Profil Protein Isolat Jaringan Otot Daging Ayam Potong hasil SDS-

46

4.4 Profil Protein Isolat Jaringan Otot Daging Ayam Potong hasil SDS-

PAGE Pemisahan dan karakterisasi protein jaringan otot daging ayam potong dilakukan dengan teknik SDS-PAGE menggunakan separating gel 14 dan stacking gel 6 melalui pewarnaan gel menggunakan coomassie brilliant blue . Prinsip analisis SDS-PAGE yaitu pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul akibat adanya arus listrik yang diberikan. Penggunaan separating gel 14 ini, diharapkan protein akan terpisah pada kisaran berat molekul 10 –200 kDa. Merujuk pada penelitian Doherty et al. 2004, pita protein pada ekstrak jaringan otot daging ayam potong segar menggunakan separating gel 12,5 dapat menghasilkan profil protein dengan berat molekul pada kisaran 6-200 kDa. Proses elektroforesis pada penelitian ini menggunakan tegangan listrik 150 V dengan arus sebesar 40 mA, pengaturan ini dapat dimodifikasi oleh penggunanya sesuai dengan keperluan dan pengalaman percobaan. Oleh karena itu, pengaturan pada penelitian ini dipilih karena telah memberikan hasil yang paling baik diantara beberapa percobaan yang telah dilakukan. Hasil elektroforesis SDS-PAGE jaringan otot daging ayam potong dengan perlakuan electrical stunning dan non electrical stunning, dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. 47 Gambar 11. Gel ke-1 Pemisahan Elektroforesis Jaringan Otot Daging Ayam Potong 1, 2 Duplo Ayam Potong 4 minggu 1 Kg; A Perlakuan Stunning Halal; B Perlakuan Stunning Haram; C Perlakuan Non Stunning Halal dan Marker M. Gambar 12. Gel ke-2 Pemisahan Elektroforesis Jaringan Otot Daging Ayam Potong 3, 4 Duplo Ayam Potong 5 minggu 1,7 Kg; A Perlakuan Stunning Halal; B Perlakuan Stunning Haram; C Perlakuan Non Stunning Halal dan Marker M. 211,475 118,579 78,995 53,054 36,881 28,643 17,809 8,4 kDa M A1 B1 C1 A2 B2 C2 kDa M A3 B3 C3 A4 B4 C4 a b c d e f g h i 211,475 118,579 78,995 53,054 36,881 28,643 17,809 8,4 a b c d e f g h i 48 Penentuan berat molekul tiap-tiap pita protein dilakukan dengan menggunakan persamaan garis lurus yang diperoleh dari kurva standar protein pembanding marker dari Bio-Rad. Kurva standar dibuat berdasarkan hubungan antara mobilitas relatif Rf dengan logaritma berat molekul Log BM Lampiran 7. Pita protein masing-masing sampel yang diperoleh dari hasil SDS-PAGE dihitung nilai Rf nya. Perhitungan Rf protein dilakukan dengan mengukur jarak pergerakan sampel kemudian dibandingkan dengan jarak tracking dye. Pengukuran nilai RF dilakukan dengan menggunakan software ImageJ 1.46 sebagai nilai x yang kemudian dimasukkan pada persamaan regresi linear . Berdasarkan hasil perhitungan Rf dan log BM pada marker protein diperoleh persamaan regresi line ar pada gel ke-1 dan gel ke-2 berturut turut yaitu Y = -0,001x + 2,222 dengan r= 0,943 dan Y = -0,001x + 2,212 dengan r=0,939. Gel hasil SDS-PAGE memperlihatkan adanya 25 pita band protein. Diantara 25 pita protein yang terbentuk, terdapat 9 pita protein yang terlihat dengan intensitas ketebalan yang lebih tebal dibandingkan dengan pita protein sejenis yang terlihat lebih tipis Gambar 11 dan Gambar 12. Tebal tipisnya pita protein yang terlihat merupakan gambaran banyaknya jumlah protein yang terkandung pada berat molekul tertentu. Semakin tinggi konsentrasi sampel semakin tebal pita yang terbentuk Pasila, 2008. Oleh sebab itu, pada penelitian ini setiap sampel yang dimasukkan kedalam sumur gel elektroforesis dibuat sama dalam jumlah volume dan konsentrasi dari jumlah kadar protein yang dimiliki sampel. Selain itu dilakukan analisis lebih lanjut seperti melalui blotting dengan software ImageJ 1.46 untuk mengetahui intensitas tebal tipisnya pita protein yang terbentuk. Berdasarkan hasil gambar elektroforegram SDS-PAGE, terlihat bahwa 49 profil protein jaringan