Pemetaan Metodologi Tafsir METODOLOGI TAFSIR AL-QURAN

C. Pemetaan Metodologi Tafsir

Dalam kata pengantar buku Islah Gusmian, Amin Abdullah mengutip pendapat Alford T. Welc yang membagi studi al-Quran pada tiga bidang. 1 exegesis atau studi teks al-Quran itu sendiri, 2 sejarah interpretasinya, dan 3 peran al-Quran dalam kehidupan dan pemikiran umat Islam. Menurut Amin Abdullah, studi pada permasalahan yang kedua dan ketiga tampaknya masih begitu langka dalam tradisi keilmuan yang berkembang di kalangan Muslim termasuk di Indonesia. 26 Sedari awal penafsiran al-Quran hadir, metode-metode tertentu sudah digunakan untuk mengungkap makna teks al-Quran. Hanya saja para sarjana Muslim masa itu belum memelajari, memilah, dan memetakan metode tersebut. Kesadaran untuk memelajari, memilah, dan memetakan baru dilakukan belakangan setelah ilmu pengetahuan Islam berkembang. Itu artinya, studi tentang metodologi tafsir masih terbilang baru dalam khazanah intelektual umat Islam. Metodologi tafsir baru dijadikan sebagai objek kajian tersendiri jauh setelah tafsir berkembang pesat. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika metodologi tafsir tertinggal jauh dari kajian tafsir itu sendiri. 27 Namun, menurut keterangan Abdul Mustaqim, kajian mengenai sejarah tafsir di kalangan sarjana Muslim sesungguhnya sudah lama. Tepatnya sejak as- Suyuti menulis karya Thabaq ảt al-Mufassirỉn. Sayangnya tradisi ini tidak berlangsung lama dan bahkan menurun. Sejak saat itulah kajian di bidang ini diambil alih oleh sarjana Barat. Salah satu karya terbesar Barat yang bersentuhan 26 Pengantar Amin Abdullah dalam Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Jakarta: Teraju, 2003, h. 21. 27 Samsul Bahri, Konsep-konsep Dasar Metodologi Tafsir dalam Abd. Muin Salim ed., Metodologi Ilmu Tafsir Yogyakarta: Teras, 2005, h. 37. 24 dengan khazanah tafsir ialah Die Rictungen der Islamichen Koranasulegung atau Madz ảhibut Tafsỉr al-Islảmiyyah karya Ignaz Goldziher. 28 Para sarjana, baik sarjana Muslim maupun Islamolog, berbeda-beda dalam memetakan metode dan corak penafsiran yang berkembang. Pemetaan yang akan penulis paparkan nanti bukanlah paparan secara kronologis, yakni dimulai dari yang pertama kali melakukannya dan kemudian disusul oleh sarjana berikutnya yang melakukan hal yang sama. John Wansbrough membagi karya-karya tafsir klasik abad 2 H ke dalam lima jenis. 1 Tafsir haggadic. 29 Contohnya tafsir karya Muqatil ibn Sulayman [w. 767] yang belakangan diberi judul Tafs ỉr al-Qurản. Tentang Q.S 2: 189 30 , misalnya Muqatil dalam tafsirnya mencoba memberi keterangan sedetail mungkin tentang siapa yang bertanya, mengapa ia atau mereka bertanya, apa yang ia atau mereka tanyakan, dan seterusnya. 2 Tafsir halakich. 31 Contohnya Tafs ỉr Khams Mi’ah min al-Qurản karya ibn Sulayman. Tafsir ini berisi materi-materi tentang ayat legal al-Quran. Contoh yang lain Ahkam al-Quran karya Abu Bakr al-Jashshash [w. 981] dan al-Jami li Ahkam al-Quran karya Abu ’Abd Allah al-Qurthubi [w. 1272]. 3 Tafsir masoretic. 32 Aktivitas dalam tafsir jenis ini terpusat pada penjelasan tentang 28 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, h. 19. 29 Hagaddic berasal dari kata haggadah. Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary, haggadic adalah a book containing the story of exodus, used at the seder service on passover. Random House Webster’s College Dictionary New York: Random House, 1999, h. 552. Bidik juga Ihsan Ali-Fauzi, Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis, h. 15. 