BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi kalangan Muslim, al-Quran adalah Kitab Suci sekaligus petunjuk huda. Oleh sebab itu kajian-kajian yang dilakukan kalangan Muslim mengenai
al-Quran sebagian besar merupakan kajian dalam rangka mengungkap makna teks al-Quran baca: tafsir.
1
Dengan kerangka al-Quran adalah petunjuk, para sarjana Muslim lalu merumuskan kesepakatan bersama tentang al-Quran: bahwa al-Quran sh
ảlih li kuli zam
ản wa makản al-Quran relevan di setiap zaman dan tempat. Artinya, al- Quran dapat dipahami dengan baik jika penafsir kitab suci mampu
mendialogkannya secara kritis, dinamis, dan proporsional. Diktum ini setidaknya memberi ruang bagi berbagai pemahaman al-Quran yang akan selalu berkembang
seiring perkembangan peradaban dan budaya manusia.
2
Atas dasar proporsisi di atas, maka wajar Nasr Hamid Abu Zayd menyebut peradaban Islam sebagai peradaban teks. Mengingat peradaban Islam berporos
pada ‘Narasi Besar’ bernama al-Quran.
3
Dari ’Narasi’ ini lahir ribuan karya intelektual yang ditulis para sarjana Muslim, baik klasik maupun mutakhir,
sebagai bentuk persembahan pemikiran dan solusi pada konteksnya serta sebagai
1
Ihsan Ali-Fauzi, “Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis atas Karya- karya dalam Bahasa Arab” Jurnal UQ, II. 1990, h. 12.
2
Very Verdiansyah, Islam Emansiaptoris: Menafsir Agama untuk Praksis Pembebasan Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat [P3M] dan Ford Foundation
Jakarta, 2004, h. 3.
3
Nasr Hamid Abu Zayd, Tekstualitas al-Quran; Kritik Terhadap Ulumul Quran, penerjemah Khoiron Nahdliyyin Yogyakarta: LkiS, 2003, h. 1.
1
rekapitulasi nilai-nilai agama dan untuk menegaskan kembali pemahaman Islam standar bagi para pengikutnya.
4
Semula usaha menafsirkan al-Quran diserahkan sepenuhnya kepada Nabi sebagai penafsir tunggal. Tapi setelah kematian beliau, proses penafsiran al-Quran
jatuh ke tangan para sahabat. Setidaknya ada 10 sahabat yang mendapat anugerah berat itu. Seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar ibn al-Khattab, Usman ibn Affan,
Ali ibn Abu Talib, Abdullah ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zait ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abdullah ibn Zubair.
5
Bila ditelisik dari sisi sejarah, keberhasilan Islam sebagai pandangan hidup world view masyarakat Arab pada abad VII M yang melampaui agama-agama
pendahulunya, Yahudi dan Kristen serta kepercayaan lokal kaum pagan pribumi tak bisa dipisahkan dari peran tafsir kontekstual-liberatif Nabi.
6
Mengingat betapa pentingnya posisi tafsir al-Quran dalam menentukan wajah Islam sebagai penebar
kasih bagi semesta, maka proses dan tradisi ini harus dipertahankan untuk selalu terus-menerus, berkembang, dan kaji-ulang sampai semua metode keilmuan yang
dibangun manusia betul-betul bisa menjaring seluruh makna yang terkandung dalam al-Quran. Sebab secara inheren, al-Quran selalu menebarkan sayap
maknanya pada setiap pembaca dan kondisi.
7
4
Didin Syafruddin, “Karakter Literatur Indonesia tentang al-Qur’an.” Jurnal Studia Islamika
2, No.2 1995, h. 180. Review buku Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia; Dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab
, penerjemah Tajul Arifin, Bandung: Mizan, 1996.
5
Ahli tafsir di kalangan sahabat sebenarnya banyak jumlahnya tapi yang paling terkenal 10 sahabat di atas. Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Tim Pustaka
Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, h. 411.
6
Harun Nasution, Islam Rasional Bandung: Mizan, 1998, h. 298.
