Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
satu S-1 di Depatemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sedikit
sumbangan pemikiran penulis yang berkaitan dengan susunan, kedudukan, tugas dan wewenang MPR dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia setelah perubahan UUD 1945; b.
Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai susunan, kedudukan, tugas dan wewenang MPR
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah perubahan UUD 1945 serta mencoba membahas bagaimana masa depan MPR.
E. Keaslian Penulisan
Sepanjang pengetahuan dan penelusuran penulis di lingkungan
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, “Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945” yang diangkat menjadi judul
dalam skripsi ini belum pernah diangkat dan ditulis sebagai sebuah judul skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyusunnya melalui berbagai referensi seperti buku-buku, media cetak dan elektronik, serta bantuan dari berbagai pihak yang dapat
menunjang kelengkapan dari skripsi ini.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Dengan demikian, penulis mempunyai keyakinan dan harapan bahwa keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan sebagian besar negara- negara di dunia.
Istilah demokrasi sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘demos’ yang artinya rakyat, dan kata ‘cratia cratein’ yang artinya pemerintahan
atau memerintah. Dengan demikian, demokrasi dapat diartikan pemerintahan oleh rakyat, yaitu pemerintah yang dijalankan oleh rakyat dan untuk rakyat
6
Sedangkan secara epistemologis, istilah demokrasi dapat dikemukakan oleh beberapa tokoh dengan berbagai sudut pandang masing-masing. H. L.
Mencken menyebutkan, “demokrasi adalah sebuah teori yang mana rakyat tahu apa yang mereka butuhkan dan pantas dapatkan sangat berat.”
. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI
merumuskan: “Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat
turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, atau disebut juga pemerintahan rakyat, dan gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama semua warga negara.”
7
6
Max Boboy, DPR RI dalam Prespektif Sejarah dan Tatanegara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hlm. 81
7
Abdy Yuhana, op. cit, hlm. 35
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Tentang demokrasi, Soekarno berpendapat bahwa, “demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Cara pemerintahan yang memberi hak kepada semua rakyat
untuk memerintah.” Muhammad Hatta mengartikan, “kedemokrasian adalah keadilan
keyakinan segenap bangsa Indonesia. keyakinan ini mesti menjadi semboyan segala partai di Indonesia dan mesti menjadi dasar susunan Indonesia merdeka di
masa yang akan dating.” Berdasarkan pengertian-pengertian demokrasi di atas, maka ada dua
pendekatan yang lazim digunakan apabila hendak menjelaskan konsep demokrasi yaitu pendekatan klasik normatif dan pendekatan empiris minimalis.
Pendekatan klasik normatif memahami demokrasi sebagai sumber wewenang dan tujuan sedangkan pendekatan empiris minimalis lebih menekankan
pada sistem politik yang dibangun
8
2. Perwakilan Rakyat
.
Rosseau pernah berkeinginan untuk tetap berlanjutnya demokrasi langsung direct democracy sebagaimana pelaksanaannya yang berlaku pada zaman
Yunani Kuno. Namun pada kenyataannya hal tersebut sangat susah diterapkan lagi karena berbagai faktor antara lain luasnya wilayah negara, pertambahan
populasi penduduk yang sangat cepat, makin sulit dan rumitnya penanganan terhadap masalah sosial, politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
8
Abdy Yuhana, loc.cit.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Sebagai ganti dari gagasan dan pandangan Rosseau ini, maka lahirlah demokrasi tidak langsung indirect democracy yang disalurkan melalui
perwakilan rakyat atau yang terkenal dengan parlemen
9
Sedangkan Arbi Sanit mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan antara dua pihak antara wakil dan yang terwakili, dimana wakil
memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan yang terwakili
. Logeman sendiri menggunakan kata perwakilan dalam arti hukum perdata
orang yang menduduki atau mengemban suatu jabatan adalah perwakilan dari jabatan itu.
10
Kata perwakilan representation adalah konsep seorang atau suatu kelompok mempunyai kewajiban atau kemampuan untuk berbicara dan bertindak
atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini, anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada umumnya melalui partai politik. Hal ini dinamakan
perwakilan yang bersifat politik political representation .