30 “Mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Itu adalah petunjuk waktu bagi manusia dan ibadah haji”. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, h. 29. 31 halakihic berasal dari kata halakhah. Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary, halakhic adalah the body of Jewish law, comprising the oral law as transcribed in the Talmud and subsequet legal codes and rabbanical decisions. Random House Webster’s College Dictionary New York: Random House, 1999, h. 553. 32 Masoretic berasal dari kata masorah. Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary, masoretic adalah a body of scribal note form textual guide to hebrew Old Testement, 25 aspek-aspek leksikon dalam ragam bacaan ayat-ayat al-Quran. Contohnya Ma’ ảni al-Qur ản karya al-Farra’ [w. 882], atau Fadâil al-Qurản karya Abu ‘Ubayd [w. 838]. Contoh lainnya adalah Kitab al-Wujûh wa al-Nazâir karya ibn Sulayman yang lain dan Musyâbihat al-Qur ản karya Kisa’I [w. 804]. 4 Tafsir retorik. Di sini perhatian dipusatkan pada nilai sastra al-Quran. Contohnya, Majâs al-Qur ản karya Abu ‘Ubaydah [w. 824] dan Ta’wîl Musykîl al-Qur ản karya ibn Qutaybah [w. 889]. 5 Tafsir alegoris, yakni tafsir yang mengungkap makna simbolik al-Quran atas dukungan terdapatnya perbedaan antara makna zahir dan makna batin al-Quran. Contohnya, tafsir sufistik karya Sahl al-Tustari [w. 896]. 33 Daud Rahbar, seperti yang dikutip Ilham B. Saenong, mencatat sedikitnya ada empat belas macam metode dan pendekatan yang diterapkan untuk memahami ayat-ayat al-Quran sampai lima dasawarsa yang lalu. 1 Penafsiran yang didasarkan pada laporan tentang peristiwa yang menyebabkan turunnya suatu ayat. 2 Penafsiran yang bertujuan mempertanyakan otentisitas ayat-ayat tertentu dan mempermasalahkan penambahan dan keragaman teks. 3 Penafsiran melalui frase dari ayat tertentu secara parsial dan lepas kontek. 4 Penafsiran atas ayat atau frase yang disesuaikan dengan pandangan seseorang tentang semangat umum al-Quran. 5 Penafsiran yang menganggap bahasa dari ayat tertentu berbahasa alegoris. 6 Penafsiran esoterik dengan memercayai keseluruhan teks al-Quran bercorak metaforis. compiled form the 7 th to 10th centuries AD . Random House Webster’s College Dictionary New York: Random House, 1999, h. 552. 33 John Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretastion London: Oxford University, 1977, h. 119. 26 7 Penafsiran atas dasar pemiliahan antara ayat-ayat yang pasti maknanya muhkam dan yang ambigu mutasyâbih. 8 Penjelasan dengan menghubungkan struktur gramatikal dengan makna yang dimaksud. 9 Penjelasan dengan mempersoalkan segi etimologis. 10 Uraian dengan mengemukakan persoalan nâsikh-mansûkh. 11 Penjelasan melalui hubungan semantis dan keterputusan antara satu ayat dengan yang lain yang berdampingan taqâthu’-tanâsub. 12 Mempersoalkan gaya bahasa al-Quran. 13 Memilih-milih ayat-ayat tertentu secara arbitrer dalam penafsiran. 14 Dan penafsiran yang menggunakan frase- frase teks sebagai titik tolak pemikiran bebas. 34 Muhammad Husein al-Dzahabi, seperti yang dikutip Very Verdiansyah, membagi kategori tafsir berdasarkan kronologi waktunya. 