Sistem Pembagian Kerja Hukum Adat

penganut agama Kristen untuk mengantarkan bungkusan berisi bermacam-macam kue lebaran. Tradisi seperti itu biasa disebut dengan marjambar. 67 Marjambar berasal dari bahasa sub Batak Angkola Sipirok. “Mar” artinya melakukan, memperbuat, sedangkan “Jambar” artinya bertukaran atau bergantian. Apabila kata ini digabungkan maka memiliki makna memberikan secara bergantian. Masyarakat Sipirok memiliki tradisi, berupa memberikan penganan aneka ragam kue menjelang Idul Fitri oleh pemeluk Islam kepada pemeluk agama Kristen. Sebaliknya oleh pemeluk agama Kristen kepada pemeluk agama Islam menjelang hari Natal dan Tahun Baru. Tradisi marjambar sudah berlangsung turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya, yang terjadi secara alami tanpa ada komando. Bagi pemeluk agama Islam dan Kristen mengakui tradisi ini telah membuat hubungan antar umat beragama menjadi lebih terjaga. Karena, hari-hari besar agama Idul Fitri, hari Natal dan Tahun Baru bukan hanya menjadi hari yang khusus bagi salah satu penganut agama saja. Pengaruhnya-pun sangat bagus terhadap kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Dengan tradisi ini, aparat keamanan tidak perlu repot-repot melakukan pengamanan rumah-rumah ibadah menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun baru. Karena masyarakat sudah menyadari pentingnya rasa saling menghormati dan menciptakan kerukunan di antara mereka. 67 Wawancara dengan Luhut Siregar, di Janji Mauli, 25 Februari 2015. Pascakemerdekaan Republik Indonesia, upaya untuk menyatukan perpecahan pemeluk agama Islam dan Kristen dirajut kembali yang digagas tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Hubungan persaudaraan diikat dalam konsep adat Dalihan Na Tolu tungku bertiang tiga yang terdiri dari kahanggi, mora dan anak boru dengan kedudukan yang sederajat baik dalam acara kegiatan sosial, pesta adat maupun dalam acara duka atau meninggalnya anggota keluarga. Secara perlahan perpecahan ini dapat disatukan kembali, dan untuk mengikat hubungan harmonisasi di antara mereka muncullah tradisi marjambar. Sejumlah tokoh agama Islam maupun Kristen mengakui tradisi ini telah membuat hubungan antarumat beragama menjadi sangat cair. Hari-hari besar agama, seperti Idulfitri dan Natal, bukan lagi menjadi hari yang khusus bagi salah satu penganut agama. Kedua hari besar agama itu milik semua penganut agama. Marjambar dipahami tidak sekedar sebagai tradisi memberikan kue. Ada subtansi lain dari tradisi itu, yakni sebuah upaya dari suatu pemeluk agama yang berbeda untuk mengajak pemeluk agama lain agar ikut merayakan hari besar agama itu seperti mereka merayakannya. Pada tataran ini hari besar agama tidak dikaitkan dengan ibadah agama berikut tahapan-tahapan religiusnya yang sakral, tetapi lebih pada persoalan pengakraban secara social sebagai warga dalam lingkungan yang sama. Agama bagi masyarakat tetap saja sangat personal, tetapi tradisi agama itu menjadi universal. Yang terpenting