Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Penerimaan diri self acceptance merupakan variabel yang penting dan telah teruji dalam berbagai terapi Gestalt dan Rogerian Carson dan Butcher, 1992. Pengembangan kesadaran diri dan penerimaan diri individu merupakan objek utama terapi Gestalt yang mengarah pada aktualisasi diri Golstein dalam Sarason, 1972. Oleh karena itu, masalah penerimaan diri adalah masalah yang penting dan serius dalam kehidupan manusia. Penerimaan diri penting karena merupakan asas untuk membentuk diri yang baik supaya kita dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada. Penerimaan diri adalah asas meningkatkan diri untuk menghadapi cobaan hidup. Apabila individu tidak memiliki penerimaan diri yang baik, maka perasaan kecewa, sedih, ketidakpuasan dan hilang semangat akan timbul, bahkan individu juga akan hilang keyakinan dan tujuan di dalam hidupnya. Ciri-ciri tersebut dapat mengakibatkan individu tersebut masuk dalam situasi stres apabila menemui kegagalan dan kemungkinan dapat membuat individu bersikap pasif. 1 Penerimaan diri juga berlaku melalui sosialisasi dengan individu lain karena penerimaan diri mempengaruhi tindak-tanduk individu dalam menghadapi cobaan hidup yang dialaminya. Individu yang mempunyai penerimaan diri yang baik dapat mengatasi atau mengendalikan masalah yang timbul dalam hidupnya. Pernyataan tersebut di dukung oleh Calhoun dan Acocella 1990 yang mengatakan bahwa penerimaan diri akan membantu individu dalam menyesuaikan diri, sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi. Senada dengan Skinner 1953 yang menyebutkan salah satu kriteria utama bagi suatu kepribadian yang terintegrasi dengan baik adalah menerima diri sendiri. Individu yang mempunyai penerimaan diri baik dikatakan sebagai orang yang menyukai dan menghargai dirinya dengan melihat dirinya berhubungan dengan dunia luar. Sebaliknya, individu yang mempunyai penerimaan diri yang buruk melihat dirinya sebagai orang yang membenci dan tidak menghargai diri, merasa dirinya tidak nyaman dalam berhubungan dengan sekitarnya. Hurlock 1974 membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori. Pertama, dalam penyesuaian diri. Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri self confidence dan harga diri self esteem. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Brooks Golstein 2009 bahwa penerimaan diri dikaitkan dengan penghargaan diri dan rasa percaya diri. Individu lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistik, sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. 2 Dengan penilaian realistik terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan merasa puas menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. Kedua, dalam penyesuaian sosial. Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan demikian, orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri, sehingga mereka cenderung lebih berorientasi pada dirinya sendiri self oriented. Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri rendah cenderung tidak berani menghadapi cobaan dan senantiasa mencoba melarikan diri dari masalah atau tanggung jawab Hurlock, 1974. Ini disebabkan karena individu tersebut takut menghadapi kegagalan, sehingga individu tidak ingin melibatkan diri dalam berbagai aktivitas dan akan mengasingkan diri dari orang lain. Individu senantiasa memikirkan sesuatu yang tidak baik pada diri mereka sendiri, bersikap pesimistik dengan masa depannya, bahkan bertingkah laku buruk pada pendapat, pandangan ataupun kritikan orang lain. Emosi dan mental individu menjadi mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur luar karena tidak mempunyai keyakinan, tidak berpendirian, dan tidak tabah, sehingga individu tidak dapat membuat keputusan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. 3 Penerimaan diri yang rendah merupakan faktor penting yang mempengaruhi ide dan percobaan bunuh diri Golstein dalam Sarason, 1972. Ketika ditolak oleh kelompok maupun lingkungan sekitarnya, individu yang memiliki penerimaan diri yang baik mungkin akan merasa tertekan untuk sementara, tapi perasan itu akan segera hilang. Individu bebas dari kesalahan manusiawi dan tidak memandang dirinya sebagai seseorang yang harus marah, takut atau menghindar dari konflik keinginan. Individu merasa memiliki hak untuk mempunyai ide, aspirasi, dan keinginan sendiri, sehingga mereka tidak akan mengeluh tentang kepuasan hidup. Sedangkan individu dengan penerimaan diri yang rendah akan terus merasa ditolak karena perasaan rendah dirinya dan merasa dirinya lebih buruk dari teman-temannya. Penerimaan diri merupakan hasil instropeksi melalui pengamatan, pemikiran dan perasaan diri. Pernyataan tersebut didukung oleh Chaplin 2006 yang menyatakan proses penerimaan diri dimulai melalui proses pengamatan, pemikiran dan perasaan serta penilaian-penilaian terhadap diri sendiri. Senada dengan Cronbach 1963 yang mengatakan bahwa untuk mencapai penerimaan diri harus melalui introspeksi terhadap diri sendiri. Supraptiknya 1995 menambahkan bahwa proses terbentuknya penerimaan diri berkaitan dengan pembukaan diri, kesehatan psikologis dan penerimaan terhadap orang lain. Jika seseorang dapat menerima diri dengan baik maka dengan mudah akan membuka diri. Demi penerimaan diri maka kita harus bersikap tulus dan jujur dalam membuka diri. Bila kita menyembunyikan sesuatu tentang diri kita, penerimaan yang ditunjukkan oleh orang lain atas diri kita justru bisa mengurangi 4 penerimaan diri kita. Selanjutnya, kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Orang yang sehat secara psikologis memandang dirinya disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis, kita harus menerima diri kita. Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita akan berpikir positif tentang orang lain. Dengan demikian, masalah penerimaan diri menjadi sangat penting bagi seseorang, maka penting pula untuk diteliti. Peneliti berminat untuk meneliti penerimaan diri pada Anak Berhadapan Hukum ABH, karena pengalaman selama dipenjara akan membuat penerimaan diri yang tadinya baik akan menjadi terhambat, bahkan mungkin rusak. Di mana hal tersebut juga dapat kita lihat dari proses terbentuknya penerimaan diri yang telah dijelaskan sebelumnya. Layaknya hukum rimba, di penjara orang-orang yang mempunyai kekuatan akan menguasai orang-orang yang lemah dan biasanya semakin berat tingkat kejahatan seseorang maka ia akan semakin dihargai. Tahanan anak seringkali diperlakukan sama dalam penjara layaknya tahanan dewasa. Terlebih lagi ketika tahanan anak ini bersatu dengan para tahanan dewasa, karena terkadang mereka harus bersatu dan berinteraksi dengan para tahanan dewasa. Interaksi yang sangat terbuka antara tahanan anak dengan tahanan dewasa seringkali membawa efek negatif bagi tahanan anak. Beberapa efek lain terjadi di dalam tahanan, seperti perkelahian antar tahanan anak atau pemalakan yang dilakukan oleh beberapa tahanan yang menjadi kaki tangan tahanan dewasa, sehingga tahanan anak seringkali menjadi korban eksploitasi para tahanan dewasa. 5 Bahkan setelah bebas, mereka masih harus dihadapkan dengan stigma buruk dari masyarakat di sekitarnya. Penjara dengan segala macam permasalahan dan kondisinya telah menjadi identitas sosial tersendiri di masyarakat. Penjara sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang dinilai telah melakukan tindak kejahatan di tengah masyarakat, secara laten telah menerapkan beberapa nilai tersendiri. Anak Berhadapan Hukum ABH yang ingin kembali dalam masyarakat dan ingin hidup normal berada dalam suatu dilema. Di satu sisi, mereka ingin kembali bisa hidup bersama dengan masyarakat umum, tetapi di sisi lain mereka merasa kesulitan untuk merubah sikap dan pandangan masyarakat yang telah memberikan predikat buruk pada orang-orang yang keluar dari penjara. Kondisi yang demikian ini mengakibatkan kehidupan psikis ABH kurang stabil, banyak memendam konflik internal dan konflik dengan lingkungannya. Akibatnya, ABH dalam kelanjutan hidupnya menemui kesulitan untuk menerima diri dalam keadaannya yang sebenarnya. Masalah inilah yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu kondisi penerimaan diri pada ABH. Individu yang dapat menerima dirinya sendiri berarti individu yang mampu menerima keberadaan diri apa adanya, menerima semua kelebihan dan kekurangan dirinya. Penerimaan diri dalam kehidupan merupakan proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan. Seseorang yang mampu menerima keberadaan dirinya sendiri memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Penerimaan diri bagi seseorang yang pernah mengalami kehidupan hitam sering membuat orang yang bersangkutan sulit menerima dirinya. 6 Selanjutnya, yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri self acceptance, seperti pemahaman diri, harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri, perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil. Semua faktor-faktor penerimaan diri tersebut akan membawa seseorang ke karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Allport dalam Hjelle Zeigler, 1992 menyatakan bahwa karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri yang baik adalah memiliki gambaran yang positif tentang dirinya, dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi dan kemarahannya, dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila orang lain memberikan kritik, serta dapat mengatur keadaan emosi mereka dari rasa marah. Senada dengan Hjelle 1992 yang mengemukakan bahwa karakteristik seseorang yang memiliki penerimaan diri yang tinggi adalah mempunyai gambaran positif terhadap dirinya dan dapat bertahan dalam kegagalan atau kepedihan serta dapat mengatasi keadaan emosionalnya seperti depresi, marah dan rasa bersalah. Sheerer dalam Cronbach, 1963 menyatakan bahwa ciri-ciri seseorang yang mau menerima diri adalahm empunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupannya, menganggap dirinya berharga sebagai seseorang manusia yang sederajat dengan orang lain, berani memikul tanggung 7 jawab terhadap perilakunya, menerima pujian dan celaan secara objektif, tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya. Jersild 1978 memberikan perbedaan karakteristik individu yang menerima keadaan dirinya atau yang telah mengembangkan sikap penerimaan terhadap keadaannya dan menghargai diri sendiri, yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri secara irrasional. Orang yang menerima dirinya menyadari asset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya. Mereka juga menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri sangat penting untuk ditelaah lebih dalam, karena faktor-faktor tersebut adalah penentu dari karakteristik penerimaan diri yang baik pada individu. Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan peneliti ingin mengetahui “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri: Sebuah Penelitian dikalangan Anak Berhadapan Hukum ABH di Panti Sosial Marsudi Putra PSMP Handayani.” 8

1.2 Identifikasi Masalah