1 Tafsir pada masa Nabi dan sahabat. Ciri umum tafsir model ini: tidak menafsirkan seluruh al- Quran; tidak banyak perbedaan pendapat dalam penafsiran; penafsirannya bersifat ijmali; cenderung hanya menafsirkan dari aspek bahasa; jarang melakukan istinbat hukum secara ilmiah terhadap ayat-ayat yang ditafsirkan; tidak bersifat sektarian; belum terkodifikasi secara utuh; banyak menggunakan riwayat yang disampaikan secara lisan; cenderung bersifat mitis, penafsiran cenderung diterima begitu saja tanpa kritik. 2 Tafsir masa tabi’in. Ciri umumnya: tafsir pada masa tabi’in belum dikodifikasikan secara tersendiri; tradisi tafsir masih bersifat hapalan dan periwayatan; tafsir sudah dimasuki riwayat-riwayat Israiliyyat; sudah muncul benih-benih perbedaan mazhab dalam penafsirannya; sudah banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabi’in dan para sahabat. 3 Tafsir pada masa 34 Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-Quran Menurut Hasan Hanafi Jakarta: Teraju, 2002, h. 49. 27 kodifikasi. Tafsir model ini diperkirakan muncul pada pemerintahan Bani Umayyah, awal pemerintahan Abbasiyah. Pada masa ini tafsir sudah dibukukan dan berkembang pula tafsir dengan berbagai corak dan mazhabnya. 35 Amina Wadud Muhsin membagi tafsir al-Quran dari perspektif gerakan feminisme dalam beberapa kelompok. 1 Tafsir tradisional, tafsir yang menggunakan pokok bahasan tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan penafsirnya, seperti hukum, nahwu dan lain-lain. 2 Tafsir reaktif, tafsir yang berisi reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah hambatan yang dialami perempuan yang dianggap berasal dari al-Quran. 3 Tafsir holistik, tafsir yang menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, moral ekonomi, politik, isu perempuan yang muncul di era modern. 36 Al-Farmawi membagi empat bentuk tafsir berdasarkan metode yang digunakan. 1 al-Tafsir al-Tahlîlî. Tafsir metode tahlîlî adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai dengan urutan bacaan yang terdapat dalam al- Quran Mushaf ’Ustmani. Ketika menggunakan metode ini, seorang mufasir biasanya melakukan langkah-langkah sebagai berikut. a Menerangkan hubungan [munâsabah] baik antara satu ayat dengan ayat yang lain atau satu surat dengan surat yang lain. b Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. c Menganalisa kosakata dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab. d Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. e Menerangkan unsur-unsur fashâhah, 35 Very Verdiansyah, Islam Emansipasoris: Menafsir Agama, h. 57. 36 Amina Wadud Muhsin, Al-Qur’an dan Perempuan dalam Charles Kurzman ed, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global Jakarta: Paramadina, 2003, h. 186-188. 28 bayân, dan i’jâz-nya bila dianggap perlu. f Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas. g Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat bersangkutan. 37 Metode ini bisa dipecah lagi menjadi beberapa metode. Seperti al-Tafs ỉr bi al-Ma’tsûr, al-Tafs ỉr bi al-Ra’yî, al-Tafsỉr al-Fiqhi, al-Tafsỉr al-Shûfî, al-Tafsỉr al-Falsafi, al-Tafs ỉr al-’Ilmi, al-Tafsỉr al-Adâbi al-Ijtimâ’i. 2 al-Tafsîr al-Ijmâli. Metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini mufasir menjelaskan makna ayat-ayat al-Quran secara garis besar. Sistematikanya mengikuti urutan surat dalam al-Quran, sehingga makna-maknanya dapat saling berhubungan. Dalam menyajikan makna-makna ini mufasir menggunakan ungkapan yang diambil dari al-Quran sendiri dengan menambahkan kata-kata atau kalimat-kalimat penghubung. 