7
Lihat M. Quraisy Shihab, Mukjizat al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan
Gaib Bandung: Mizan, 2001, h. 94. Schoun, seperti yang dikutip A’la, menambahkan bahwa keunikan al-Quran karena bahasa al-Quran tidak disusun dalam bentuk
pernyataan doktrinal melainkan dalam bentuk narasi historis dan eskatologis. Abd A’la, al-Quran dan Hermeneutik; Memahami Bahasa Agama dalam Wacana Neo-Modernitas
Jakarta: Jurnal taswirul Afkar, Edisi VIII, 2000, h. 122.
2
Karena upaya pengakraban terhadap al-Quran dengan berbagai metode dan pendekatannya adalah tugas setiap generasi, harus diingat bahwa hasil
interpretasi tidak pernah sampai pada level absolut dan benar secara mutlak. Sebaliknya hasil pemahaman tersebut hanya sampai pada derajat relatif.
Bagaimanapun resepsi manusia terhadap wahyu verbal tertulis berbeda dari waktu ke waktu, sesuai dengan tingkat nalar dan faktor-faktor ekstrenal yang turut
mempengaruhinya.
8
Dalam konteks Indonesia, sarjana Muslim Indonesia cukup produktif dalam mereproduksi makna al-Quran dan membukukannya dalam sebuah karya.
9
Tapi sejauh ini penulis belum menemukan tulisan yang merekapitulasi berapa persisnya jumlah karya tafsir yang ditulis sarjana Muslim Indonesia.
10
Sejarah mencatat ada sebuah penggalan karya tafsir surat al-Kahfi 18 dalam bahasa Melayu. Manuskrip itu tertanggal sebelum tahun 1620 yang dibawa
ke Belanda oleh sebuah armada Belanda. Bahasanya sangat fasih dan idiomatis. Jelasnya, karya tersebut termasuk kajian al-Quran yang telah terbangun dengan
baik, dan yang–tidak kalah dari terjemahan Hamzah Fansuri—telah mencapai standar yang tinggi. Meskipun tidak ada pengarang yang terindikasi, dapat
dipastikan bahwa karya tersebut adalah terjemahan Tafsir al-Khazin w. 1340
8
Pengantar Nur Kholis Setiawan,dalam Aksin Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan: Kritik atas nalar Tafsir Gender
Jogjakarta: Safiria Insania Press, 2004, h. xiv.
9
Aktivitas penafsiran al-Quran di Indonesia, setidaknya, bisa dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama atau yang disebut periode klasik dimulai dari abad 17 sampai 19 M. Periode
kedua dimulai dari awal abad 20 sampai dekade 80-an. Terakhir periode kontemporer yang dimulai dari dekade 80-an sampai sekarang. Bidik Lisma Dyawati Fuaida, “Kajian al-Quran
Kontemporer: Gagasan tentang Metode dan Pendekatan Penafsiran al-Quran di Indonesia,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002.
10
Dalam sebuah makalah yang penulis temukan di internet, dikatakan bahwa Nasruddin Baidan mencatat ada sekitar 1000 karya tafsir yang ditulis sarjana Muslim Indonesia. Tapi penulis
tidak menemukan informasi ini langsung dalam buku-buku yang ditulis Nasruddin Baidan.
3
atas surat al-Kahfi. Karya ini merefleksikan perbedaan penafsiran atas surat itu dam mazhab tasawuf yang berbeda dengan Hamzah Fansuri.
11
Sejarah juga mencatat nama Abd al-Rauf al-Singkel 1024-1105 H1615- 1693 M sebagai sarjana Nusantara yang menyusun karya tafsir lengkap 30 juz
dan diberi judul Tarjuman al-Mustafid. Karya ini ditulis kala dirinya diangkat sebagai mufti pada masa pemerintahan seorang sultanah dari kesultanan Aceh
bernama Kamalat al-Din berkuasa 1098-1109 H1688-1699 M. Karya ini lahir sebagai tanggapan terhadap gerakan sufisme wujudiyyah yang dipimpin Hamzah
Fansuri w.1607 dan muridnya Syamsuddin al-Sumatrani w.1630 vis-a-vis gerakan ortodoksi yang dipimpin Nur al-Din Muhammad ibn ‘Ali ibn Hasanji al-
Humaidi al-‘Aidarusi atau yang biasa dikenal dengan al-Raniri w.1658.
