Kerangka Berpikir KAJIAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan faktor-faktor penerimaan diri yang telah ditentukan, maka faktor- faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap penerimaan diri Anak Berhadapan Hukum ABH meliputi pemahaman diri, harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri, perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil. Faktor-faktor penerimaan diri tersebutlah yang akan membawa seseorang ke karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Karena jika seseorang memiliki karakteristik penerimaan diri yang baik, maka individu tersebut dapat dengan mudah membuka diri. Individu akan memandang dirinya disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain. Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita akan berpikir positif tentang orang lain. Begitu juga sebaliknya, bila kita menyembunyikan sesuatu tentang diri kita, penerimaan yang ditunjukkan oleh orang lain atas diri kita justru bisa mengurangi penerimaan diri kita. Selanjutnya, karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri rendah cenderung tidak berani menghadapi cobaan dan senantiasa mencoba melarikan diri dari masalah atau tanggung jawab karena individu tersebut takut menghadapi kegagalan, sehingga individu tidak ingin melibatkan diri dalam berbagai aktivitas dan akan mengasingkan diri dari orang lain. Individu senantiasa memikirkan sesuatu yang tidak baik pada diri mereka sendiri, bersikap pesimistik dengan masa 28 depannya, bahkan bertingkah laku buruk pada pendapat, pandangan ataupun kritikan orang lain. Emosi dan mental individu menjadi mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur luar karena tidak mempunyai keyakinan, tidak berpendirian, dan tidak tabah, sehingga individu tidak dapat membuat keputusan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. Selain itu, individu akan merasa ditolak karena merasa dirinya lebih buruk dari teman-temannya. Selanjutnya, jika diuraikan lebih satu-persatu dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, dimulai dari pemahaman diri, yaitu pemahaman tentang diri sendiri. Hal ini dapat timbul dari kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya. Individu yang dapat memahami dirinya sendiri tidak akan hanya tergantung dari kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga pada kesempatannya untuk penemuan diri sendiri. Oleh karena itu, pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan dengan berdampingan, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya, maka semakin dapat menerima dirinya. Yang kedua adalah adanya harapan yang realistik. Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri harapannya, yang disesuaikan dengan pemahaman dengan kemampuannya, bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya, sehinnga memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Dengan penilaian yang realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. Dengan memiliki harapan yang realistik, maka akan 29 semakin besar kesempatan tercapainya harapan itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan diri, yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri. Yang ketiga adalah bebas dari hambatan lingkungan. Walaupun seseorang sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi bila lingkungan disekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapan orang tersebut tentu akan sulit tercapai. Oleh karena itu bebas dari hambatan libgkungan juga merupakan faktor yang berperan penting dalam penerimaan diri seseorang. Yang keempat adalah sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan. Tidak adanya prasangka, karena adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu untuk mengikuti kebiasaan lingkungan. Apabila masyarakat dapat bersikap dengan baik pada individu yang bersangkutan, hal tersebut akan membuat individu merasa dihargai, sehingga akan memberikan dampak yang positif pada diri individu tersebut, yang akhirnya akan mendukung kearah penerimaan diri yang baik. Yang kelima adalah tidak ada tekanan emosi yang berat. Hal ini penting dalam penerimaan diri seseorang, karena akan tercipta individu yang dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia. Orang yang tidak dapat menerima emosi berarti tidak dapat menerima dirinya sendiri karena sering menyalahkan orang lain atas kemarahan yang dirasakannya dan meyakinkan diri bahwa kesedihan dan kecemasan itu memalukan, apabila tidak sepenuhnya menerima emosi, kita akan kehilangan kebijaksanaan membuat keputusan yang tepat untuk bertindak. 30 Yang keenam adalah pengaruh keberhasilan yang dialami, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan penerimaan diri dan sebaliknya kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan adanya penolakan diri. Oleh karena itu pengaruh keberhasilan sangat penting dalam penerimaan diri seseorang karena rasa dapat menerima diri atas keberhasilan yang didapatkan inilah yang akan menghindarkan kita dari jatuh kepada rasa rendah diri inferiority complex atau hilangnya kepercayaan diri sehingga akan mudah tersinggung dan mudah pula menyinggung perasaan orang lain. Yang ketujuh adalah identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri. Mengindentifikasi diri dengan orang yang well adjusted dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri, dan bertingkah laku dengan baik yang bisa menimbulkan penilaian diri yang baik dan penerimaan diri yang baik. Yang kedelapan adalah perspektif diri, yang dalam hal ini adalah perspektif diri yang luas, yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif diri yang luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal ini usia dan tingkat pendidikan memegang peranan penting bagi seseorang untuk mengembangkan perspektif dirinya. Yang kesembilan adalah pola asuh di masa kecil yang baik. Pola asuh di masa kecil yang baik cenderung akan berkembang sebagai orang yang dapat menghargai dirinya sendiri. Individu yang mempunyai penerimaan diri baik dikatakan sebagai orang yang menyukai atau menghargai dirinya. 31 Konsep diri yang stabil. Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil seperti kadang menyukai diri dan kadang tidak menyukai diri, akan sulit menunjukan pada orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya. Oleh karena itu, individu yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat melihat dirinya dengan cara yang sama hampir sepanjang waktu dan mampu memberikan individu yang lain gambaran yang jelas tentang apa dia sebenarnya karena ia tidak ambivalen tentang dirinya dikemudian hari. Jika individu tersebut mengembangkan kebiasaan untuk memiliki penerimaan diri, maka ia harus melihat dirinya sesering mungkin agar dapat memperkuat konsep dirinya, sehingga penerimaan diri menjadi kebiasaan. Konsep diri akan menguntungkan individu yang menerima diri sendiri. Jika tidak menguntungkan, secara alami akan mengakibatkan penolakan diri. Dengan demikian, semakin tinggi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, maka semakin tinggi penerimaan diri seseorang. 32 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut: Pemahaman diri Harapan yang realisti k Bebas dari hambatan lingkungan Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan Penerimaan diri self acceptance Tidak ada tekanan emosi yang berat Pengaruh keberhasilan Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri Perspektif diri Pola asuh di masa kecil yang baik Konsep diri yang stabil 33

2.4. Hipotesis