11
Namun, dengan hanya menyertakan perwakilan politik, hal ini dirasakan sebagai pengabaian terhadap kepentingan-kepentingan golongan nonpartai politik
yang patut dilindungi. Oleh karena itu, beberapa negara di dunia mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan mengikutsertakan wakil-wakil dari golongan
yang dianggap perlu mendapat perlindungan khusus .
12
9
Max Boboy, op. cit, hlm. 17
10
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1985, hlm. 1
11
Abdy Yuhana, loc. cit
12
Ibid, hlm. 55
.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam hubungan wakil dan yang diwakili, Riswanda Imawan mengemukakan adanya empat tipe hubungan yang bisa terjadi yaitu:
13
1 Wakil sebagai wakil; wakil bertindak bebas menurut pertimbangannya sendiri
tanpa perlu berkonsultasi dengan pihak yang diwakilinya. 2
Wakil sebagai utusan; wakil bertindak sebagai utusan dari pihak yang diwakili, sesuai dengan mandate yang diberikannya
3 Wakil sebagai politico; wakil kadang-kadang bertindak sebagai wakil dan
sebagai utusan. 4
Wakil sebagai partisan; wakil bertindak sesuai dengan program partai organisasinya.
Berbicara tentang lembaga perwakilan, maka di dunia dikenal 3 tiga sistem perwakilan yaitu sebagai berikut:
a. sistem perwakilan satu kamar unikameral
Dalam struktur parlemen dengan tipe unikameral hanya dikenal satu badan legislatif tertinggi. Dalam badan ini tidak dikenal adanya dua badan
terpisah seperti adanya Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat atau Majelis Tinggi dan Majelis Rendah
14
13
Ibid, hlm. 56
14
Sistem unikameral ini biasanya dianut oleh negara-negara kecil seperti Vietnam, Singapura, Laos, Lebanon, Syria, Kuwait. Selain itu, negara-negara kesatuan Sosialis lebih banyak menganut
system unikameral.
. Walaupun fungsi dan tugas parlemen unikameral ini bervariasi antara negara yang satu dengan nsegara lain, tapi
pada pokoknya serupa bahwa secara kelembagaan, fungsi legislatif tertinggi diletakkan sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang
dipilih oleh rakyat.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
b. sistem perwakilan dua kamar bikameral
Ada banyak alasan negara-negara menganut sistem perwakilan dua kamar antara lain, pertama, untuk membangun mekanisme pengawasan dan
keseimbangan check and balances, dua, untuk menampung aspirasi atau kepentingan golongan tertentu yang tidak cukup terwakili melalui majelis
pertama
15
Sistem perwakilan bikameral ini biasanya dianut negara-negara yang berbentuk kerajaan dan federal, walau sebagian kecil negara kesatuan juga
menganutnya seperti Perancis .
16
c. Sistem perwakilan tiga kamar trikameral
.
Sistem perwakilan trikameral tiga kamar adalah suatu system dimana struktur organisasi yang ada di badan perwakilan rakyat terdiri dari tiga
badan ataupun kamar dengan fungsinya masing-masing dan sama-sama memiliki posisi dan fungsi yang setara. Dalam praktek, sistem ini nyaris
tak ditemui. Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, bentuk lembaga perwakilan
mengarah kepada bentuk sistem trikameralisme. Hal ini tampak dengan adanya tiga bentuk lembaga perwakilan DPR, DPD dan MPR yang
masing-masing memiliki tugas, wewenang, dan fungsi masing-masing. Menurut Jimly Asshidiqie, walaupun setelah perubahan UUD 1945 MPR
tidak lagi sebagai lembaga tertinggi, namun keberadaannya tetap ada
15
Penamaan untuk kamar kedua di beberapa Negara seperti House of Lord Inggris, Bundesrat Jerman, Dewan Negara Malaysia, Senate Amerika Serikat
16
Ibid, hlm. 60
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
sehingga Indonesia tidak dapat disebut menganut sistem unikameral atau bikameral melainkan trikameral dengan alasan bahwa MPR tetap sebagai
sebuah lembaga perwakilan yang mempunyai susunan, kedudukan, fungsi dan wewenang tersendiri sama seperti DPR dan DPD
17
3. Sistem Ketatanegaraan Indonesia
.
Istilah atau terminologi sistem ketatanegaraan terdiri dari kata ‘sistem’ dan ‘ketatanegaraan’. Sistem adalah keseluruhan yang terintegrasi dan sifat-sifatnya
tidak dapat direduksi menjadi sifat-sifat yang lebih kecil. Selanjutnya, jika pengertian sistem ini dikaitkan dengan istilah sistem ketatanegaraan, maka sistem
ketatanegaraan dapat diartikan sebagai susunan ketatanegaraan, yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi negara, baik menyangkut tentang
susunan dan kedudukan lembaga-lembaga negara maupun yang berkaitan dengan tugas dan wewenang masing-masing maupun hubungan satu sama lain
18
17
Jimly Asshidiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD 1945, Makalah disampaikan pada Simposium Nasional yang diadakan Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, 2003, hlm. 7-9
18
Abdy Yuhana, op. cit, hlm. 67
. Selanjutnya apabila sistem ketatanegaraan ini dikaitkan dengan sistem
ketatanegaraan Indonesia, maka dapat diartikan sebagai susunan ketatanegaraan Indonesia yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan susunan organisasi
Republik Indonesia baik yang menyangkut susunan dan kedudukan lembaga- lembaga negara, tugas dan wewenang maupun hubungannya satu sama lain
menurut UUD 1945.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Jika dicermati menurut UUD 1945, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia tidak menganut suatu sistem negara manapun tetapi adalah suatu sistem
yang khas menurut kepribadian bangsa Indonesia
19
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum
perubahan, yaitu:
2. Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung
4. Dewan Perwakilan Rakyat
5. Badan Pemeriksa Keuangan
6. Mahkamah Agung
Jika diklasifikasikan, MPR merupakan lembaga tertinggi negara sedangkan lembaga kenegaraanan lainnya disebut sebagai lembaga tinggi negara.
Sementara itu menurut hasil Perubahan UUD 1945, maka lembaga-lembaga negara adalah sebagai berikut:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Dewan Perwakilan Daerah
5. Mahkamah Agung
6. Badan Pemeriksa Keuangan
7. Mahkamah Konstitusi, dan
19
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm. 41
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
8. Komisi Yudisial
Berbeda dengan sebelum dilakukannya perubahan UUD 1945, hasil perubahan tidak mengenal lembaga tertinggi negara karena lembaga-lembaga
negara tersebut mempunyai posisi yang sama atau sebanding antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya.
Munculnya gagasan perubahan tentang kelembagaan negara tersebut tak lain adalah demi terciptanya sistem dan mekanisme check and balances di dalam
sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia
20
Sehubungan dengan check and balances itu pulalah ada perubahan terhadap sistem parlemen dari supremasi MPR yang terdiri dari tiga unsur DPR, Utusan
Golongan, dan Utusan Daerah menjadi parlemen sistem bicameral .
Hal ini penting karena selama Orde Baru, sebelumnya dapat dikatakan bahwa check and balances itu tidak ada. Misalnya dalam hal pembuatan undang-
undang, seluruhnya didominasi eksekutif. Dominasi eksekutif dalam membuat, melaksanakan, dan menafsirkan undang-undang menjadi begitu kuat di dalam
sistem politik yang executive heavy karena tidak ada lembaga yang dapat membatalkan undang-undang. Waktu itu, tidak ada peluang untuk pengujian atas
undang-undang oleh lembaga yudisial dalam apa yang dikenal sebagai judicial review atau constitutional review seperti yang dilakukan Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi sekarang ini.
21
20
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara, LP3ES, Jakarta, 2007, hlm. 65
21
Sistem parlemen Indonesia tidak bisa dikatakan murni sebagai sistem parlemen bikameral karena selain DPR dan DPD terdapat juga MPR yang mempunyai struktur organisasi dan
kewenangan tersendiri.
yang terajut
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
dalam hubungan check and balances dengan lembaga negara lain, khususnya dengan lembaga eksekutif dan yudikatif.
Gagasan parlemen bikameral juga menghendaki agar parlemen terdiri dari lembaga perwakilan politik yakni DPR dan lembaga perwakilan territorial yakni
DPD
22
Secara institusional, lembaga negara-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri dimana yang satu bukan merupakan bagian yang
lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga negara yang satu tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan dalam arti materi separation of power, melainkan
pemisahan kekuasaan dalam arti formal .
23
G. Metode Penelitian