12
Pada masa itu tidak ada karya tafsir yang populer dari sarjana Muslim Nusantara kecuali karya an-Nawawi al-Bantani 1813-1897. al-Bantani adalah
salah seorang ulama yang menonjol pada abad ke-19 dan telah menghasilkan lebih dari 100 karya dalam pelbagai bidang ilmu keislaman. Seperti tafsir, fikih,
ushuluddin, ilmu tauhid, tasawuf, sejarah Nabi, tata bahasa Arab, hadis, dan akhlak. Pada 1886, ia menyelesaikan karya monumentalnya mengenai tafsir
dengan judul Tafsir Marah Labid atau Tafsir al-Munir dalam bahasa Arab setebal 985 halaman yang terdiri dari dua jilid. Mazhab tafsir yang dirujuknya bercorak
11
Anthony H. Johns, “Tafsir al-Quran di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian Awal.” Jurnal Studi Al-Qur’an I, No. 3 2006, h. 464. Untuk melihat puisi dan prosa Hamzah
Fansuri bidik Abdul Hadi WM, Tasawuf yang Tertindas; Kajian Hermeneutik Karya-karya Hamzah Fansuri
Jakarta: Paramadina, 2000; Syed M. Naguib al-Attas, The Mysticism of Hamzah Fansuri
Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1970; Didin Syafruddin, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, jilid IV, h. 53-
57.
12
Oman Fathurahman, “Abdur Rauf Singkel Ulama Dari Serambi Mekkah,” Kompas, 01 Januari 2000, h. 12; Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung:
Mizan, 2002, h. 110-133.
4
Suni sekalipun di beberapa bagian merujuk pada karya tafsir dari kalangan Muktazilah, terutama karya az-Zamakhsyari.
13
Belakangan muncul nama Howard M. Federspiel. Indonesianis yang semula pemerhati dinamika politik Indonesia tapi kemudian tertarik mengamati
literatur-literatur terkait studi al-Quran. Ia mencatat beberapa literatur tentang ulum al-Quran
55 buah, terjemahan al-Quran 69, kutipan al-Quran 29-30, peranan al-Quran 27, bagaimana cara membaca al-Quran 91-92, dan indeks
al-Quran 74.
14
Beberapa karya tafsir yang dicatat Federspiel antara lain: [1] Hamka, Tafsir al-Azhar
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982 12 jilid. [2] H. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat
Jakarta: Mutiara, 1983. [3] Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs., Tafsir al-Quran Jakarta: Widjaya, 1959. [4] Ahmad Hassan, Al-Furqan:
Tafsir Quran Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah, 1956. [5] A. Halim Hasan,
Zainal Arifin Abas, dan Abdur Rahim Haitami, Tafsir Al-Quranul Karim Kuala Lumpur: Pustaka Antara, 1969 2 jilid. Pada 1955 diterbitkan lagi di Medan. [6]
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Bayan Bandung: Al-Ma’arif, 1966 2 jilid. [7] Bactiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Quran: Huruf Arab dan Latin
Bandung: F.A. Sumatera, 1978. [8] Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Quran,
15
Al-Quran dan Terjemahannya Jakarta, 1975
13
Didin Syafruddin, Ilmu al-Quran Sebagai Sumber Pemikiran dalam Ensiklpodei Tematis Dunia Islam Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t.,t., jilid IV, h. 54.
14
Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia; Dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab
, penerjemah Tajul Arifin, Bandung: Mizan, 1996, h. 100-248. Lihat juga Didin Syafruddin, “Karakter Literatur Indonesia tentang al-Qur’an.” h. 180.
15
Dua karya nomor 8 dan 9 yang ditulis bersama-sama itu didanai oleh pemerintah dan menarik sekelompok ulama, yang dikenal akrab oleh para pejabat Departemen Agama. Sebagian
besar dari mereka memiliki hubungan dengan IAIN-IAIN. Mereka adalah Bustami A. Gani ketua, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy wakil ketua, Kamal Muhtar seketaris, Ghazali Thaib,
Syukri Ghazali, A. Mukti Ali, M. Toha Yahya Umar, Amin Nashir, Timur Jailani, Ibrahim Husien,
5
11 jilid. [9] Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahannya
Jakarta, 1971. Sebelumnya pernah dicetak pada 1967. [10] H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1973.
Selain menginventarisasi, Federspiel juga mengelaborasi masing-masing karya tafsir dan menjelaskan perbedaan karya-karya tafsir generasi tertentu
dengan karya tafsir pada generasi setelahnya. Misalnya, karya tafsir nomor 2, 3, 4, 7, dan 10 adalah karya tafsir generasi kedua. Genarasi ini dimulai pada era 1960-
1970. Generasi ini merupakan penyempurnaan atas upaya generasi pertama 1900-an sampai 1960-an. Generasi pertama oleh Federspiel ditandai dengan
adanya penerjemahan dan penafsiran yang masih terpisah-pisah. Karya tafsir pada generasi kedua biasanya memiliki beberapa catatan, catatan kaki, terjemahan kata
per kata, dan kadang-kadang disertai indeks yang sederhana.
16
Sedangkan karya generasi ketiga diwakili oleh karya nomor 1, 5, dan 6. Karya pada generasi ketiga
bertujuan untuk memahami kandungan al-Quran secara komprehensif. Oleh karena itu berisi materi tentang teks dan metodologi dalam menganalisa tafsir.
17
M. Yunan Yusuf dalam artikelnya mencatat beberapa karya tafsir yang beredar pada abad 20. Karya-karya tafsir yang disebutkannya sebagian besar telah
disebutkan oleh Federspiel. Seperti Tafsir Qur’an Karim-nya Mahmud Yunus, Al- Furqon
Tafsir Qur’an-nya A. Hassan, dan lain-lain. Dalam artikelnya tersebut,
A. Musaddad, Mukhyar Yahya, A. Soenaryo, Ali Maksum, Musyairi Majdi, Sanusi Latif, dan Abdur Rahim. Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia, h. 106.
16
Kategorisasi Federspiel memang bermanfaat dalam rangka melihat dinamika penulisan tafsir di Indonesia. Namun dari segi tahun pemilahannya itu tampak kacau. Ia memasukan tiga
karya tafsir yang menurutnya representatif untuk mewakili generasi kedua. Padahal karya itu telah muncul pada pertengahan dan akhir tahun 1950-an, yang dalam kotegorisasinya masuk dalam
generasi pertama. Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi Teraju: Bandung, 2003, h. 65.
17
Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia, h. 129 dan 137. Untuk melihat literature-literatur yang diteliti Federspiel selain karya-karya di atas, bidik halaman 162-164, 224
dan 260.
6
Yusuf membedakan masing-masing karya tafsir dari sisi metode penafsiran, tehnik penafsiran, dan aliran penafsirannya. Di akhir artikel Yusuf menyimpulkan
bahwa sebagian besar karya tafsir yang ia teliti ternyata masih beraliran tradisional.
18
Islah Gusmian, untuk penelitian tesisnya, mengumpulkan dan mencatat 24 karya tafsir dalam periode 1990-an. Karya-karya itu di antaranya: [1] Konsep
Kufur dalam al-Quran, Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematis Jakarta: Bulan Bintang, 1991 karya Harifuddin Cawidu, [2] Konsep Perbuatan
Manusia Menurut al-Quran, Suatu Kajian Tafsir Tematis Jakarta: Bulan Bintang,
1992 karya Jalaluddin Rakhmat, [3] Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al- Quran
Yogyakarta: LESFI, 1992 karya Musa Asy’ari, dan lain-lain.
