tafsir. Rumusan ini akan sangat mubazir kalau tidak dimanfaatkan untuk meneropong karya tafsir yang ditulis oleh sarjana Muslim, khususnya dari
Indonesia. Akhirnya untuk mengisi kelangkaan tersebut, penulis memberanikan diri
melakukan penelitian tafsir Alfatihah yang ditulis Achmad Chodjim terutama dari sisi metodologinya. Dengan mengucap bismillah sambil berharap kepada-Nya
agar selalu diberi kemudahan, penulis berniat mengajukan penelitian dalam
bingkai skripsi dengan judul: ”Analisis Metodologi Tafsir Alfatihah karya Achmad Chodjim; Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa fokus penelitian ini adalah pada metodologinya, yakni bagaimana melihat tafsir Alfatihah karya
Achmad Chodjim dari sisi metodologinya. Untuk menopang fokus penelitian tersebut, penulis menggunakan rumusan metodologi kajian atas beberapa karya
tafsir yang dibuat Islah Gusmian. Ada pertimbangan tersendiri mengapa penulis memilih rumusan Islah
Gusmian. Pertama, sependek pengetahuan penulis, rumusan Islah Gusmian adalah rumusan mutakhir yang dibuat untuk menganalisa metodologi sebuh karya
tafsir, khususnya tafsir dalam negeri.
35
Kedua , Rumusan yang disusun Islah Gusmian lebih detail dibanding
rumusan yang lain. Rumusan Farmawi, misalnya, tahlîlî, ijmâlî, muqarân, dan maudû’î
—yang sering dikutip mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta baik dalam
35
Bidik bab III halaman 31 untuk melihat perkembangan perumusan metodologi kajian karya tafsir oleh para perumus dari dalam negeri.
12
makalah maupun skripsi—tidak menjelaskan secara rinci hal-hal menarik yang terdapat dalam sebuah karya tafsir. Seperti bentuk penulisan tafsir, gaya bahasa
yang digunakan, atau asal-usul tafsir. Ketiga,
Rumusan Farmawi harus diakui memang lebih maju dari rumusan ulama abad ke-9 sampai abad 13 H yang membagi metodologi tafsir dalam tiga
kelompok al-Tafsir bi al-Ma’tsûr, al-Tafsir bi al-Ra’yî, dan al-Tafsir bi al-Isyârî. Tapi rumusan yang dibuat Farmawi tidak memberikan pemetaan yang tegas antara
wilayah metode dan pendekatan tafsir serta teknis penulisan tafsir.
36
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
metodologi tafsir Alfatihah Achmad Chodjim bila dilihat berdasarkan rumusan metodologi kajian tafsir Islah Gusmian?
C. Metodologi Penelitian
1. Metode pengumpulan data Dalam mengkaji metodologi tafsir Alfatihah, penulis menggunakan
metode pengumpulan data yaitu library research penelitian kepustakaan dan field research
penelitian lapangan. Penelitian pertama digunakan untuk melakukan studi terhadap buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini,
baik itu sumber-sumber primer atau skunder. Sedangkan penelitian kedua digunakan untuk mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan studi ini.
a. Penelitian Kepustakaan
36
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 115.
13
Rujukan utama pembahasan ini ialah Alfatihah; Membuka Mata Batin dengan Surah Pembuka
Jakarta, Serambi, 2008, [edisi baru] karya Achmad Chodjim dan Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi
Bandung: Teraju, 2003 karya Islah Gusmian. Data sekunder dieksplorasi kala data-data mengenai persoalan tertentu
tidak tersedia dalam sumber-sumber primer. Sumber sekunder adalah buku-buku, artikel jurnal dan koran, baik yang tercetak maupun yang elektronik yang tidak
secara langsung membahas tentang studi ini namun masih berkaitan. b. Penelitian Lapangan
Untuk lebih mendalami lagi penelitian ini, penulis akan mewawancarai penulis Alfatihah. Wawancara akan berguna untuk mengungkap hal-hal yang
tidak disebutkan secara eksplisit tapi masih relevan untuk penelitian ini. 2. Metode Pembahasan
Untuk mengkaji metodologi tafsir Alfatihah dalam penelitian ini, penulis mengikuti rumusan yang disusun Islah Gusmian.
37
Dalam hal ini, ada dua variabel penting yang perlu didedah. Pertama, variabel teknis penulisan tafsir. Variabel
teknis ini menyangkut sistematika dan bentuk tekstual literatut tafsit ditulis dan disajikan, gaya bahasa yang digunakan, sifat penafsir, serta buku-buku rujukan
yang digunakan. Kedua,
menyangkut aspek ’dalam’, yaitu konstruksi hermeneutik karya tafsir. Aspek hermeneutik ini tidak hanya terbatas pada variabel linguistik dan
riwâyah , tapi juga mempertimbangkan unsur triadik: teks, penafsir, dan audiens
sebagai sasaran teks. Dalam aspek hermeneutik ini, arah kajian bergerak pada tiga
37
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 119-121.
14
wilayah. 1 metode penafsiran, yakni tata kerja analisa yang digunakan dalam penafsiran yang terdiri dari: metode riwayat, metode pemikiran, dan metode
interteks. 2 nuansa penafsiran, yaitu analisa yang menjadi nuansa atau mainstrem
yang terdapat dalam karya tafsir. Misalnya nuansa fikih, sufi, dan lain sebagainya. 3 pendekatan tafsir, yaitu arah gerak yang dipakai dalam penafsiran.
Dalam bagian ini terdiri dari: a pendekatan tekstual bergerak dari proses penafsiran cenderung berpusat pada teks. Sifatnya ke bawah: dari refleksi teks
ke praksis konteks. b pendekatan kontekstual, yaitu arah gerak penafsiran yang lebih berpusat pada konteks sosio-historis di mana penafsir hidup dan berada,
sifatnya cenderung ke atas: dari praksis konteks ke refleksi teks. 3. Metode Penulisan
Untuk penulisan skripsi ini, penulis memakai buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” Jakarta : CeQDA [Center for
Quality Development and Assurance] Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, Cet. II.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian