Sistematika Penyajian Tafsir Bentuk Penyajian Tafsir

1. Sistematika Penyajian Tafsir

Sistematika penyajian tafsir adalah rangkaian yang dipakai dalam penyajian tafsir. Dalam sub-bab ini, Islah Gusmian membagi menjadi dua kelompok. Sistematika penyajian runut dan sistem penyajian tematik. a Sistematika runut adalah model sistematika penyajian penulisan tafsir yang rangkaian penyajiannya mengacu pada: 1 Urutan surat yang ada dalam model mushaf Ustmani standar 2 mengacu pada urutan turunnya wahyu. 2 b Sistematika penyajian tematik adalah suatu bentuk rangkain penulisan karya tafsir yang struktur paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada ayat, surat, dan juz tertentu. Tema atau ayat, surat dan juz tertentu, ditentukan sendiri oleh penulis tafsir. Dari tema-tema ini, mufasir menggali visi al-Quran tentang tema yang ditentukan itu. Kesimpulan: Berdasarkan rumusan yang dibuat Gusmian di atas, penulis melihat bahwa tafsir Alfatihah lebih condong kepada tematik klasik, yakni menafsirkan surat tertentu bisa juga juz atau ayat tertentu yang dalam hal ini surat al-Fatihah. Disebut tematik klasik karena model penyajian tematik seperti ini umum dipakai dalam karya tafsir klasik. 3 Dalam Alfatihah, setiap ayat ditafsirkan satu per satu secara berurutan. Masing-masing ayat menjadi tema tersendiri di dalam sebuah bab. Seperti Basmalah , Segala Puji Kepunyaan Allah, Dia Maha Pemurah, Raja Hari al-Din, Ibadah dan Pertolongan , Jalan yang Lurus, Kenikmatan Surgawi, Orang yang Dimurkai , dan terakhir Amin. Tiap-tiap bab tadi memiliki sub-bab sendiri-sendiri. 4 2 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 122-128. 3 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 129. 4 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin Dengan Surah Pembuka [edisi baru] Jakarta: Serambi, 2008 h. 6. 46 Tabel IV Sistematika Penyajian Alfatihah Sistematika Penyajian Tafsir Tafsir Alfatihah Tematik Klasik

2. Bentuk Penyajian Tafsir

Bentuk penyajian tafsir adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian tafsir yang ditempuh mufasir dalam menafsirkan al-Quran. Dalam bentuk penyajian ini, ada dua bagian: a bentuk penyajian global dan b bentuk penyajian rinci yang masing-masingnya memunyai ciri-ciri tersendiri. a Bentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian karya tafsir yang penjelasannya dilakukan cukup singkat dan global. Biasanya bentuk ini lebih menitikberatkan pada inti dan maksud dari ayat-ayat al-Quran yang dikaji. Bentuk penyajian global ini bisa diidentifikasi melalui model analisa tafsir yang digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemahan, sesekali asb ảb al-nuzủl, dan perumusan pokok-pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji. b Bentuk penyajian rinci menitikberatkan pada uraian-uraian penafsiran secara detail, mendalam, dan komprehensif. Terma-terma kunci di setiap ayat dianalisis untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai dalam suatu konteks ayat. Setelah itu, penafsir menarik kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan, yang sebelumnya ditelisik aspek asb ảb al-nuzủl dengan kerangka analisis yang beragam, seperti analisis sosiologis, antropologis, dan yang lain. 5 5 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 148-152. 47 Kesimpulan: Dalam menafsirkan ayat per ayat, Chodjim tidak mencantumkan ayat dalam teks Arab tapi dalam tulisan Latin lalu terjemahannya. Seperti yang ia tulis, ”Alhamdu li Allahi rabbi al-Alamin’, begitulah bunyi ayat kedua dari surat al-Fatihah seperti yang dicetak dalam Alquran yang ada di Indonesia”. 6 Namun pada beberapa ayat yang lain, Chodjim langsung memulai penafsirannya tanpa menulis terlebih dulu ayat yang akan dibahas. 7 Sebagai bacaan populer, Alfatihah cukup bermanfaat bagi orang ingin cepat memahami surat al-Fatihah tapi harus dijejali dengan pelbagai analisis yang rumit. Tidak seperti Tafsir al-Mishb ảh karya Quraish Shihab yang panjang lebar dalam menganalisa penggalan ayat dari sisi kebahasaan, dalam tafsir Alfatihah proses ini dirampingkan. Sebagai contoh, ketika menafsirkan ayat basmalah, sebagai permulaan Chodjim mengartikan secara literal ayat tersebut. Setelah itu, ia langsung menjelaskan pentingnya mengucapkan lapal bismillah dalam segala aktivitas. Menurutnya, bismill ảh adalah cara Tuhan untuk mengingatkan manusia bahwa apa yang dikerjakannya menjadi mungkin karena kekuatan yang ada pada dirinya adalah anugerah Tuhan. Tidak ada analisis kebahasaan di sini padahal ia merujuk Shihab dalam menafsirkan ayat itu. 8 Bandingkan dengan Shihab ketika menafsirkan ayat yang sama. Dalam permulaan penafsiran ia mengelaborasi makna huruf ba yang dibaca bi pada bismill ảh. Huruf tersebut, menurutnya, yang diterjemahkan dengan mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tapi harus terlintas di dalam benak ketika mengucapkan basmalah, yaitu kata ’memulai’, sehingga Bismill ảh berarti 6 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 64. 7 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 90 dan 213. 8 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 26. 48 ”Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini –dalam konteks surah ini adalah membaca al-Quran—dengan nama Allah. 9 Tabel V Bentuk Penyajian Alfatihah Bentuk Penyajian Tafsir Tafsir Alfatihah Bentuk Penyajian Global

3. Gaya Bahasa Penulisan Tafsir