Adat Istiadat TRADISI MASYARAKAT JANJI MAULI DARI TAHUN 1900-1980

nagodang merupakan adat yang paling besar. Dalam pelaksanaan upacara adat nagodang ini, harus datang seluruh napa napa ni sibual-buali masyarakat se- Kecamatan Sipirok, juga para penatua adat di Angkola-sipirok. Makanan yang dihidangkan adalah kerbau atau lembu. 52 Pada umumnya masyarakat Angkola-Sipirok, secara khusus masyarakat Desa Janji Mauli mengenal holongkasih yang diaplikasikan dengan adat, yaitu adat yang memberi kegembiran suka cita disebut dengan siriaon dan adat yang mendatangkan kesedihan duka cita sering disebut dengan siluluton. Pesta siriaonsuka cita terdiri dari tiga hal, dan kegembiraan itu wajar untuk dipestakan secara adat, yaitu anak lahir, perkawinan, dan memasuki rumah baru. Sedangkan pesta silulutonduka cita terdiri dari tiga hal, yaitu mananom na mate, mangokkal holi, dan mangarasmihon pondom. Keenam hal tersebut jika dilaksanakan secara adat, maka pada setiap peristiwa tersebut akan nampak penerapan holongkasih sayang atau sering disebut dengan paho. 53 Anak tubu anak lahir, adat yang dilakukan ialah adat mangupa, baik itu dengan adat panonga ataupun dengan adat penuh. Pada saat diberlangsungkannya adat ini, maka para ibu-ibu akan berdatangan dari hatobangon atau harajaon membawa beras, kelapa, dan uang yang akan diserahkan kepada yang membuat pesta atau horja ini. Jika keluarga yang dekat yang datang, maka mereka harus membawa ayam dan kain-kain yang akan diserahkan kepada suhut. 52 Lihat hasil musyawarah lembaga Adat-Budaya Kec. Sipirok, op. cit., hal. 109. 53 Ibid., hal. 203. Setiap anak yang baru lahir maka tetangga dan kaum kerabat berdatangan untuk melihat sianak yang disebut namanya mangaloalo tondi dohot badan. Dengan lahirnya anak tersebut tanpa komando, hanya karena sudah menjadi kebudayaan masyarakat, para tetangga keluarga yang melahirkan pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar yang terdiri dari kayu keras dan sudah dapat dibakar untuk disandarkan ke dekat pintu rumah sianak yang lahir itu. Letak kayu inipun ada aturannya, yaitu jika anak yang lahir adalah laki-laki maka disandaranlah kayu tersebut di sebelah kanan tangga rumah dan kalau yang lahir itu anak perempuan disandarkanlah di sebelah kiri tangga rumah. Haroan boru perkawinan, jenis adat yang dipakai dalam pesta perkawinan pada masyarakat Desa Janji Mauli adalah adat Angkola yang terbagi atas dua jenis, yaitu adat marlojong dan adat dipabuat. Perkawinan marlojong, marlojong artinya berlari. Suatu perkawinan disebut marlojong apabila antara laki-laki dan perempuan ingin melakukan suatu perkawinan atas dasar suka sama suka, tapi jika seandainya mereka melaksanakan peminangan secara adat, mereka tidak diizinkan oleh orang tua mereka. 54 Kemudian mereka pergi meninggalkan rumahnya masing-masing menuju suatu tempat yang memungkinkan untuk melangsungkan suatu perkawinan. Dengan demikian mereka melangsungkan perkawinan tanpa suatu upacara peminangan atau pertunangan secara adat. Untuk melangsungkan perkawinan marlojong si wanita harus meninggalkan kain sebagai suatu tanda dirumah orang tuanya. Biasanya 54 Ibid., hal. 206. perkawinan marlojong ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor orang tua kurang setuju, faktor status sosial ekonomi yang berbeda, faktor sistem adat yang tifak memungkinkan untuk dilaksanakan secara adat perkawinan sumbang, faktor agama dan kepercayaan yang berbeda, dan lain-lain. Dampak negatif terhadap orang tua, baik terhadap orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan dari tindakan perkawinan marlojong ini ialah status dan martabat orang tua di mata masyarakat secara adat-istiadat sejak saat itu menjadi dipandang rendahturun. Perkawinan dipabuat. dipabuat artinya diambil atau dipinang. Perkawinan ini adalah perkawinan yang paling lazim dilakukan, yang didasari atas suka sama suka oleh kedua calon pengantin, demikian juga kedua belah pihak orang tua mereka menyetujuinya. Pada perkawinan semacam inilah dapat dilaksanakan adat namenek, adat pakupangi, ataupun adat nagodang. Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan dengan upacara adat maka berlakulah peraturan-peraturan adat, dari mulai peminangan sampai pelaksanaan perkawinannya. 55 Dalam kawin marlojong, upacara perkawinannya dengan sendirinya akan dilakukan di luar upacara adat. Mungkin mereka akan keluar dari lingkungan keluarga kedua belah pihak, dan dengan demikian mereka akan keluar dari lingkungan peradatan masyarakat Angkola. 56 Namun demikian, masih terdapat kemungkinan bahwa hal ini dapat diselesaikan secara adat. Adapun penyelesaiannya adalah melalui musyawarah dari kedua belah pihak. Bila dari musyawarah ini 55 Ibid., hal. 207. 56 Wawancara dengan bapak Siregar, di Janji Mauli, 17 Februari 2015. dihasilkan suatu persetujuan untuk merestui atau menyelenggarakan perkawinan ini, maka perkawinan secara adat pun akan dilaksanakan. Dengan demikian mereka berdua dapat diterima kembali dalam lingkungan keluarga dan adatnya. Bagi setiap orang, perkawinan merupakan suatu hal yang maknanya teramat penting, karena perkawinan dapat membuat suatu perubahan yang besar dalam kehidupan seseorang. Marmasuk Jabu Na Imbaru memasuki rumah baru, adat yang dibuat untuk meresmikan sebuah rumah adalah Pahoras Tondi. Adat ini bertujuan untuk mendukung si pemilik rumah karena sudah bersusah payah baik jiwa, maupun raganya dalam hal mengumpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rumahnya. Memasuki rumah baru juga disebut dengan mangondot bagas na imbaru. Disebut demikian karena rumah yang baru selesai itu kemungkinan besar masih ada lagi yang kurang kuat, maka untuk memeriksa itu perlu diadakan diondot. 57 Pada saat dilaksanakannya upacara adat, pihak mora memberikan ulos, abit godangselimut dan kain-kain pelekat kepada suhut yang punya rumah. Pemberian mora dan anak boru kepada Suhut yang berupa omas sidumorsing yang disebut paisipaku, demikian juga sebaliknya pada saat mora dan anak boru pulang maka pihak suhut memberikan uang yang disebut namanya paisingiro di tongan dalan. Masyarakat yang menjadi undangan membawa beras, kelapa, uang untuk diserahkan kepada suhut di dalam ampang. 57 Diondot adalah upacara adat penuh, utiutian gondang harus dibunyikan dan harus manortor menari adat. Sipenari mengentak-entakkan kakinya ke lantai yang disebut Mangondot. Mananom na mate menguburkan yang meninggal, dalam pelaksanaan adat penguburan orang yang meninggal para fungsionaris adat harus memperlihatkan uhumhukum yang berhubungan dengan pesta tersebut. Ada beberapa jenis pesta adat penguburan orang meninggal, yaitu sayur matua bulung yang meninggal sudah lanjut usianya, marlaklak yang meninggal sudah memiliki keturunan dan keturunannya sudah menikah semuanya, ringgas manaek yang meninggal mempunyai kemasyarakatan yang baik. Tata cara pelaksanaan adat penguburan orang meninggal adalah 1 Marjonggori, artinya tidak tidur pada malam hari sebelum yang meninggal itu dikuburkan, 2 Martahi Marpokat, artinya membuat sidang-sidang adat, 3 masyarakat yang datang membawa beras, kelapa, uang dan diserahkan kepada suhut, 4 mengerjakan segala sesuatu untuk penguburan, membuat peti jenazah, 5 mangapuli, artinya para pengetua adat baik yang berdomisili di huta ataupun tetangga datang untuk memberikan kata-kata penghibur bagi yang bersangkutan. Mangokkal holi memindahkan tulang belulang, pada saat membuka kuburan yang lama maka dilaksanakan terlebih dahulu musyawarah yang disaksikan oleh Kahanggi, Anak boru, dan Mora. Anak borulah yang bertugas untuk menggali kuburan sampai tulang belulang yang digali ditemukan semuanya. Kahanggi berperan untuk mengangkat tulang belulang dan memberikannya kepada mora untuk memberi berkahpasu-pasu. Di kampung halaman masyarakat menunggu dan menyiapkan segala sesuatunya untuk menguburkan holitulang belulang. Masyarakat memberi tenaga dan waktu, dan mereka juga menyiapkan materi seperti beras, kelapa, uang untuk diserahkan kepada suhut. Mangaresmihon pondom meresmikan rumah adat orang yang meninggal, orang Batak Angkola-Sipirok mengasihi orangtuanya bukan hanya semasa hidupnya, tetapi juga sesudah meninggal. Orang Angkola-Sipirok mengakui kekuatan para roh nenek luhurnya untuk memberi mereka rezeki dan umur yang panjang, maka mereka membangun rumahnya di kuburan yang sebelumnya sudah diresmikan menurut adat masih bernama soposopo di balian. Pelaksanaan upacara ini dimulai dari sidang-sidang adat yang diberlangsungkan oleh para kahanggi, anak boru, dan mora. Pihak anak boru mengerjakan segala pekerjaan yang berhubungan dengan dapur dan mengundang. Dilaksanakan juga pemberian beras, kelapa, dan uang kepada suhut. Dalam pelaksanaan adat istiadat, masyarakat desa Janji Mauli mengundang semua masyarakat yang ada di lingkungan desa Janji Mauli sesuai dengan Dalihan Na Tolu. Masyarakat yang ada di luar desa Janji Mauli, yang pada dasarnya beragama Islam tetap diundang dan dilibatkan dalam segala hal, untuk menyukseskan pesta adat.

4.2 Hukum Adat

Hukum adat adalah sebuah aturan atau kesepakatan yang dirumuskan oleh para penetua adat di wilayah masing-masing yang tujuannya untuk melindungi wilayah adat dan melindungi sebuah parhutaan dari pengaruh luar. 58 Hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib sosial dan tata tertib hukum diantara manusia, yang sama bergaul di dalam suatu masyarakat, supaya dapat dihindarkan segala bencana dan konflik sesama umat manusia. F.D. Holleman yang pernah menjabat guru besar dalam mata pelajaran hukum adat di Leiden dan yang menjadi pengganti van Vollenhoven, dalam pidatonya yang berjudul De Commune trek in het Indonesische rechtsieven, menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum di Indonesia, yang hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan, yaitu sifat religio magis, sifat komun, sifat contant, dan sifat konkret. 59 Sifat religio magis adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berfikir seperti prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain. Pada dasarnya pola berfikir manusia yang bersifat religio magis ini adalah didorong oleh kepercayaan religi pada tenaga-tenaga yang gaib magis yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta dunia kosmos dan yang terdapat 58 Bushar Muhammad, Op.Cit., hal. 41. 59 Ibid, hal. 45. pada orang, binatang, tumbuhan-tumbuhan kecil dan besar, benda-benda lain yang semua tenaga-tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan. Sifat komun dalam hukum adat menurut Holleman adalah bahwa kepentingan individu dalam hukum adat diimbangi oleh hak-hak umum. Dengan mentalitas itu, segala penilaian, pembuatan keputusan dan tekanan dalam hukum adat terletak dalam masyarakat adat. Keseluruhan masyarakat adalah yang kuat kuasa, menentukan segala, dan memberi arah kepada segala tindak tanduk. Sifat contant adalah suatu perbuatan yang nyata, suatu perbuatan yang simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh adat. 60 Perbutan yang contant dalam masyarakat adat adalah jual-lepas, perkawinan jujur, melepaskan hak atas tanah. Sifat konkret adalah bahwa dalam alam berfikir yang tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud, diinginkan, dikehendaki, atau akan dikerjakan, diberi tanda yang kelihatan, baik berupa langsung maupun hanya menyerupai objek yang dikehendaki. 61 Dari uraian diatas, hukum adat yang diasumsikan sebagai pranata atau aturan- aturan yang baku memiliki peran yang sangat strategis dalam memajukan peradaban masyarakat. Di huta Janji Mauli, perihal aturan dan pranata berlangsung dengan baik 60 Ibid., hal. 50. 61 Ibid., hal. 60. dan teratur. Hukum Adat yang dibuat oleh masyarakat ditetapkan melalui musyawarah, dan dipimpin oleh seorang ketua adat. Adapun hukum adat yang terdapat pada masyarakat Janji Mauli adalah sistem kepemilikan tanah, aturan mengenai pembagian kerja, dan sanksi sosial.