otot daging ayam potong secara keseluruhan menghasilkan pita-pita protein yang beragam dan terletak pada kisaran bobot molekul 10-140 kDa sesuai dengan perhitungan data gel Lampiran 9. Masing-masing lajur gel pada perlakuan electrical stunning dan non electrical stunning menunjukkan adanya sekitar 25 pita protein yang muncul berdasarkan puncak intensitasnya. Namun bila dikelompokkan pada pita protein yang terlihat lebih tebal Gambar 11 dan Gambar 12, masing-masing isolat protein baik pada perlakuan electrical stunning maupun non electrical stunning menunjukkan adanya 9 pita protein yang muncul dengan intensitas BM sekitar 80 kDa a, 53-60 kDa b, 53 kDa c, 50 kDa d, 48 kDa e, 30 kDa f, 29 kDa g dan satu pita di daerah 17 kDa h serta 8 kDa i. Hasil kedua gel dari isolat protein jaringan otot daging ayam potong yang disembelih dengan perlakuan non electrical stunning, diperoleh pita- pita yang terlihat sama dengan penyembelihan electrical stunning tetapi dengan intensitas yang berbeda. Beberapa protein spesifik yang muncul pada kisaran berat molekul tersebut diduga merupakan protein spesifik yang diekspresikan dalam jaringan otot daging ayam potong. Protein spesifik tersebut, selanjutnya dilakukan penentuan jenis protein yang dihasilkan dengan membandingkan literatur yang dimiliki oleh Doherty et al., 2004. Berdasarkan data protein Tabel 3 Tinjauan Pustaka dengan protein berat molekul yang didapatkan, hasil datanya dapat dilihat pada tabel dibawah. 50 Tabel 6. Jenis pita protein spesifik yang muncul pada jaringan otot daging ayam potong berdasarkan berat molekulnya. Kisaran BM pada gel Prediksi nama protein a BM a a 80 kDa Ovotransterrin 79,5 kDa b 53-60 kDa Piruvat Kinase 58 kDa Aldehid Dehidrogenase 56 kDa Protein vitamin D 55 kDa c 53 kDa PIT 54 53 kDa d 50 kDa Tubulin β-7 50 kDa e 48 kDa α-enolase 47,5 kDa Sitrat sintase 47,5 kDa β-enolase 47 kDa f 30 kDa Tropomiosin α-chain VDAC2 b 32,8 kDa 30,2 kDa g 29 kDa Triosepospat isomerase 26,7 kDa h 17 kDa Nukleosida dipospat kinase 17,5 kDa i 8 kDa Asam lemak-ikatan protein 7,97 kDa Keterangan: a Doherty et al., 2004 b Samah et al., 2011 Hasil ekspresi gel pada penelitian ini sesuai pula dengan pola ekspresi dan intensitas protein yang ditemukan oleh Zaman et al. 2012 yaitu memiliki kemiripan jika membandingkan dengan resolusi pita diantara kedua gel tersebut, namun dengan level ekspresi yang relatif berbeda. Berat molekul 36-53 kDa terdapat adanya empat pita protein. Protein tersebut kemungkinan besar dinyatakan sebagai albumin, piruvat kinase, beta-enolase dan kreatine kinase. Protein ini juga telah dilaporkan sebagai bagian yang dominan dalam level ekspresi jaringan otot rangka ayam Zaman et al., 2012. Selanjutnya untuk mengidentifikasi pita-pita protein yang dihasilkan secara kuantitatif maka dilakukan analisis dengan densitometri menggunakan software ImageJ 1.46. Berdasarkan data intensitas pita protein dengan densitometri, pada berat molekul dengan kisaran 10-211,47 kDa disajikan dalam bentuk Lampiran 9. 51 Merujuk pada penelitian Samah et al. 2011 terdapat dua pita protein pada kisaran 28-36 kDa Rf diantara 700-800 yang terekspresi relatif sama dengan pita protein sampel lainnya, namun dengan intensitas berbeda. Data intensitas pita protein pada kisaran berat molekul dan nilai RF tersebut disajikan pada tabel di bawah. Tabel 7. Data intensitas profil protein berat molekul kisaran 28-36 kDa Rf diantara 700-800. Sampel Rf Intensitas BM Sampel Rf Intensitas BM A1 713 134,40 32,28494 A3 806 155,14 26,91535 742 219,76 30,19952 814 153,48 25,00345 A2 713 123,00 32,28492 A4 806 145,31 26,91535 742 126,00 30,19952 814 145,33 25,00345 B1 713 200,67 32,28494 B3 806 136,77 26,91535 742 210,00 30,19952 814 136,01 25,00345 B2 713 141,67 32,28494 B4 806 145 26,91535 742 151,01 30,19952 814 144,7 25,00345 C1 713 