19
Dalam penelitiannya tersebut, Gusmian melihat ada keragaman dari sisi teknis penulisan
tafsir dan metodologi yang digunakan. Menurutnya, itu merupakan fenomena yang memperlihatkan adanya tren baru dalam sejarah penulisan tafsir pada
dasawarsa 1990-an. M. Affifuddin, untuk penelitian skrisinya, mencata sekitar 26 kitab tafsir
yang berkonsentrasi hanya pada surat al-Fatihah. Misalnya, [1] Kandungan Surat al-Fatihah: Tinjauan dari Sudut Kebudayaan, Agama, Politik, dan Sastra
karya Bahrum Rangkuti, [2] Rahasia Ummul al-Quran atau Tafsir Surat al-Fatihah
karya A. Bahri, [3] Samudera al-Fatihah, Mahkota Tuntunan Ilahi: Pesona al- Fatihah
karya M. Quraish Shihab, [4] Tafsir Sufi al-Fatihah: Mukadimah karya
18
Selengkapnya bidik M. Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir al-Quran di Indonesia Abad Keduapuluh.” Jurnal Ulumul Quran 3, No. 4 1992, h. 50.
19
Selengkapnya bidik Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 69.
7
Jalaluddin Rakhmat; [5] dan Alfatihah: Membuka Mata Batin dengan Surah Pembuka
karya Ahmad Chodjim.
20
Karya-karya tafsir yang dicatat Howard. M. Federspiel, Yunan Yusuf, Islah Gusmian, dan M. Affifuddin jangan lantas dikumulasikan dan segitulah
jumlahnya. Sebab, ada beberapa karya tafsir yang dicatat oleh lebih dari satu orang. Seperti Tafsir Sufi Surat al-Fatihah karya Jalaluddin Rakhmat, yang tidak
hanya dicatat oleh Islah Gusmian tapi juga dicatat oleh M. Affifuddin. Dari sekian banyak karya tafsir yang diproduksi sarjana Muslim Indonesia,
sayangnya masih sedikit yang dijadikan objek kajian penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta, khususnya pembahasan
tentang analisis metodologi karya tafsir. Data yang penulis peroleh dari katalog digital skripsi di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Jakarta, ada
sekitar 231 judul skripsi
21
yang membahas tentang tafsir.
22
Dari 231 judul skripsi, penulis mencatat hanya ada 16 judul skripsi yang membahas tentang metodologi
karya tafsir. Delapan judul skripsi membahas aspek metodologi tafsir karya dalam negeri
23
dan 8 judul skripsi membahas aspek metodologi tafsir karya non- Indonesia.
24
20
M. Affifuddin, “Apresiasi Spiritual Q.S al-Fatihah; Survei Profil Karya-karya Jalaluddin Rakhmat, Anand Krishna, dan Ahmad Chodjim,” Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004, h. 40. Bidik juga Izza Rohman Nahrowi, “Karakter Kajian al-Quran di Indonesia” Skripsi S1, fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2002.
21
Penulis meragukan jumlah tersebut. Sebab ada beberapa judul skripsi yang tertulis lebih dari satu kali. Di samping itu, jumlah tersebut tidak melulu berasal dari skripsi mahasiswa
Tafsir hadis.
22
Tema tafsir yang dibahas oleh mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta secara umum adalah: konsep tertentu yang ‘dicomot’ dari sebuah karya tafsir, komparasi suatu konsep tertentu
dari dua karya tafsir yang berbeda, melihat suatu fenomena tertentu dengan merujuk kepada sebuah karya tafsir, elaborasi metodologi penafsiran seorang tokoh, dan studi tokoh dengan karya
tafsirnya.
23
[1] Tita Rodhiyatan Mardhiyyah ”Metodologi Tafsir Yayasan Al-Mu’min; Telaah Metode Mawdhû’î dan Corak Isyârî dalam Buku ’Kabar Gemberi dan Peringatan tentang
Penyembahan Kita kepada Allah SWT ,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas
8
Untuk menyemarakan studi analisis metodologi karya tafsir, penulis ingin berpartisipasi dalam pembahasan tersebut terutama karya tafsir yang ditulis
sarjana Muslim Indonesia. Karya tafsir yang akan penulis telaah dalam penelitian ini adalah tafsir Alfatihah yang ditulis Achmad Chodjim.
25
Karya tafsir yang diterbitkan Serambi pada Maret 2008 itu adalah karya national bestseller
dengan tebal 357 halaman.
26
Dalam pembukaan karya tafsirnya, Chodjim menulis
27
:
”Surah ini dibaca untuk membuka mata batin kita. Dengan memahami dan menghayati surah ini diharapkan akan terbuka mata hati agar kita menyadari
kandungan Kitab Allah, baik Kitab-kitab-Nya yang tertulis maupun yang tidak Islam Negeri Jakarta, 2008. [2] Rifka Rahma Wardani ”Tafsir Tematik al-Quran tentang
Hubungan Sosial Antar-umat Beragama karya Majlis Tarjih P.P. Muhammadiyah: Sebuah Telaah Analitis tentang Metodologi Penafsiran al-Quran”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006. [3] Abd. Gofur ”Metode dan Corak Tafsir al-Hijri: Kajian Analitis Karya Didin Hafiduddin”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006. [4] Hernizal Saidi Harahap ”Studi Kritis Metodologi Tafsir Rahmat”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2004. [5] Mahnawil ”Tafsir al-Furqan karya Ahmad Hassan: Analisa Kritis”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006. [6] Ahmad Zaeni ”Mengenal
Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abd al-Rauf Singkel: Analisis terhadap Sumber, Metode, dan Corak Tafsir”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2008. [7] Cucu Surahman ”Pola Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah Pola Penafsiran Surah al-Baqarah”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2003. [8] Rena Yuniar, Analisa Metodologi Tafsir Pasé: Kajian Surah al-Fatihah dan Surah-surah dalam Juz Amma: Paradigma Baru
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
24
[1] Liza Khadijah “Metode dan Corak Penafsiran al-Quran dalam Tafsir Ad-Durr al- Mansur fi al-Tafsir al-Matsur
karya Jalaluddin Suyuti”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002. [2] Syahrullah Iskandar “Manhaj Fakhruddin
Arozi fi Tafsir al-Fatihah: Dirasat Tahliliyah li Tafsir Mafatih al-Ghaib ”, Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003. [3] Achmad Rizal “Pemikiran Ibn Taimiyah dalam Tafsir: Telaah Kritis terhadap Metode Tafsir al-Kabir”, Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005. [4] Yusuf Iskandar “Tafsir Ayat al-Ahkam
: Studi Atas Metode Tafsir Ayat al-Ahkam karya al-Shabuni”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002. [5] Lalu M. Iqbal “Metodologi
Penafsiran al-Quran Mutawalli Sya’rawi dalam Tafsir al-Sya’rawi”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006. [6] Ihat Malihatun ”Metode
Penafsiran Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004. [8] M. Rizal “Metode Penafsiran
Abdurrahman al-Sa’di dalam Kitab Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005.
25
Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin Dengan Surah Pembuka [edisi baru] Jakarta: Serambi, 2008.
26
Buku ini pertama kali cetak pada Februari 2002. Saat itu, buku ini berjudul Jalan Pencerahan; Menyelami Kandungan Samudra al-Fatihah
.
27
Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 6.
9
tertulis, yaitu kitab yang terbentang di semesta alam, termasuk kitab yang ada dalam diri kita”.
Sebagai gambaran umum Alfatihah, Chodjim menafsirkan ayat per ayat secara berurutan.
28
Mulai dari Basmalah, Segala Puji Kepunyaan Allah, Dia Maha Pemurah, Raja Hari al-Din, Ibadah dan Pertolongan, Jalan yang Lurus,
Kenikmatan Surgawi, Orang yang Dimurkai, dan terakhir Amin. Masing-masing ayat tadi terpisah penafsirannya bab per bab.
Di kata pengantar karya ini Chodjim dengan bahasa diplomatis menulis bahwa karyanya itu bukan karya tafsir. Menurutnya, secara kapasitas dia tidak
memiliki otoritas untuk menyatakan dirinya sebagai ahli tafsir.
29
Tengok saja latar belakang pendidikan formalnya. Pada 1987 ia meraih gelar sarjana pertanian
agronomi dari Institut Pertanian Bogor. Lalu pada 1996, ia meraih gelar magister Manajemen di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta.
Di Indonesia bila aktivitas penafsiran al-Quran dilakukan oleh seseorang yang secara keilmuan dianggap tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan
penafsiran selalu dipersoalkan. Sebut saja usaha yang dilakukan HB. Jassin dengan karyanya Bacaan Mulia
30
dan Dawan Rahardjo dengan Ensiklopedi A- Qur’an
di jurnal Ulumul Qur’an.
31
Begitupun yang dialami Achmad Chodjim. Dalam sebuah forum diskusi di IAIN Jakarta pada 2000, Salman Harun, mantan
Dekan fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan UIN, Jakarta, dengan tegas berkata
28
Lihat daftar isi buku Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 7.
29
Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 11.
30
Untuk mengetahui sosok HB. Jasin bidik ‘suplemen’, Ulumul Quran 5, vol. IV 1993, h. 62. Lalu untuk melihat ‘dosa kedua’ Jassin setelah Bacaan Mulia bidik D. Sirojuddin AR, “Al-
Quran Berwajah Puisi: Dibenarkan Tapi Tidak Diakui.” Ulumul Quran 5, vol. IV 1993, h. 60.
31
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial Sosial Berdasarkan Konsep- konsep Kunci
Jakarta: Paramadina dan Jurnal Ulumul Qur’an, 2002, h. xx. Bidik juga Nasaruddin Umar, “Refleksi Sosial dalam Memahami Al-Qur’an: Menimbang Ensiklopedi Al-
Qur’an Karya M. Dawam Rahardjo.” Jurnal Studi Al-Qur’an I, No. 3 2006, h. 487.
10
kepada Achmad Chodjim: ”Tafsir itu bukan wilayah Anda, sebaiknya Anda tidak masuk ke ranah tersebut”.
32
Meski begitu, menurutnya, tidak seorangpun berhak mengklaim dirinya punya hak istimewa dalam menafsirkan al-Quran. Al-Quran akan membuka
dirinya bagi siapapun yang ingin membaca dan memahami kandungan dalam dirinya.
33
Singkat kata, ada beberapa alasan yang mendorong penulis memilih tema penelitian ini. Pertama, sarjana Muslim Indonesia tidak kalah produktifnya dalam
menghasilkan karya tafsir. Terbukti telah hadir beragam karya tafsir dari generasi awal hingga saat ini.
34
Tapi ada kesenjangan antara banyaknya produk tafsir yang ditulis para sarjana Muslim Indonesia dengan sedikitnya penelitian ilmiah
terhadap produk tafsir tersebut, khususnya penelitian yang dilakukan para mahasiswa Tafsir-Hadis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kedua, penulis Alfatihah adalah bukan orang dari lingkungan pelajar ilmu
agama dan lebih spesifik lagi Tafsir-Hadis. Tentu akan sangat menarik untuk meneliti karya yang ditulis ’orang-luar’ dari sisi metode tafsir yang digunakan dan
sumber-sumber yang dirujuknya. Poin ini sekaligus menentukan apakah nantinya penulis akan sepakat dengan Salman Harun yang menyangsikan bahwa karya
yang ditulis Achmad Chodjim itu adalah tafsir atau sebaliknya. Ketiga
, kebetulan Islah Gusmian, selain mencatat beberapa karya tafsir seperti yang disebut di atas, juga membuat rumusan metodologi kajian atas karya
32
Wawancara pribadi dengan Achmad Chodjim, Senin 15 Februari 2010 di kediamannya, Pamulang.
33
Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 11.
34
Untuk melihat kecenderungan umum kajian tafsir di Indonesia, bidik Kusmana, “Rekontekstualisasi Tradisi Tafsir al-Quran di Indonesia; Mencari Kemungkinan Penggunaan
Analisa Metodologi ‘Barat’.” Jurnal refleksi 4, No. 3 2002, h. 63.
11
tafsir. Rumusan ini akan sangat mubazir kalau tidak dimanfaatkan untuk meneropong karya tafsir yang ditulis oleh sarjana Muslim, khususnya dari
Indonesia. Akhirnya untuk mengisi kelangkaan tersebut, penulis memberanikan diri
melakukan penelitian tafsir Alfatihah yang ditulis Achmad Chodjim terutama dari sisi metodologinya. Dengan mengucap bismillah sambil berharap kepada-Nya
agar selalu diberi kemudahan, penulis berniat mengajukan penelitian dalam
bingkai skripsi dengan judul: ”Analisis Metodologi Tafsir Alfatihah karya Achmad Chodjim; Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah