BAB IV Memaparkan Hasil analisis dan temuan-temuan
tentang Manajemen Dakwah Politik DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Depok berupa Aplikasi
Konsep Manajemen Dakwah Politik PKS dan Bagaimana Aplikasinya Dalam Manajemen Dakwah
Politik tersebut.
BAB V Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang
berisi tentang kesimpulan terhadap pembahasan data-data yang telah di analisis dan saran-saran
sebagai bahan
pertimbangan.
25
BAB II LANDASAN TEORI KONSEP MANAJEMEN DAKWAH
DAN POLITIK
A. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dakwah ditinjau dari segi Etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk isim Masdar dari kata
daa‟a yad‟u da‟watan yang artinya menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.
34
Berdasarkan Ensiklopedi Islam, dakwah adalah masdar kata dasar dari kata kerja d
a‟a-yad‟u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.
35
Kata daa‟a mengandung arti mengajak,
menyeru dan memanggil, maka sebagai ajakan, seruan, panggilan kepada Islam.
Adapun pengertian lain mengatakan kata dakwah diambil dari kata daa‟a yang artinya memanggil, menyeru, dan menghimpun manusia untuk
suatu perkara dan menganjurkan mereka untuk mengamalkannya sebagaimana yang terdapat dalam surat QS.Yunus : 25
36
34
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan penyelenggara PenerjemahanPenafsiran Al-
Qur’an, 1973, 127
35
Ismah Ismail, Ensiklopedi Islam, Vol-1 Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, 280
36
Ismah Ismail, Vol-1 Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, 280
“Allah menyeru manusia ke darussalam surga, dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus
Islam”. QS.Yunus : 25 Sedangkan
secara istilah
dakwah didefinisikan
dengan mengemukakan pendapat bahwa dakwah ialah sebagai setiap kegiatan yang
bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Swt. Sesuai dengan garis aqidah, yaitu syari’at dan akhlaq
Islamiyah.
37
Dalam buku Prinsip dan Kode Etik Dakwah, dakwah ialah mengajak dan mengumpulkan manusia untuk kebaikan serta membimbing
mereka kepada petunjuk dengan cara ber amar ma‟ruf nahyi munkar.
38
Sedangkan konsep dakwah menurut penulis adalah seruan atau ajakan yang berupa amar ma’ruf nahyi munkar baik melalui perbuatan
ataupun perkataan.
2. Unsur-Unsur Dakwah
a. Da’i Subjek Dakwah
Da’i secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata daa‟a yang merupakan bentuk Isim Fa‟il kata yang menunjukkan pelaku
yang artinya orang melakukan dakwah. Sedangkan secara terminologis da’i yaitu setiap muslim yang berakal Mukallaf aqil baligh dengan kewajiban
dakwah.
39
Definisi terminologis tersebut memberi pengertian, bahwa kewajiban dakwah terbebani kepada setiap muslim yang telah mencapai usia
baligh, aqil dan mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga
37
Muhammad Sayyid al-Wakil, Prinsip dan Kode Etik Dakwah, Penerjemahan Nabhani Idris Jakarta Akademika Pressindo, 2002, 1
38
Ensiklopedi Islam, 280
39
Ismah Ismail, ―Strategi Dakwah di Era Millenium‖, 2
secara luas dakwah bukan hanya aktifitas yang diperlukan oleh sekelompok orang, tetapi hanya diaktifkan oleh para ulama, tidak hanya oleh para aktivis
kampus, tetapi seluruh elemen dan komponen masyarakat yang mempunyai kewajiban yang sama.
40
Dakwah merupakan kewajiban individu, tetapi harus ada kelompok khusus yang menangani dakwah secara profesional. Kewajiban dakwah
secara individu berlaku pada tingkatan wa tawaa shaw bi al-haq wa tawaa shaw bi al-shabr. Sementara itu, secara kolektif, kewajiban
dakwah membutuhkan organisasi, menejemen, dan jaringan sosial yang kuat.
41
Menjadi seorang da’i adalah suatu tugas yang sangat mulia dan memiliki beban tersendiri, karena semua yang telah didakwahkannya harus
bias masuk dan diaplikasikan dalam kehidupan keseharian dari objek dakwahnya. Idris Abdus Shomad dalam Diktat Ilmu Dakwah membagi
bekal yang harus dimilki oleh seorang da’i menjadi tiga bekal utama yakni:
1. Pemahaman yang benar dan tepat, maksudnya ialah pengetahuan
tentang hal-hal yang terkait dengan dakwah dan konsekuensinya. Baik pengetahuan ke-Islaman maupun pengetahuan ilmu dakwah
serta pengetahuan umum yang dapat menunjang dakwahnya. 2.
Ke-Islaman yang kokoh, maksudnya ialah keyakinan da’i tentang kebenaran Islam sebagai isu utama dakwahnya, yakni keimanan
40
Idris Abdu Shomad, Diktat Ilmu Dakwah Depok:T:pn.,2004, 6
41
Abdullah, “Jurnal Dakwah Islam‖ terbit 13 Februari 2013, diakses pada
tanggal 16 April 2014 dari http:dakwah-islam.orgjurnal-dakwah-islam.html
yang melahirkan kecintaanya kepada Allah Swt. Rasul-Nya dan kepada al-Islam, keimanan yang mewujudkan rasa takut hanya
kepada Allah Swt. Dan rasa harap kepada rahmat dan keberkahan daya guna dari-Nya.
3. Hubungan kuat dengan Allah Swt, yaitu keterkaitan da’i kepada
Allah dan sikap tawakkal hanya kepada-Nya, karena keyakinannya bahwa Allah Maha Esa dalam penciptaan Alam
Semesta, Pemeliharaan, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. b.
Mad’u Objek Dakwah Mad’u secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata
Da‟a Yad‟u yang merupakan bentuk isim maf‟ul yang artinya orang yang di ajak, atau dikenakan perbuatan dakwah. Secara terminologis Mad’u adalah
objek dan sekaligus subjek yaitu seluruh manusia tanpa terkecuali.
42
Siapapun mereka, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, seorang bayi yang baru lahir ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah
mad’u dalam dakwah Islam.dkawah tidak hanya ditujukan kepada orang Islam, tetapi juga kepada orang-orang di luar Islam. Intinya dakwah itu
ditujukan untuk siapa saja tanpa melihat status sosialnya, ekonomi dan latar belakang mereka. Pernyataan ini sesuai dengan Q.S Saba’: 28
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
42
Idris Abdu Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, 6
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. QS. Saba’: 28
c. Metode Dakwah
Secara etimologis metode berasal dari dua kata yaitu meta melalui dan hodos jalancara. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata
Methodos yang artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran yang
mencapai suatu maksud.
43
Sedangkan dakwah seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya adalah ajakn, seruan manusia untuk
mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.
44
Secara teknis operasional, rumusan dakwah diarahkan kepada subjek atau juru dakwah. Pemahaman ini dapat diperoleh dari ayat-ayat yang
menjelaskan tentang bagaimana sikap, tindakan atau perilaku yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah dalam menjalankan misi dakwahnya.
Dengan kata lain, pengertian dakwah yang dirumuskan al- Qur’an lebih
ditekankan pada aspek teknis penyampaian dakwah itu sendiri, yakni berupa sikap, tindakan maupun perilaku dalam berdakwah.
45
Metode dakwah seperti yang terdapat dalam Q.S An-Nahl: 125
43
M. Munir, Metode Dakwah Jakarta: Pemuda Media, 2006, 6
44
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, 43
45
Masmudin, “Dakwah dan Pengembangan Masyarakat‖ terbit 2 Maret 2011,
diakses pada tanggal 16 April 2014 dari http:altajdidstain.blogspot.com201102dakwah-dan-pengembangan-masyarakat.html
“serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.” Q.S An-Nahl:
125 Dari ayat diatas dapat dijelaskan pada dasarnya dakwah mempunyai
beberapa metode diantaranya: Terbagi menjadi tiga metode dakwah, yaitu sebagai berikut:
1 Al-Hikmah
Kata hikmah berbentuk masdarnya hukuman atau Hakama yang artinya secara makna aslinya adalah mencegah, jika dikaitkan
dengan dakwah akan berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.
46
Al-hikmah diartikan pula sebagai al-adl keadilan, al-haq kebenaran, al-hilm ketabahan, al-
„ilm pengetahuan dan an- nubuwwah kenabian, yang tentunya dilihat dari porsinya. Hikmah
dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Oleh karena itu, para
Da’i dituntut untuk mampu mengerti, memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima
46
M. Munir, Metode Dakwah, 8
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.