171,33 32,28494 C3 806 153,371 26,91535 742 144,35 30,19952 814 144,667 25,00345 C2 713 180,33 32,28494 C4 806 158,17 26,91535 742 144,67 30,19952 814 154,37 25,00345 Keterangan: 1, 2 Duplo Ayam Potong 4 minggu 1 Kg; 3, 4 Duplo Ayam Potong 5 minggu 1,7 Kg; A Perlakuan Stunning Halal; B Perlakuan Stunning Haram; C Perlakuan Non Stunning Halal. Hasil data tabel di atas menunjukkan intensitas pola profil protein pada perlakuan electrical stunning halal dan electrical stunning non halal dengan kontrol cenderung berbeda. Sampel ayam potong usia 4 minggu yaitu A1, A2, B1, B2 memiliki intensitas pita protein yang semakin tinggi seiring menurunnya berat molekul dari 32,2849 kDa menjadi 30,19952 kDa, sedangkan pada sampel C1 dan C2 intensitasnya semakin menurun. Hasil ini tidak jauh berbeda pada usia ayam potong 5 minggu yang juga pada sampel C3 dan C4 intensitas profil proteinnya semakin menurun. Namun, berbeda pada sampel yang diberi perlakuan electrical stunning A3, A4, B3, B4 dimana intensitasnya cenderung memiliki nilai yang 52 sama dan tidak jauh berbeda seperti pada intensitas kontrol. Hal tersebut diakibatkan pada perlakuan electrical stunning yang diberi arus listrik. Perlakuan inilah yang diduga mampu memicu lepasnya protein ke dalam sistem metabolisme sebagai akibat dari respon stress yang diberikan dari luar. Gambar 13. Perbedaan intensitas pada densitogram masing-masing sanpel jaringan otot daging ayam potong 1 Ayam Potong 4 minggu 1 Kg; 3 Ayam Potong 5 minggu 1,7 Kg; A Perlakuan Stunning Halal; B Perlakuan Stunning Haram; C Perlakuan Non Stunning Halal 53 Berdasarkan gambar densitogram pada masing-masing sampel usia ayam potong 4 minggu dan 5 minggu tersebut, terlihat bahwa masing-masing intensitas pita protein relatif berbeda satu sama lainnya. Perbedaan intensitas tersebut diduga akibat dari adanya level ekspresi protein yang berbeda pula pada masing- masing perlakuan pra-penyembelihan. Perbedaan tersebut terlihat pada perlakuan electrical stunning halal dan haram yang menghasilkan intensitas pita protein lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan non electrical stunning halal sebagai kontrol. Hasil yang sama juga didapat dari gel ke-2 elektroforesis SDS-PAGE sebagai variabel pembeda usia ayam potong. Perbedaan intensitas tersebut tetap terjadi pada sampel ayam potong beda usia, dengan begitu kemungkinan hasil data penelitian mengenai adanya perbedaan profil protein akibat electrical stunning ini bukan dipengaruhi oleh perbedaan usia ayam potong. Mekanisme penting kerusakan jaringan otot akibat sengatan arus listrik disebabkan oleh adanya elektroporasi. Elektroporasi adalah pembentukan kanal- kanal hidrofilik pada membran sel akibat paparan arus listrik sehingga mengakibatkan hilangnya permeabilitas membran sel terhadap ion-ion dan molekul-molekul yang larut dalam air. Lubang-lubang pada membran sel tersebut mengakibatkan materi intraseluler ke luar sel dan mengganggu fungsi sel. Karakteristik lapisan lipid membran sel yang mudah dipengaruhi oleh energi listrik adalah karena lipid memiliki kutub bermuatan listrik dan mempunyai permeabilitas terhadap ion-ion serta molekul hidrofilik. Permeabilitas ion-ion lebih mudah terjadi pada tempat kerusakan membran sel. Kerusakan tersebut ditandai dengan longgarnya ikatan antar molekul lipid, sehingga mempermudah penetrasi ion-ion dan molekul 54 hidrofobik. Selanjutnya terjadi proses pembentukan formasi lipid kembali ke keadaan normal melalui proses rotasi dan gerakan flip-flop molekul lipid Gambar 14 Song, 1991. Gambar 14. Alur elektroporasi Eka, 2013 Arus listrik yang melewati membran sel-sel akan tertahan oleh adanya lapisan lipid yang berada di membran sel. Energi listrik tersebut akan diubah menjadi panas yang membakar sel-sel, sehingga mengakibatkan kerusakan ikatan kimia molekul protein