endnote , maupun catatan perut, dalam memberikan penjelasan atas literatur yang
dirujuk. Meskipun tidak menggunakan bentuk penulisan ilmiah, bukan berarti sebuah karya tafsir lalu diklaim, dari segi isi, tidak ilmiah. Kategori ilmiah dalam
pengertian ini tidak ada kaitannya dengan isi.
13
Kesimpulan: Meski dalam Alfatihah ada catatan kaki, tapi tidak seketat
karya ilmiah. Seperti saat mengutip sebuah hadis, Chodjim dalam catatan kakinya hanya menyebut hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi tertentu tanpa menyebut
nama kitab perawi tersebut, jilid berapa, nama penerbit, tahun penerbitan, dan halamannya.
14
Begitu juga ketika dia merujuk kepada suatu karya tafsir. Dia hanya menulis ”Thabataba’i dalam Mengungkap Rahasia Alquran menyebutkan bahwa
kata menyentuh bisa diartikan memahami”.
15
Dalam footnote tersebut, jelas ia
tidak mencantumkan di halaman berapa kalimat itu berada. Tabel VII
Bentuk Penulisan Alfatihah Bentuk Penulisan Tafsir
Tafsir Alfatihah Bentuk Penulisan Non-Ilmiah
5. Sifat Mufasir
Dalam penyusunan sebuah karya tasfir, seseorang bisa melakukannya secara individual, kolektif-dua orang atau lebih- atau bahkan dengan membentuk
tim atau panitia khusus secara resmi. Dalam konteks sifat mufasir ini, terbagi menjadi dua bagian: a Individual, dan b Kolektif atau tim.
13
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 172-174.
14
Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 62 dan 63.
15
Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 227.
52
a Istilah mufasir individual digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu karya tafsir lahir dan ditulis oleh satu orang. b Pengertian mufasir kolektif untuk
menunjukkan bahwa karya tafsir disusun oleh lebih dari satu orang. Sifat kolektif ini terbagi menjadi dua bagian: 1 kolektif resmi dan 2 kolektif tidak resmi. 1
Kolektif yang resmi adalah kolektivitas yang dibentuk secara resmi oleh lembaga tertentu dalam bentuk tim atau panitia khusus dalam rangka menulis tafsir. 2
Kolektif yang tidak resmi adalah bentuk kolektif yang tidak bersifat formal dan dalam kolektivitas itu hanya terdiri dua orang penyusun.
16
Kesimpulan: Alfatihah ditulis Achmad Chodjim sendiri.
17
Tidak ada pihak-pihak lain yang membantunya dalam hal penulisan.
Tabel VIII Sifat Mufasir Alfatihah
Sifat Mufasir Tafsir Alfatihah
Individual
6. Asal-usul dan Keilmuan Mufasir
Asal-usul dan keilmuan mufasir adalah latar belakang seorang mufasir dalam pendidikan formalnya. Setelah itu, dibedakan apakah ia berangkat dari
disiplin ilmu tafsir al-Quran atau disiplin ilmu non-tafsir al-Quran.
18
Kesimpulan: Seperti yang diakuinya sendiri, secara formal studi yang
yang ditempuh Achmad Chodjim bukanlah dari disiplin tafsir al-Quran. Pendidikan strata 1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor IPB pada jurusan
Agronomi dan lulus pada 1987. Lalu ia melanjutkan pendidikan strata 2 ditempuh
16
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 1176-177.
17
Untuk lebih lengkapnya lihat sub-bab III, Masa Penulisan Dan Penerbitan.
18
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 179.
53
di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta, dengan konsentrasi studi manajemen dan lulus pada 1996.
Meski demikian, sebelumnya Achmad Chodjim pernah nyantri di pondok pesantren Darul Ulum, Jombang, dan pondok modern Darussalam, Gontor. Saat di
Malang, ia pernah mengaji tafsir dan hadis pada dua guru yang mumpuni dalam bidangnya masing-masing. Dari keduanya, Chodjim mendapatkan pengetahuan
yang lebih luas dan mendalam tentang al-Quran dan hadis.
19
Tabel IX Asal-usul Keilmuan Mufasir Alfatihah
Asal-usul dan Keilmuan Mufasir Tafsir Alfatihah
Disiplin ilmu Non-Tafsir al-Quran
7. Asal-usul Literatur Tafsir