan, dan Simatupang.
Penduduk yang bertempat tinggal di desa Janji Mauli menurut sejarahnya berasal dari keturunan Ompu Sutan Hatunggal Siregar, dari huta Bagaslombang, di
Kerajaan Sipirok. Pada awalnya penduduk yang bertempat tinggal di Janji Mauli hanya berjumlah enam orang. Namun, dengan semakin bertambahnya waktu maka
jumlah pendudukpun semakin banyak. Sebagaimana yang sudah diterangkan pada bab sebelumnya, marga yang
markahanggi dan mora adalah Siregar, anak boru adalah Simanjuntak Pohan, dan Simatupang adalah Pisang Raut Bere marga Simanjuntak Pohan. Dengan berpegang
teguh pada filosofinya, yaitu Dalihan Na Tolu, masyarakat memiliki peran tersendiri dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pelaksanaan upacara pesta Adat.
Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Janji Mauli berdasarkan jenis kelamin. No.
Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki
89 2
Perempuan 61
Jumlah 150
Sumber: Kantor Kepala Desa Janji Mauli, 1980
BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT JANJI MAULI 1900-1980
3.1 Susunan Masyarakat
Pada masa dulu, dalam masyarakat Tapanuli Selatan terdapat suatu sistem pelapisan sosial yang terdiri dari tiga strata. Strata yang pertama terdiri dari golongan
bangsawan, atau golongan kerabat raja yang dinamakan “Namora”. Di bawah
golongan bangsawan terdapat golongan penduduk biasa bukan bangsawan yang disebut sebagai “halak na bahat” orang kebanyakan, dan status yang paling rendah
adalah terdiri dari golongan budak yang dinamakan dengan “hatoban”. Lapisan
sosial ini tidak lagi ditemukan pada masyarakat Janji Mauli, karena tidak mencerminkan sisi kemanusiaan. Masyarakat lebih mengutamakan sistem
kekeluargaan untuk memperoleh kehidupan yang damai. Pada dasarnya penduduk asli desa Janji Mauli adalah suku Batak Toba.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa penduduk yang mendiami desa Janji Mauli merupakan penduduk dari Kerajaan Sipirok, yang berada di Huta
desa Bagaslombang. Sejak terbentuknya desa ini sudah terjadi beberapa kali pertukaran pemimpinnya, dan pemimpinnya adalah keturunan dari pendiri huta
desa. Desa Janji Mauli pertama sekali dipimpin oleh Mangaradja Porkas Siregar. Beliau diangkat menjadi seorang kepala kampung atas musyawarah dengan
saudaranya semarga, yaitu Siregar.
Adapun susunan masyarakat yang terdapat di desa Janji Mauli, adalah sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di Angkola-Sipirok. Kedudukan adat pada
masyarakat sangat tinggi. Istilah „adat‟ dalam bahasa Indonesia memiliki arti
„kebiasaan‟, dan dalam kehidupan masyarakat adat merangkum semua lapangan kehidupan, agama dan peradilan, hubungan-hubungan kekeluargaan, kehidupan dan
kematian.
28
Pada masyarakat Janji Mauli peran para majelis gereja dalam menata tatanan kehidupan sengat besar, hal ini tampak pada saat pengambilan keputusan
dalam musyawarah desa. Sistem pemerintahan di Janji Mauli sudah sangat tertata dengan rapi, seorang Kepala Kampung merangkap juga sebagai Raja Adat. Keadaan
masyarakat Janji Mauli dapat ditinjau berdasarkan sistem kekerabatannya Dalihan Na Tolu, melalui aspek inilah masyarakat menentukan posisi dan perannya dalam
melakukan interaksi dan aktivitas kehidupan sehari-hari, baik dalam adat, maupun acara-acara lainnya.
Sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat Janji Mauli tidak terlepas dari adat Angkola-Sipirok. Masyarakat Angkola-Sipirok menganut garis keturunan
patrilineal garis keturunan dari pihak ayah. Berdasarkan garis keturunan yang patrilineal itu, maka masyarakat Angkola membentuk kelompok-kelompok
kekerabatan besar yang disebut dengan marga, yakni sebagai gabungan dari orang- orang yang merupakan keturunan dari seorang kakek yang sama. Oleh karena itu, di
dalam masyarakat Angkola-Sipirok terdapat sejumlah marga yang masing-massing
28
Lothar Schreiner, Adat dan Injil: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, Jakarta: Gunung Mulia, 1998, hal. 20.