Tempat dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Karakteristik Ayam Potong Sebelum dan Sesudah Penyembelihan

29 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pangan Pusat Laboratorium Terpadu PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilaksanakan pada bulan November 2014-April 2015.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, pisau, timbangan analitik, mikropipet 10-1000 L dan tip, vortex, stopwatch, shaker, homogenizer Tokebi, tabung Eppendorf, tabung microtube, vial 10 mL, kuvet, High centrifuge Sorvall SC35, Microsentrifuge Sorvall, Spektrophotometer UVVis Lambda 25 Perkin Elmer Precisely, Mini Protean II Cell Electrophoresis Bio-Rad, lemari pendingin, penangas air, seperangkat alat electrical stunner, analisa BM dilakukan dengan menggunakan software Images J 1.46. 3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama yaitu 12 ekor ayam potong jenis ras strain Hubbard jantan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 6 ekor ayam potong dengan berat tubuh 1 kg usia 4 minggu dan 6 ekor ayam potong dengan berat tubuh 1,7 kg usia 5 minggu. Sampel diperoleh dari peternakan ayam potong lokal di kawasan Bekasi-Jawa Barat. Bahan-bahan 30 lainnya terdiri dari Aquabidest, BSA Bovine Serum A lbumin , reagen Lowry 1 dan reagen Lowry 2, SDS resodium dodecyl sulfat 10, Tris-HCl 0,05 M pH 8,8, triton X-100 0,1, PMSF Phenil Methane Sulfonyl Fluoride,Buffer sample, β-mercaptoetanol, Gel Acrylamide solution 30T; 2,67 o C Bio-Rad, Resolving Buffer dan Stacking Buffer Bio-Rad, Ammonium peroksida disulfate APS 10, N,N,N’N’-Tetramethylethylenediamine TEMED, Running buffer 1 kali Sigma, Staining solution coomasie blue R-250 Bio-Rad, Destaining solution, standar protein catalog 161-0318 Bio-Rad Lampiran 3.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Proses Penyembelihan dan Isolasi Sampel Zaman et al., 2012

Sampel daging ayam potong masing-masing usia dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan: i Sampel ayam pertama adalah ayam potong yang disembelih dengan cara konvensional non electrical stunning 0A, 0Volt menggunakan pisau tajam dan diperlakukan sesuai dengan syariat islam membaca basmalah dan hewan dibiarkan mati tanpa diikat yang dijadikan sebagai kontrol; ii Sampel kedua, dilakukan penyembelihan dengan kaki ayam diikat menggunakan tali serta disembelih dengan cara electrical stunning dan sesuai dengan syariat islam halal electrical stunning dengan pemberian arus listrik sebesar 100 mA, 25 Volt selama 10 detik; iii Sampel ketiga, dilakukan penyembelihan dengan kaki ayam diikat menggunakan tali serta disembelih dengan cara haram electrical stunning yang tidak sesuai dengan syariat islam dengan pemberian arus listrik sebesar 100 mA, 220 Volt selama 30 detik. Jumlah arus dan voltase yang digunakan dipantau melalui amperometer. Masing- 31 masing perlakuan diulang sebanyak dua kali ulangan untuk masing-masing sampel. Fasilitas electrical stunner dirancang melalui power supply dengan arus dan tegangan yang bisa diatur secara manual. Elektroda positif dari electrical stunner dan terminal negatif amperometer direndam dalam wadah 35x25x10 cm 3 yang berisi air Lampiran 2a. Sampel yang sudah disembelih dibiarkan hingga benar-benar mati dan dicabuti bulunya serta dibersihkan dari jeroan dan darah yang masih menempel dengan air hangat 45 o C. Selanjutnya daging ayam tersebut diambil bagian pahanya kemudian dipotong dengan pisau hingga ukuran lebih kecil. Masing-masing jaringan otot daging ayam potong pada bagian paha dicacah sebanyak 20 g sampel dan dihomogenisasi di dalam es menggunakan 50 ml Tris-HCl 0,05 M pH 8,8 dengan penambahan 50 L 0,1 triton X-100 dan 250 L PMSF selama 5 menit. Larutan kemudian dimasukkan kedalam microtube dan disentrifugasi pada 6000 rpm selama 20 menit pada suhu 4°C dan supernatan dikumpulkan Lampiran 2d. Selanjutnya disimpan dalam vial 10 mL pada -80 o C hingga digunakan untuk pengujian kadar protein dan SDS-PAGE. 3.3.2 Pengukuran Kadar Protein Lowry, 1959 3.3.2.1 Penentuan Nilai λ Panjang Gelombang Maksimum Larutan blanko dimasukkan kedalam kuvet pertama dan kuvet kedua diisi dengan larutan standar konsentrasi 80 ppm. Absorbans larutan dibaca pada kisaran panjang gelombang 600-800 nm dengan interval 5 mm menggunakan spektrofotometer uv-vis. Setiap interval panjang gelombang diukur dengan larutan standar dan blanko. Kemudian dibuat kurva hubungan panjang gelombang dengan 32 absorbans standar tersebut. Panjang gelombang yang tepat, selanjutnya ditentukan dan digunakan untuk pengukuran protein lainnya.

3.3.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan stok BSA dengan konsentrasi 1000 ppm dibuat dengan menimbang serbuk BSA sebanyak 3 mg kemudian dilarutkan dengan aquabides sebanyak 3 ml. Kemudian dilakukan pengenceran dengan seri konsentrasi 0, 40, 80, 120, 160, dan 200 ppm Lampiran 4 . Larutan standar dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan dengan 5 ml reagen Lowry I, selanjutnya campuran divortex 5 detik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Kemudian campuran tersebut ditambahkan 0,5 ml reagen Lowry II, divortex 5 detik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Absorbansi larutan standar dibaca pada panjang gelombang maksimum dan dibuat kurva kalibrasi.

3.3.2.3 Pengukuran Sampel

Pengukuran kadar protein pada masing-masing sampel dilakukan dengan cara menambahkan 5 l larutan sampel supernatan dan 995 l Tris-HCl 0,05 M pH 8,8 dengan 5 ml reagen Lowry I, selanjutnya campuran divortex 5 detik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Kemudian campuran tersebut ditambahkan 0,5 ml reagen Lowry II, divortex 5 detik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Absorbansi larutan sampel protein dibaca pada panjang gelombang 600-800 nm. Kadar protein ditentukan melalui persamaan regresi linier dari kurva standar protein dengan bovine serum albumin BSA sebagai standarnya Lampiran 5. 33

3.3.3 Elektroforesis Dodecyl Sulphate Poliacrilmide Gel Electrophoresis

SDS-PAGE Laemli, 1970 Elektroforesis sodium dodecyl sulphate poliacrilamide gel electrophoresis SDS-PAGE dilakukan dengan menggunakan metode standar menggunakan alat Mini-Protean II Slab Cell Electrophoresis Bio Rad.

3.3.3.1 Preparasi Sampel untuk Elekroforesis

Sampel protein ekstrak jaringan otot daging ayam potong didenaturasi dengan buffer sample Buffer Laemli dengan perbandingan protein dan buffer 1:4. Sebanyak 20 l sampel protein dicampurkan dengan 80 l buffer sample lalu dididihkan selama 5 menit, setelah dingin disentrifugasi pada 12000 rpm selama 10 menit dan siap untuk dielektroforesis.

3.3.3.2 Preparasi Gel Elekroforesis

Gel poliakrilamid dibuat dari larutan stok akrilamid dan bisakrilamid 30T, 2,67C, stacking buffer Tris-HCl 0,5M pH 6,8, resolving buffer Tris- HCl 1,5M pH 8,8, 10 SDS, APS10 dan TEMED. Formulasi gel untuk resolving gel adalah 14 DDI H 2 O 2,7 ml, Acrilamid 4,7 ml, Resolving Gel Buffer 2,5 ml, SDS 10 0,1 ml, APS 10 0,2 ml dan TEMED 10 l. Sedangkan untuk stacking gel adalah 6 DDI H 2 O 2,7 ml, Acrilamid 1 ml, Resolving Gel Buffer 1,25 ml, SDS 10 50 l , APS 10 100 l dan TEMED 10 L. Gel poliakrilamid dicetak diantara dua buah lempengan kaca dengan ketebalan 0,75 mm. Terlebih dulu campuran resolving gel dimasukkan dalam gelas plate melalui dindingnya agar tidak terbentuk gelembung, hingga kira-kira satu cm dari batas atas. Setelah gel mengering, larutan stacking gel yang telah dibuat dimasukkan ke dalam cetakan di atas resolving gel dan permukaan gel 34 dipasang sisir berlubang untuk membuat cetakan sumuran hingga mengeras. Setelah gel mengeras, cetakan gel dipindahkan ke perangkat elektroforesis dan siap untuk ditempatkan protein sampel.

3.3.3.3 Loading Sampel

Elektroforesis dimulai dengan memasang gelas plate dan dirangkai dengan frame dari Bio-Rad. Masing-masing sampel protein dengan kadar protein yang sama Lampiran 5 dan 5 l marker yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam sumuran. Elektroforesis dijalankan dengan tegangan 150 volt. Proses ini dihentikan setelah warna biru turun Buffer Laemmli turun hingga 0,5 cm dari batas bawah plate.

3.3.3.4 Pewarnaan Gel

Pewarnaan gel hasil elektroforesis, dilakukan perendaman gel dalam larutan staining Coomasie briliant blue 0.1 wv dengan shaker selama 30 menit. Hasil staining dicuci dalam larutan destaining menggunakan campuran metanol:asam asetat 40:7,5. Protein yang telah didestaining discan untuk analisa lebih lanjut.

3.3.3.5 Analisa Berat Molekul dan Tingkat Ekspresi Protein

Setelah didapatkan gambar elektroforegram profil protein dalam bentuk soft copy, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan software ImageJ 1.46 http:imagej.nih.govij, dimana ketebalan intensitas pita masing-masing protein dianalisis berdasarkan jarak migrasi atau nilai Rf retention factor. Hasil analisis Rf dibandingkan untuk setiap pita protein marker yang sudah diketahui berat molekulnya melalui persamaan regresi linier Y = a + bX Lampiran 7. Nilai Rf dijadikan sebagai sumbu x dan log berat molekul sebagai sumbu y, untuk 35 mendapat nilai berat molekul maka dibuat antilog berat molekul tersebut. Selanjutnya profil protein masing-masing sampel dianalisis intensitasnya dengan membandingkan puncak-puncak yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan dengan software ImageJ 1.46. 36

3.4 Desain Penelitian

Sampling Peternakan 6 Ekor Ayam Potong 1 kg usia 4 minggu 6 Ekor Ayam Potong 1,7 kg usia 5 minggu Electrical Stunning Halal 100mA 25 Volt selama 10 detik Electrical Stunning Haram 100mA, 220 Volt selama 30 detik Non Electrical Stunning halal kontrol, 0 V, 0 A Penyembelihan Manual Isolasi Protein Uji Kadar Protein Metode Lowry Pemisahan Protein SDS-PAGE Analisis Densitometri BM protein elektroforesis Kandidat Protein Biomarker 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Ayam Potong Sebelum dan Sesudah Penyembelihan

Sampel ayam potong jenis strain Hubbard yang dijadikan bahan penelitian diambil dari satu sumber peternakan dikawasan Bekasi-Jawa Barat. Ayam jenis strain Hubbard memiliki ciri-ciri yaitu bulu berwarna putih, bentuk badan padat, warna badan yang putih kemerahan, jengger dan pial berwarna merah. Berikut adalah gambar ayam potong jenis Hubbard yang digunakan dalam penelitian, yaitu usia ayam potong 4 minggu dan 5 minggu Gambar 7. a b Gambar 7. Ayam potong sebelum penyembelihan a Usia 4 minggu 1 kg b Usia 5 minggu 1,7 kg Seluruh sampel yang diujikan dalam penelitian ini, memilki karakteristik dan ciri-ciri yang sama. Pengambilan ayam potong usia 4 minggu dilakukan, karena sebagian besar dari peternakan mulai melakukan penen dan penyebaran ke pengumpul ayam pada usia tersebut. Selanjutnya proses pengiriman ayam dari pengumpul hingga kepada konsumen biasanya ayam potong telah mencapai usia 5 minggu Winedar et al., 2006. Selanjutnya ayam potong dengan usia 4 minggu mulai dilakukan penyembelihan karena berat tubuhnya telah mencapai 1 kg, dalam kondisi ini sampel diambil pada masa periode starter usia 1 hari sampai 21 hari dan pada 38 periode finisher usia 22 hari sampai 42 hari untuk sampel ayam potong lain dengan usia 5 minggu berat 1,7 kg Rasyaf, 1996. Pemilihan sampel dengan usia ayam potong yang berbeda bertujuan pula untuk melihat keterkaitan antara pengaruh adanya perlakuan pra-penyembelihan dengan electrical stunning dan usia ayam potong. Menurut Doherty et al., 2004 melalui elekroforesis 2D menyatakan bahwa profil protein pada ayam potong akan semakin beragam dan lebih spesifik seiring bertambahnya usia ayam. Hal tersebut yang dikhawatirkan menjadi pengaruh pada hasil perlakuan electrical stunning dalam penelitian ini. Proses penyembelihan dilakukan secara manual oleh orang yang sudah berkompeten dibidangnya dan sesuai dengan peraturan dan syarat penyembelihan Hukum syar’i. Setelah proses penyembelihan pada masing-masing perlakuan electrical stunning dan kontrol ayam potong tersebut, terlihat perbedaan pada warna dagingnya Gambar 8. Gambar 8. Warna sampel daging ayam potong setelah proses penyembelihan i non electrical stunning ii halal electrical stunning iii haram electrical stunning Sampel daging ayam potong dengan perlakuan i cara konvensional non electrical stunning 0 mA, 0 Volt dan ii halal electrical stunning dengan pemberian arus listrik sebesar 100 mA, 25 Volt selama 10 detik, daging ayam potong terlihat segar berwarna putih kemerahan, sedangkan iii haram electrical i ii iii 39 stunning dengan pemberian arus listrik sebesar 100 mA, 220 Volt selama 30 detik daging ayam potong berwarna merah gelap Gambar 8. Menurut Asmara et al., 2006 daging ayam yang disembelih dengan cara yang benar dapat mengeluarkan darah dengan sempurna seperti pada sampel i dan ii. Sesuai dengan pernyataan Cross 1988 bahwa warna merah pada daging ayam, disebabkan provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Hal ini didukung pula oleh penelitian Lawrie 2003 bahwa pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar ayam potong. Berbeda dengan warna gelap pada daging ayam, yaitu diakibatkan pengeluaran darah berupa pigmen haemoglobin yang tidak sempurna Lawrie, 2003. Daging ayam sampel iii pada penelitian ini berasal dari ayam sehat tetapi mengalami kerusakan fisik akibat electrical stunning yang over voltage dan sengaja dibiarkan mati tanpa proses penyembelihan. Perlakuan tersebut menyebabkan tidak terjadinya proses pengeluaran darah hingga ayam mengalami kematian. Pigmen haemoglobin yang masih terdapat di dalam daging ayam inilah yang menyebabkan perubahan warna daging menjadi gelap.

4.2 Isolasi Protein dari Jaringan Otot Daging Ayam Potong