3 al-Tafsîr al-Muqârin. Metode tafsir yang menggunakan cara perbandingan. Objek kajian tafsir dengan metode ini dapat dikelompokkan menjadi: a Perbandingan ayat al-Quran dengan ayat yang lain. b Perbandingan ayat al-Quran dengan hadis. c Perbandingan penafsiran satu mufasir dengan mufasir yang lain. 4 al-Tafsîr al-Mawdhû’i. Metode ini memunyai dua bentuk. a Tafsir yang membahas satu surat al-Quran secara menyeluruh, memperkenalkan, dan menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan menghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lain, atau antara satu satu pokok masalah dengan pokok masalah lain. Dengan metode ini suart tersebut tampak dalam bentuknya yang utuh, teratur, betul-betul cermat, teliti, dan sempurna. b 37 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, penerjemah Rosihan Anwar Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, h. 23-29. 29 Tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat al-Quran yang memiliki kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil kesimpulan, di bawah satu bahasa tema tertentu. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menyusun satu karya tafsir berdasarkan metode ini. a Menentukkan topik bahasan setelah menemukan batas-batasnya dan mengetahui jangkauannya dalam ayat-ayat al-Quran. b Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah tersebut. c Merangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya. d Kajian tafsir ini merupakan kajian yang memerlukan kitab-kitab tafsir tahlîlî. e Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna. f Melengkapi pembahasan dengan hadis yang menyangkut masalah yang dibahas. g Memelajari semua ayat yang terpilih dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang sama pengertiannya. h Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa pasal, dan setiap pasal itu dibahas, kemudian ditetapkan unsur pokok yang meliputi macam-macam pembahasan yang terdapat pada bab. Metodologi yang dirumuskan Farmawi banyak dianut oleh sarjana Muslim Indonesia dalam memetakan sebuah karya tafsir. Seperti Quraish Shihab, Komaruddin Hidayat, Harifuddin Cawidu, dan Tim Penulisan 38 buku Sejarah dan Ulum al-Qur’an yang dieditori Azyumardi Azra. 39 Sebenarnya ada dua nama tokoh yang mencoba merumuskan metodologi tafsir baru, yaitu Yunan Yusuf dan Nashruddin Baidan. Yunan Yusuf, seperti yang dikutip Islah Gusmian, melihat literatur tafsir dengan ranah yang ia sebut ’karakter tafsir’, yakni sifat khas yang ada dalam 38 M. Quraish Shihab ketua, Ahmad Sukardja, Badri Yatim, Dede Rosyada, dan Nasaruddin Umar. 39 M. Quraish Shihab et al., Sejarah ‘Ulûm al-Qur’an Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008. 30 literatur tafsir. Dalam konteks ini, ia memetakan dari tiga arah: 1 metode [misalnya: metode antar-ayat, ayat dengan hadis, ayat dengan kisah israiliyyat, 2 tehnik penyajian [misalnya: tehnik runut dan topikal], dan 3 pendekatan [misalnya: fiqhi, falsafi, shufi, dan lain-lain]. Tabel I Karakter Tafsir Pemetaan M. Yunan Yusuf Metode Tafsir Tehnik Penyajian Tafsir Pendekatan tafsir Antar-ayat Runut Fiqhi Ayat dengan hadis Falsafi Ayat dengan kisah Israiliyyat Topikal Shufi, dan lain-lain Adapun Nasruddin Baidan, membagi metodologi tafsirnya dalam dua bagian. Pertama, komponen eksternal yang terdiri dari dua bagian: 1 jati diri al- Quran [sejarah al-Quran, asb ảb al-nuzủl, qirả’at, nasỉkh-mansủkh, munasabah, dan lain-lain], dan 2 kepribadian mufasir [akidah yang benar, ikhlas, netral, sadar, dan lain-lain]. Kedua, komponen internal, yaitu unsur-unsur yang terlibat langsung dalam proses penafsiran. Dalam hal ini, ada tiga unsur pembentuk: 1 metode penafsiran [global, analitis, komparatif, dan tematik], 2 corak penafsiran [sh ủfỉ, fiqhi, falsafi, dan lain-lain], dan 3 bentuk penafsiran [ma’tsủr dan ra’yu]. 31 Dalam konteks kategorisasi yang dibangun Yunan, komponen internal versi Baidan menemukan relasinya, meskipun tidak sama. 40 Tabel II Konstruksi Ilmu Tafsir Nasruddin Baidan Komponen Ekstrenal Komponen Internal Jati Diri al- Quran Kepribadian Mufasir Bentuk Tafsir Metode Tafsir Corak Tafsir Sejarah al- Quran Akidah yang benar Ma’ts ủr Global Tasawuf Qir ả’at Ikhlas Analitis Fiqhi Nas ỉkh Netral Komparatif Falsafi Mans ủkh Sadar Kombinasi Munasabah Sosial Mukjizat al- Quran Dan lain-lain Ilmu Muahibah Ra’yu Tematik Kemasyarakatan dan lain-lain Oleh Islah Gusmian beberapa pemetaan yang disusun para pemerhati kajian tafsir sebagian merupakan perkembangan baru. Namun menurutnya secara paradigmatik belum mampu memberikan pendasaran tentang suatu metode kajian atas tafsir. Itu sebabnya, menurutnya, perlu rumusan baru yang mampu menelisik unsur-unsur fundamental dari karya tafsir. 41 40 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 5. 41 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 119. 32 Ada dua variabel yang penting ketika kita ingin memetakan sebuah karya tafsir menurut Islah Gusmian. 1 Aspek teknis. Aspek ini terdiri dari sistematika penyajian tafsir, bentuk penyajian tafsir, gaya bahasa yang dipakai dalam penulisan tafsir, sifat mufasir, sumber-sumber yang dijadikan rujukan dalam penulisan tafsir, dan keilmuan mufasir. 2 Aspek ’dalam’ atau hermeneutik. Aspek ini terdiri dari metode penafsiran, nuansa penafsiran, dan pendekatan tafsir. Untuk lebih jelas, amati tabel di bawah ini. Tabel III Peta Metodologi Kajian atas Tafsir al-Quran Konstruksi Islah Gusmian ASPEK TEKNIS PENULISAN TAFSIR AL-QURAN ASPEK HERMENUTIK TAFSIR AL-QURAN Sistematika Penyajian Tafsir Metode Tafsir 1. Berdasarkan urutan mushaf 1. Runtut 2. Berdasarkan urutan turunnya wahyu 1. Metode Riwayat: Penafsiran Nabi Muhammad Sebagai Sumber Acuan 1. Tematik modern: a. Tematik plural Analisis sosio- Kultural b. Tematik singular Analisis Semiotik 2. Tematik klasik: Metode Semantik a. Ayat-ayat dan surat- surat tertentu Metode Sains- Ilmiah 2. Tematik b. Surat tertentu c. Juz tertentu 2. Metode Pemikiran: Intelektualitas Sebagai Dasar Tafsir Dan seterusnya Bentuk Penyajian Tafsir 3. Metode Interteks 33 34 1. Bentuk Penyajian Global Nuansa Tafsir 2. Bentuk Penyajian Rinci 1. Nuansa Kebahasaan Gaya Bahasa Penulisan Tafsir 2. Nuansa Sosial Kemasyarakatan 1. Gaya Bahasa Kolom 3. Nuansa Teologis 2. Gaya Bahasa Reportase 4. Nuansa Sufistik 3. Gaya Bahasa Ilmiah 5. Nuansa Psikologis, dan lain-lain 4. Gaya Bahasa Populer, dan lain-lain Pendekatan Tafsir Bentuk Penulisan Tafsir 1. Pendekatan Tekstual 1. Ilmiah 2. Non Ilmiah Sifat Mufasir 1. Individual 2. KolektifTim Keilmuan Mufasir 1. Disiplin ilmu tafsir al-Quran 2. Disiplin non-ilmu tafsir al-Quran Asal-usul Literatur Tafsir 1. Akademik 2. Non-Akademik Sumber-sumber Rujukan 1. Buku-buku tafsir klasik dan modern 2. Buku non-tafsir 2. Pendekatan Kontekstual

BAB III MENGENAL ACHMAD CHODJIM DAN MENYELAMI