denaturasi dan koagulasi protein baik protein yang membentuk membran sel maupun protein intraseluler lainnya. Sel tersebut juga kehilangan kemampuan permeabilitasnya, sehingga materi-materi intraseluler keluar melewati membran sel, akhirnya sel otot akan mengalami kematian nekrosis. Materi intraseluler tersebut adalah enzim-enzim sel, elektrolit- elektrolit kalium, klorida Price et al., 1995. Listrik akan menyebabkan stimulus yang terus menerus pada voltage-gate channels membran sel sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel. Otot merupakan salah satu jaringan tubuh yang mempunyai kelistrikan yang diperankan oleh ion-ion intrasel dan ekstrasel. Rangsangan listrik mengakibatkan perubahan potensial membran istirahat yang ditandai dengan ion natrium masuk ke intrasel otot depolarisasi. Proses depolarisasi akan diikuti oleh proses repolarisasi yang ditandai Sebelum terpapar arus listrik Membran sel Saat terpapar arus listrik Setelah terpapar arus listrik 55 dengan keluarnya ion kalium ke ekstrasel otot. Akibatnya terjadi hiperkontraksi otot yang ditandai oleh adanya serabut otot yang tampak bergelombang, serabut otot terputus dan keluarnya eritrosit dari pembuluh darah hiperemi. Arus listrik mengakibatkan kontraksi otot yang sangat kuat sehingga menimbulkan perdarahan serabut otot Puschel et al., 1979. Selanjutnya paparan listrik menyebabkan materi-materi intraseluler ke luar sel seperti mioglobin, enzim dan jenis protein lainnya. Membran sel yang mengalami cedera menyebabkan membran sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup, sehingga kenaikan konsentrasi natrium dalam sel menarik air masuk ke dalam sel. Sel membengkak dan sitoplasma menjadi pucat yang menyebabkan sel tidak dapat lagi melangsungkan metabolisme. Kematian sel atau jaringan pada organisme hidup disebut nekrosis Janssen,1984. Kerusakan sel menyebabkan molekul-molekul intrasel termasuk enzim dan protein dapat keluar sel. Peningkatan kadar suatu enzim atau kadar protein yang sangat berlebihan dalam serum atau plasma inilah yang menjadi petanda adanya kerusakan sel yang mengandung enzim akibat pemberian arus listrik Viterbo, 1965. Hasil penelitian Samah et al., 2011 menjelaskan hubungan antara proses electrical stunning dengan ekpresi protein tertentu pada jaringan otot daging ayam potong. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ayam potong yang diberi perlakuan electrical stunning 0,75 A dan 70 Volt menghasilkan satu spot protein yang terekspresi dalam jumlah relatif besar dan hasil tersebut tidak ditemukan pada ayam potong yang tidak diberi perlakuan electrical stunning kontrol. Hasil pemeriksaan spot protein tersebut, teridentifikasi sebagai Voltage Dependent Anion Chanel 2 VDAC2 dengan berat molekul 30,293 kDa. Berdasarkan penelitian tersebut, protein VDAC2 disarankan sebagai kandidat biomarker untuk 56 mengidentifikasi perbedaan daging ayam potong yang diberi perlakuan electrical stunning. Berat molekul 30,293 kDa yang dijadikan kandidat biomarker tersebut mendekati dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu menunjukkan berat molekul 30,19952 kDa pada sampel ayam potong usia 4 minggu. Perbedaan usia atau bobot ayam potong tersebut berpengaruh pada profil protein masing-masing sampel ayam potong. Perbedaan tersebut sangat terlihat pada pita protein paling tebal yaitu antara bobot molekul 40-60 kDa. Terlihat pada Gambar 12, yaitu usia ayam potong yang lebih dewasa usia 5 minggu memiliki pemisahan pita protein yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pita profil protein pada usia ayam 4 minggu. Hal ini dibandingkan dengan penelitian dari Doherty et al., 2004, yang menyatakan usia ayam yang semakin dewasa memiliki pita profil protein yang lebih spesifik dan lebih banyak. 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan