Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
D. Perubahan Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa UUD 1945 sudah dilakukan perubahan sebanyak empat kali, mulai dari Sidang Umum MPR tahun
1999 sampai dengan berakhir pada Sidang Umum MPR Tahun 2002. MPR telah membentuk Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR untuk melakukan persiapan
materi Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan akhirnya dibawakan ke Sidang Paripurna MPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang Dasar.
1. Perubahan Pertama.
Sidang Umum MPR Tahun 1999 mengenai perubahan pertama Undang- Undang Dasar 1945 menyangkut Pasal 5 ayat 1, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat
2, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat 2 dan 3, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang- Undang Dasar 1945.
Dengan demikian, pada perubahan pertama ini, MPR telah merubah 9 sembilan pasal. Perubahan pertama ini ditetapkan pada tanggal 19 Oktober
1999.
69
2. Perubahan Kedua.
Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 telah melaukan perubahan sebanyak tujuh bab dan dua puluh lima pasal, yang meliputi Pasal 18, Pasal 18A,
Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat 5, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 27 ayat 3, Bab XA,
Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G,
69
Mahkamah Konstitusi RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekjend MK RI, Jakarta, 2003, hlm. 25
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XX, Pasal 36A, Pasal 36B dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Perubahan kedua ini ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000
70
3. Perubahan Ketiga.
.
Perubahan ketiga UUD 1945, MPR mengubah dan atau menambah Pasal 1 ayat 2 dan 3; Pasal 3 ayat 1, 3, dan 4; Pasal 6 ayat 1 dan 2; Pasal 6A
ayat 1, 2, 3, dan 5; Pasal 7A; Pasal 7B ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7; Pasal 7C; Pasal 8 ayat 1 dan 2; Pasal 11 ayat 2 dan 3; Pasal 17 ayat 4;
Bab VIIA; Pasal 22C ayat 1, 2, 3, dan 4; Pasal 22D ayat 1, 2, 3, dan 4; Bab VIIB; Pasal 22E ayat 1, 2, 3, 4, 5 dan 6; Pasal 23 ayat 1, 2,
dan 3; Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA; Pasal 23E ayat 1, 2 dan 3; Pasal 23F ayat 1 dan 2; Pasal 23G ayat 1 dan 2; Pasal 24 ayat 1 dan 2; Pasal
24A ayat 1, 2, 3, 4, dan 5; Pasal 24B ayat 1, 2, 3 dan 4; Pasal 24C ayat 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang disahkan pada tanggal 9 November 2001
71
4. Perubahan Keempat.
.
Perubahan keempat terakhir untuk saat ini Undang-Undang Dasar 1945 MPR RI menetapkan:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sebagaimana yang telah diubah
dengan perubahan pertama, kedua dan ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan
70
Ibid, hlm. 31.
71
Ibid, hlm. 41.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Penambahan bagian akhir perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945
dengan kalimat, ‘perubahan tersebut diputuskan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan kesembilan tanggal 18 Agustus 2000 Sidang
Tahunan MPR RI dan mulai berlaku mulai tanggal ditetapkan. c.
Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat 3 dan ayat 4 perubahan ketiga UUD 1945 menjadi Pasal 3 ayat 2 dan ayat 3; Pasal 25E perubahan kedua UUD
1945 menjadi Pasal 25A. d.
Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III
tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. e.
Pengubahan danatau penambahan Pasal 2 ayat 1; Pasal 6A ayat 4; Pasal 8 ayat 3; Pasal 11 ayat 1; Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat
3; Bab XIII; Pasal 31 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5; Pasal 34 ayat 1, 2, 3 dan 4; Pasal 37 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5; Aturan Peralihan Pasal 1, 2
dan 3; Aturtan Tambahan Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
72
Perubahan keempat ini ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 10 Agustus 2002 dan ini merupakan perubahan
terakhir UUD 1945 sampai dengan saat tulisan ini dibuat.
72
Ibid, hlm. 51-52.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
BAB IV MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SETELAH PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
Penyelenggaraan kedaulatan rakyat melalui sistem MPR dengan prinsip semua terwakili telah menimbulkan kekuasaan Presiden yang begitu besar.
Termasuk dalam pembentukan MPR. Pada periode Orde Lama 1959-1965 seluruh anggota MPRS dipilih langsung oleh Presiden. Hal tersebut berlanjut
setelah Orde Baru berkuasa 1966-1998. Dari 1000 orang anggota MPR, 600
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
orang diantaranya ditentukan dan diangkat oleh Presiden. Dari keadaan ini dapat dilihat, bahwa seakan-akan MPR tidak lagi menjadi penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia sesuai amanat UUD 1945 sebelum preubahan. Bahkan MPR sepertinya hanya sebagai pelengkap demokrasi dan berada di bawah Presiden.
73
Padahal naskah asli UUD 1945 sebelum perubahan menyebut MPR sebagai penyelenggara kedaulatan rakyat sesuai bunyi Pasal 1 ayat 2 UUD 1945
bahwa, “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Penjelasan UUD 1945 juga memberi arti
bahwa, “Majelis adalah penyelenggara negara tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara.
74
Selanjutnya disebutkan, “Oleh karena MPR memegang kedaulatan negara, maka
kekuasaannya tidak terbatas”.
75
73
Abdy Yuhana, op.cit, hlm. 121.
74
Penjelasan Pasal 1 UUD 1945 sebelum perubahan.
75
Penjelasan Pasal 3 UUD 1945 sebelum perubahan.
Sehingga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, MPR sering disebut Lembaga Tertinggi Negara.
Namun dalam praktik, pemberian kekuasaan tak terbatas kepada MPR dan kedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara, seringkali dipergunakan sebagai
alat untuk memperbesar kekuasaan Presiden di luar ketentuan UUD 1945. Misalnya dikeluarkannya Ketetapan MPR yang memberi kekuasaan tak terbatas
Presiden demi pembangunan. Kemudian, kekuasaan tidak terbatas itu telah dipergunakan untuk membuat berbagai Ketetapan di luar wewenang MPR, di luar
materi muatan dan tata cara yang ditentukan dalam UUD.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Pada masa Orde Lama penyimpangan juga terjadi dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor IIIMPRS1963 yang di dalamnya terkandung tentang
pengangkatan Presiden Soekarno menjadi presiden seumur hidup.
76
Dengan demikian, agar sesuai dengan paham kedaulatan rakyat tersebut, maka seluruh rakyat seyogyanya diikutsertakan untuk menentukan tujuan yang
hendak dicapai negara dengan jalan mengadakan revisi pengaturan terhadap sistem perwakilan. Dimana rakyat diberi kesempatan untuk menentukan sendiri
seluruh orang-orang yang akan mewakilinya di lembaga perwakilan. Hal inilah yang mendasari perubahan amandemen terhadap UUD 1945, khususnya yang
terkait dengan keberadaan Lembaga MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Uraian di atas jelas memperlihatkan bahwa tabir yang menyelimuti masalah ketatanegaraan di Indonesia di bawah UUD 1945 dalam kurun Orde
Lama dan Orde Baru bersumber pada implementasi kedaulatan rakyat melalui sistem perwakilan rakyat yang tidak memperhatikan paham demokrasi yang
sesungguhnya dan perangkat hukum yang dilahirkan juga tidak menunjang terwujudnya demokrasi.
77
Setelah adanya perubahan UUD 1945 dengan ditetapkannya Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 melalui Perubahan kedua UUD 1945, Indonesia resmi
menganut sistem pemisahan kekuasaan separation of power dengan mengembangkan mekanisme hubungan ‘check and balances’ yang lebih
76
Bagir Manan, DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru, FH UII Press, 2003, Yogyakarta, hlm. 77-78.
77
Abdy Yuhana, op.cit, hlm. 128.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
fungsional. Dengan perubahan ini, ditambah lagi dengan diadopsinya ketentuan mengenai pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat sehingga Presiden tidak
lagi bertanggung jawab kepada MPR. Maka kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara mengalami perubahan mendasar. MPR juga kehilangan sebagian
fungsi dan wewenangnya yang lain. 1
Susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Setelah Perubahan Undang- Undang Dasar 1945
Dengan adanya perubahan ketiga UUD 1945 dimana salah satu pasal yang diubah adalah Pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Perubahan Pasal 1 ayat 2 sebelum
perubahan berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Diubah menjadi,
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar”. Dengan adanya perubahan tersebut menimbulkan
pemahaman baru tentang kedaulatan rakyat. Kedudukan Utusan Golongan dianggap tidak lagi mencerminkan konsep kedaulatan rakyat. Karena
sesungguhnya, bila berkaca pada perubahan ketiga semua anggota MPR harus dipilih melalui pemilihan umum. Termasuk Utusan Golongan. Sedangkan
mengenai Utusan Daerah diakomodasi dengan akan dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah DPD yang juga harus dipilih melalui pemilihan umum.
Menyangkut keberadaan Utusan Golongan, terpaksa diadakan voting karena tidak ada titik temu antar fraksi yang ada di MPR. Dalam sidang tersebut,
diajukan dua alternatif tentang keberadaan Fraksi Utusan Golongan, yaitu:
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
a Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat
yang dipilih melalui pemilihan umum ditambah dengan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, ditambah Utusan Golongan
yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya diatur oleh Undang-Undang. Alternatif pertama ini dipilih oleh 122 orang anggota
MPR. b
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan duatur
lebih lanjut dengan Undang-Undang. Alternatif kedua ini dipilih oleh 475 orang anggota MPR dan 3 orang abstain.
Dengan demikian, alternatif kedualah yang terpilih. Alternatif kedua ini selanjutnya dijadikan isi Pasal 2 ayat 1 UUD 1945 setelah perubahan.
78
a Sulitnya menentukan golongan yang akan diwakili seorang Utusan Golongan.
Adapun alasan penghapusan Fraksi Utusan Golongan dari MPR adalah:
b Cara pengisian Utusan Golongan sangat berpeluang menimbulkan kolusi
politik antara golongan yang diangkat dan yang mengangkat. Mengenai perbedaan susunan MPR sebelum dan sesudah perubahan UUD
1945 dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel VII
Perbedaan Susunan MPR Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 1945 Perbedaan
Sebelum Perubahan UUD 1945 Sesudah Perubahan UUD
1945
78
Harian Kompas, 11 Agustus 2004.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Komposisi Rekrutmen
DPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan
DPR lewat Pemilu, Utusan Daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I dan
Utusan Golongan diangkat Presiden
Anggota DPR dan Anggota DPD
Seluruh Anggota DPR dan DPD dipilih melalui
Pemilu
Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan PSHK Indonesia, ada tiga alasan yang menyebabkan perlunya penyesuaian susunan MPR menjadi suatu
lembaga perwakilan rakyat dengan dua kamar bikameral sebagai berikut:
79
a Dibutuhkan pembenahan sistem ketatanegaraan berhubungan dengan
berbagai permasalahan dengan sistem MPR yang lama. Selama ini anggota MPR yang bukan anggota DPR Utusan Daerah dan Utusan Golongan tidak
berfungsi efektif dan tidak jelas orientasi keterwakilannya. MPR juga dianggap mempunyai kekuasaan yang rancu karena dapat menjatuhkan
presiden melalui Sidang Istimewa MPR. b
Untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah secara struktural. Hal ini dapat dilihat dengan adanya dewan yang secara khusus mempresentasikan
kepentingan daerah yang disebut DPD. Sehingga dengan adanya DPD ini, kepentingan daerah dapat diakomodasi melalui institusi formal di tingkat
nasional. c
Kebutuhan bagi Indonesia untuk mulai menerapkan sistem checks and balances dalam rangka memperbaiki kehidupan ketatanegaraan dan
mendorong demokratisasi. Dengan adanya lembaga perwakilan dua kamar,
79
Riri Nazriyah, op.cit, hlm. 149.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
maka diharapkan lembaga ini akan mampu menjalankan fungsi legislasi dan fungsi kontrolnya dengan baik.
Mengenai alasan penyesuaian susunan MPR untuk menjadi suatu lembaga perwakilan rakyat dengan dua kamar, Prof.Dr. Bagir Manan, SH. kurang setuju
80
2 Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Setelah Perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 karena susunan MPR yang menyebutkan terdiri dari anggota-anggota DPR dan
DPD tidak menggambarkan konsep dua kamar. Dalam susunan dua kamar, bukan anggota yang menjadi unsur tetapi badan yaitu DPR dan DPD. Seperti Congress
Amerika Serikat yang terdiri dari Senat dan House of Representatives. Karena kalau anggota yang jadi unsur, maka MPR adalah badan yang berdiri sendiri di
luar DPR dan DPD.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 sebelum perubahan dan Penjelasannya, kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR. Kekuasaan MPR
tidak terbatas dan tidak ditetapkan secara limitatif. Dengan demikian, MPR mempunyai kedudukan yang tertinggi di antara lembaga-lembaga negara lainnya.
Namun setelah adanya perubahan terhadap UUD 1945, maka hal itu juga menimbulkan perubahan dalam sistem ketatanegaraan termasuk perubahan dalam
sistem perwakilan MPR di Indonesia. Perubahan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 berimplikasi terhadap bergesernya
kedudukan MPR dari lembaga tertinggi menjadi lembaga negara yang sejajar
80
Bagir Manan, op.cit, hlm. 84.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
dengan lembaga negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, BPK, dan MA. Hal ini berimplikasi juga terhadap berkurangnya
wewenang MPR. Menurut Prof.Dr. Bagir Manan, SH.,
81
3 Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD Sesudah Perubahan UUD 1945.
perubahan kedudukan keanggotaan dan mekanisme keanggotaan MPR, selain untuk menutup penyalahgunaan sebagai
jalan penyimpangan praktik dari kehendak UUD, juga dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan kedudukan MPR sebagai lembaga
tertinggi negara. MPR bukan satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat.
Tugas dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat tidaklah banyak berkurang setelah perubahan UUD, akan tetapi dampaknya sangat besar terhadap
lembaga MPR. Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sama dengan dengan lembaga negara yang lain
82
a. Tugas MPR Sesudah Amandemen UUD 1945 .
Hal yang sangat mendasar adalah dicabutnya kewenangan MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan dicabutnya tugas untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Hal ini sesuai dengan dimungkinkannya Pemilihan Presiden secara langsung. Sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi
lembaga tertinggi negara.
81
Ibid, hlm. 74-76.
82
Hal ini dapat dilihat dari Risalah Sidang MPR RI pada tahun 2001.
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah. Dengan berubahnya konsep lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat maka berubah pula beberapa tugas dan wewenangnya. Tugas MPR setelah Amandemen UUD 1945 adalah
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan atau Wakil
Presiden Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945. 2.
Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 pasal I Aturan Tambahan
Perubahan ke IV UUD 1945. Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal ini adalah tugas
formal atau upacara yang harus dilakukan jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan konsekuensi dari
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan Pemilihan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melantik
bukanlah wewenang dari MPR karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum, maka kewajiban dari MPR adalah melantik
Presiden dan Wakil Presiden RI. Seharusnya dijelaskan secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak menimbulkan beberapa interprestasi yang
menyimpang seperti jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan langsung oleh rakyat
maka konsekuensinya bagaimana, apakah sah atau tidak Presiden dan Wakil
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
Presiden. Sedangkan jika tidak ada yang mengesahkan maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik oleh lembaga yang
berwenang yang diberi kekuasaan untuk melantik. Dan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau
melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan status hukum
Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas sementara yang dibebankan kepada MPR oleh Undang-Undang Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa
MPR harus “melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003
83
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dijelaskan secara jelas. Apakah
ketentuan tersebut tugas atau bukan tapi secara definitif, tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.
”. Sementara disini terletak pada kalimat akan diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003,
jika telah diambil putusannya maka tugas ini berakhir dengan sendirinya.
84
83
Indonesia, Perubahan Keempat UUD 1945
84
WJS. Poerwadrminta, Op.Cit, h.1094
b. Wewenang MPR Sesudah Perubahan UUD 1945 Adapun wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam UUD 1945
bisa disimpulkan sebagai berikut:
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. 2.
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
3. Memilih Presiden atau Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya
Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana mestinya.
85
Ad. 1.Wewenang MPR ini merupakan suatu hal yang telah diatur sebelum Perubahan dan sesudah Perubahan UUD 1945. Tetapi sebelum Perubahan UUD
1945 hal ini merupakan tugas dari MPR seperti yang diamanatkan dalam pasal 3 UUD 1945. Dan alasan ini diperkuat oleh pasal 2 Aturan Tambahan UUD 1945.
Pasal ini menyatakan jika telah berhasil diadakan Pemilihan Umum dan terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka MPR harus bersidang untuk membuat
Undang-Undang Dasar baru. Setelah perubahan UUD 1945 tugas menetapkan UUD termasuk dalam wewenang MPR. Karena dalam UUD 1945 tidak ada aturan
yang mewajibkan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan penggantian Undang-Undang Dasar baru. Karena wewenang atau wenang adalah hak dan
kekuasaan untuk melakukan sesuatu
86
Ad.3. Kewenangan ini dilakukan jika telah terpenuhi syarat untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. Wewenang ini dilakukan melalui
. MPR apabila merasa perlu mengganti Undang-Undang Dasar maka dapat melakukannya. Jika tidak perlu maka tidak
ada larangan untuk tidak melakukannya.
85
Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH
HAM , Bali, Juli 2003, hlm.9
86
Ibid, hlm. 11
Januari Sihotang : Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, 2008.
USU Repository © 2009
proses yang lama dan dilaksanakan oleh beberapa lembaga negara. Untuk memberhentikan Presiden harus melalui pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang
telah meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi pasal 7B UUD 1945.
B. Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Setelah Perubahan UUD 1945.