4.2.1 Sistem Kepemilikan Tanah

Manusia dan tanah mempunyai hubungan yang sangat erat. Selain untuk kepentingannya sendiri, tanah juga dibutuhkan untuk kepentingan yang lebih luas. Sistem kepemilikan tanah pada masyarakat Janji Mauli adalah berdasarkan tanah warisan. Marga yang berhak untuk membagi tanah adalah Siregar, yaitu sebagai mora dan kahanggi, dan juga sebagai sipukka huta. Tanah adat merupakan milik masyarakat hukum adat yang sudah dikuasai sejak didirikannya sebuah huta. Menurut J.B.A.F. Polak, hubungan manusia dengan tanah sepanjang sejarah terjadi dalam 3 tiga tahap, yaitu : i tahap di mana manusia memperoleh kehidupannya dengan cara memburu binatang, mencari buah-buahan hasil hutan, mencari ikan di sungai atau di danau. ii tahap manusia mulai mengenal cara bercocok tanam. Manusia mulai menetap di suatu tempat tertentu selama menunggu hasil tanaman. iii tahap di mana manusia mulai menetap di tempat tertentu dan tidak ada lagi perpindahan secara periodik. 62 62 Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia : Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia, Bandung : Nuansa Aulia, 2013, hal. 99. Seperti penjelasan diatas, maka tanah adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Janji Mauli, karena sistem perekonomian mereka adalah bercorak pertanian. Adapun sistem kepemilikan tanah dan pembagian pada masyarakat desa Janji Mauli yang telah diatur sesuai dengan musyawarah lembaga adat adalah: 63 1. Ripe-ripe, artinya pemilikan secara komunitasserumpun. 2. Pangumpolan, artinya pemilikan secara keturunan. 3. Parjampalan atau bara, artinya tanah untuk pengembalaan ternak. 4. Panjaean, artinya tanah yang diwariskan kepada anak laki-laki jika sudah berkeluarga untuk memenuhi kebutuhannya. 5. Sibangunan, artinya tanah yang diberikan kepada boru perempuan.

4.2.2 Sistem Pembagian Kerja

Dalam kehidupan sehari-hari, sistem kerja pada masyarakat Janji Mauli tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat mengenal sistem kerja “siala sappagol, salupput saindege, rap tu jae, rap tu jolo”. Artinya adalah sebuah keluarga harus bergandengan tangan dalam mengerjakan apapun. Sistem pembagian kerja dalam masyarakat desa Janji Mauli terlihat dalam pelaksanaan sebuah pesta adat, yang tidak terlepas dari fungsi Dalihan Na Tolu. 64 Pihak pisang rautberelah yang mengerjakan segala sesuatunya keperluan pesta. Dalam masyarakat Janji Mauli, marga Simatupanglah yang menjadi pisang rautbere. 63 Wawancara dengan bapak Partahian Siregar, di desa Janji Mauli, 17 Februari 2015. 64 Wawancara dengan Lambok Siregar, di Janji Mauli, 30 Januari 2015. Jadi, jelaslah jika dilaksanakan sebuah pesta di huta, maka marga Simatupanglah yang menjadi petugas dapur. Interaksi sosial yang terdapat pada masyarakat desa Janji Mauli dengan desa luar sangat baik. Oleh karenanya, sesuai dengan filosofi hidup masyarakat yakni dalihan na tolu, maka masyarakat yang ada di luar desa Janji Mauli yang bermarga Siregar duduk sebagai mora, sedangkan Simanjuntak dan Simatupang berepisang raut mengambil tempat sebagai pelayan.

4.2.3 Sanksi Sosial

Dalam menjalin hubungan kekeluargaan yang baik dengan masyarakat luar desa Janji Mauli yang penduduknya adalah beragama Islam, masyarakat Janji Mauli membuat sebuah peraturan yang harus dijalankan oleh masing-masing penduduk yang berdiam di desa Janji Mauli. Peraturan itu adalah: “Jika masyarakat ada yang mendapat Babi Hutan dan Anjing dari hasil buruan dan ingin memotongnya, maka dia harus memotongnya di hutan dan tidak boleh satupun masyarakat desa yang mengetahuinya. Daging Babi dan Anjing yang sudah dipotong harus dibagi rata kepada semua penduduk yang ada di desa, dan dibayar sesuai dengan kemampuan masyarakat yang menerimanya sebagai ganti rugi dan juga upah masyarakat yang memotongnya. ” 65 Bagi masyarakat yang melanggar peraturan tersebut dan apabila masyarakat dengan sengaja memotong babi dan anjing di huta maka akan diberi sanksi moral, yaitu dikeluarkan dari adat masyarakat Janji Mauli. 65 Wawancara dengan Partahian Siregar, di Janji Mauli,17 Februari 2015.