Lebih lanjut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nasafi mengartikan hikmah yaitu dakwah bil hikmah dengan dakwah
menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
47
Dengan demikian, jika dikaitkan dengan dakwah, akan ditemui bahwa
hikmah merupakan peringatan kepada juru dakwah untuk tidak menggunakan satu metode saja. Sebaliknya, mereka harus konsisten
dengan objek dakwah dan selalu bersumber kepada al- Qur’an dan al-
Hadits. 2
Al-Mau‟izhah Al-Hasanah
Secara bahasa Mau‟izhah Hasanah terdiri dari dua kata, yaitu
Mau‟izhah dan Hasanah. Kata Mau‟izhah berasal dari kata Wa‟adza-ya‟idzu-wa‟adzun-I‟dzatan
yang berarti
nasehat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara Hasanah atau
merupakan kebalikan dari sayyi‟ah yang berarti kebaikan.
48
Adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dan menghendaki
manfaat kepada mereka atau dengan al- Qur’an.
49
47
M. Munir, Metode Dakwah, 10
48
M. Munir, Metode Dakwah, 15
49
Hasanuddin, Hukum Dakwah Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, 37
Sedangkan M. Munir dalam buku Metode Dakwah dalam mengklasifikasikan Mau’izhah Hasanah menjadi beberapa bentuk,
yaitu: a.
Nasehat atau petuah b.
Bimbingan, pengajaran Pendidikan c.
Kisah-kisah d.
Kabar gembira dan peringatan al-Basyis dan al-Nadzir e.
Wasiat pesan-pesan positif 3
Al-Mujadalah Bi-al-lati hiya ahsan
Dari segi etimologi langkah lafadz mujadalah diambil dari kata jadala yang bemakna memintal atau melilit. Apabila
ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa‟ala,
jadala dapat bermakna berarti berdebat, dan mujadalah perdebatan. Secara terminologis al-mujadala berarti upaya tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang
diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
50
d. Materi Dakwah
Pada dasarnya materi dakwah adalah ajaran Islam yang memiliki karakter sejalan dengan fitrah manusia dan kebutuhannya,
sirah Nabawiyah mengajarkan kepada kita bahwa materi pertama yang menjadi landasan utama ajaran Islam, yang disampaikan
50
M. Munir, Metode Dakwah, 19
Rasulullah SAW kepada umat manusia adalah masalah yang berkaitan dengan aqidah salimah. Keimanan yang benar, masalah al-
insan, tujuan program, status dan tugas hidup manusia di dunia dan tujuan akhir yang harus dicapainya, dan persamaan manusia
dihadapan Allah SWT.
51
Jadi materi dakwah adalah Al-Islam yang bersumber di Al-
Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah dan akhlak dengan berbagai macam cabang
ilmu yang diperoleh darinya. e.
Tujuan Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dilakukan untuk
memberikan arah atau pedoman bagi gerakan langkah kegiatan dakwah, sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan
sia-sia.
52
Salah satu misi kerasulan dari zaman ke zaman senantiasa sama yaitu sebagai da’i yang menyeru kejalan Allah, mereka
mengajak umat-Nya agar menyembah hanya kepada Allah Swt. Dan menjauhi illah selain Allah Swt. Berupa ideology, isme-isme dan
kepercayaan hidup lainnya. Sehingga tujuan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada jalan Islam yang benar dan diridhai Allah Swt.
Agar hidup bahagia dan sejahtera didunia dan di akhirat yang pada dasarnya menjadi tujuan akhir manusia hidup di muka bumi ini.
51
Muhammad Idris, Ilmu Dakwah, 17
52
Hasanuddin, Manajemen Dakwah, 59
3. Hukum Dakwah
Hukum menurut M.H. Tirtaatmadja ialah semua aturan norma yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup
dengan ancaman mesti mengganti kerugian –jika melanggar aturan-aturan
itu —akan membahayakan diri sendiri atau harta.
Sedangkan menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto berpendapat bahwa hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.
53
Pengertian dakwah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, د و,ع,
yang berarti dasar kecenderungan sesuatu disebabkan suara dan kata-kata.
54
Sedangkan secara istilah pengertian dakwah mengalami perkembangan dan perbedaan makna sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dengan demikian pengertian hukum dakwah adalah aturan-aturan yang memuat tentang kewajiban dan tata-cara
dakwah sesuai dengan hukum Islam.
53
Hasanuddin, Hukum Dakwah, 12
54
Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu‟jam Muqayyis al Lughat,
Mesir: Musthafa al Baabi al-Halabi, 1996 dalam Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau, 2003, 76
4. Prinsip-Prinsip Dakwah
Prinsip mengandung pengertian dasar atau asas kebenaran yang menjadi pokok pada dasarnya berfikir, bertindak dan sabagainya. Pada
esensinya dakwah adalah meletakkan prinsipnya kepada al- Qur’an dan al-
Hadits. Dakwah
dapat diartikan
sebagai suatu
proses yang
berkesinambungan, maksudnya suatu proses yang bukan isidensial, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara
terus menerus oleh para pengemban dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah
dirumuskan.
55
Pada dasarnya prinsip dakwah yaitu amar ma’ruf nahyi munkar, meskipun demikian tidak menjadikan dakwah sebagai suatu yang mudah
untuk dilakukan, tanpa mengindahkan tata cara yang sopan dan santun sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. Karena dakwah adalah
merupakan kewajiban terhadap setiap muslim tanpa memandang asal golongan maupun sosial dari objek dakwahnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan secara seksama agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik
dan menyejukka n pendengar mad’u, berdasarkan M. Munir yang terdapat
dalam buku Metode Dakwah
56
yang memuat prinsip-prinsip dakwah yang menyejukkan yakni sebagai berikut :
55
Didin Hafidhuddin, Dakwah Faktual Jakarta: Gema Insani Press, 2001, 77
56
M. Munir, Metode Dakwah, 50-58
Pertama, mencari titik temu atau sisi kesamaan. Apabila diamati pola dakwah Rasulallah Saw. Sebelum tiba masanya hijrah, tidak pernah
menyeru ummatnya sendiri atau ahli kitab sebutan orang-orang kafir, musyrik atau munafik. Melainkan dengan seruan yang sama dengan dirinya
yakni yaa ayyuhan naas wahai manusia atau yaa qaumii wahai kaumku. Bahkan untuk orang-orang yang munafik, sebelum jatuhnya kota mekkah
nabi Muhammad Saw. mempergunakan panggilan yaa ayyuhal ladziina aamanu wahai orang-orang yang beriman, dan sama sekali tidak pernah
mengucapkan terang-terangan kemunafikan mereka dengan panggilan yaa ayyuhal munaafiquun wahai orang-orang yang munafiq.
Kedua, menggembirakan sebelum menakut-nakuti. Sudah menjadi fitrah manusia menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membenci kepada
yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da’i untuk memulai dakwahnya dengan member harapan yang menarik dan menggembirakan
sebelum memberikan ancaman. Rasulallah Saw. bersabda dalam hadits yang diriwayakan Muslim.
―Serulah manusia Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang lari. ―Seorang da’i seharusnya terlebih dahulu memberikan targhib
kabar gembira sebelum tarhib ancaman. Contohnya memberi tahu keutamaan menjalankan sholat pada waktunya sebelum memberi peringatan
besarnya dosa meninggalkan sholat. Kabar gembira dan ancaman memang sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam berdakwah, karena targhib
memberikan perenungan dan penyadaran motivasi untuk menumbuhkan harapan dan optimisme seseorang. Sedangkan tarhib memberikan
perenungan dan penyadaran kepada seseorang untuk kembali kepada jalan Allah Swt.
Ketiga, memudahkan tidak mempersulit, Rasulallah Saw. selalu menerapkan metode yang mempermudah tidak mempersulit, karena pada
dasarnya Allah Swt. menyukai yang mudah dan tidak mempersulit seperti yang terdapat dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 :
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil. karena
itu, Barangsiapa di antara kamu hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, Maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah
kamu
mencukupkan bilangannya
dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur”. QS. Al-Baqarah : 185 Keempat
, memperhatikan psikologi mad’u. mengingat bermacam- macam tipe manusia yang dihadapi da’i dan berbagai jenis antara dia
dengan mereka serta kondisi psikologis mereka. Setiap da’i yang mengharapkan sejuk dalam aktifitas dakwahnya harus memperhatikan
kondisi psikologis mad’u. hal ini menjadi penting, mengingat tidak semua pokok persoalan yang dihadapi seseorang dapat diselesaikan dengan metode
penyampaian yang sama.
Dai dalam menyampaikan dakwah lebih asyik memberi materi tentang neraka dan syurga, sudah sepatutnya da’i memanaje materi yang
dibutuhkan oleh mad’u. Dakwah dilakukan tidak semata-mata dakwah bil- lisan dengan kata-kata melainkan dengan aksi social dakwah bil-hal.
Sehingga urgensi manajemen dalam dakwah menjadi takterelakkan, agar dakwah yang dilakukan secara individual dan kelompok baik melalui
perkataan, tulisan, lembaga dan berbagai aktivitas sehari-hari menjadi efektif dan sesuai dengan tujuan dakwah Islam. Mengajak manusia dari apa
adanya menuju kepada apa yang seharusnya, menyelamatkan orang-orang agar tidak sampai jatuh ke dalam murka Allah.
57
Lebih lanjut Faizhah dan Lalu Muchsin Effendi dalam bukunya Psikologi Dakwah
58
menjelaskan bahwa agar dakwah menjadi efektif, masyarakat dakwah khususnya para da’i harus memahami prinsip dakwah
yang sesuai dengan kenyataan dakwah di lapangan, yakni sebagai berikut : 1.
Dakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri Ibda‟ binafsik dan menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat,
sebagaimana firman Allah Swt. yang terdapat dalam Al- Qur’an
Surat At-Tahrim ayat 6 :
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
57
Muhammad Zen, “Signifikansi Manajemen Dakwah Islam Dalam Agenda
Perubahan Sosial” Tulisan ini di muat di jurnal SIMBOL Tahun 2000, diakses pada tanggal 15 April 2014 dari http:muhammadzen.wordpress.commanajemen
58
Faizhah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah Jakarta: Prenada Media, 006, x-xii
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”. QS. At-Tahrim : 6
2. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris para nabi yakni
mewarisi pejuangan yang beresiko seperti para nabi juga harus mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski
sudah dilengkapi dengan mu‟jizat.
3. Da’i juga harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan
waktu untuk dapat memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana
dahulu nabi Muhammad Saw. harus melalui tahapan periode Mekkah dan Madinah.
4. Da’i juga harus menyelami alam fikiran masyarakat sehingga
kebenaran Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat. Sebagaimana pesan Rasul : Khatib an a
s‟ala qadri „uqulihim dalam menghadapi kesulitan, da’i harus bersabar,
jangan bersedih atas kearifan masyarakat dan jangan terbelenggu dalam tipu daya setan, karena sudah menjadi sunnatullah bahwa
setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap nabi pun harus mengalami di usir oleh kaumnya.
Seorang da’i harus bisa mengajak, sedangkan yang memberi petunjuk adalah Allah Swt.
5. Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi
dakwah, sebaliknya citra buruk dakwah akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontra produktif. Citra positif bisa
dibangun dengan kesungguhan dan konsisten dalam waktu yang lama, tetapi citra buruk dapat dibangun hanya karena oleh satu
kesalahan fatal. Dalam hal ini, keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
6. Da’i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah,
yaitu prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal. Yakni Al-Khair adalah kebaikan
universal yang datangnya secara normatif dari Tuhan, seperti keadilan dan kejujuran, sedangkan Al-
Ma‟ruf adalah sesuatu yang secara ―sosial‖ dipandang sebagai kepantasan.
B. Konsep Politik Islam
1. Pengertian Politik
Politik diambil dari kata “polis” dalam bahasa Yunani Kuno yang
artinya “kota atau city” ―kota dalam bahasa itu adalah Negara yang
berkuasa, menurut istilah sekarang.
59
Kata politik berasal dari bahasa Inggris yaitu politia yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan, secara
leksikal, kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judge, prudent.
60
Politik secara lughah, berasal dari kata „sasa‟, yasuusu‟,
siyasatan‟ yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al-Muhits mengatakn bahwa, Sustu ar-
ra‟iyata siyasatan atau ―berarti saya memerintahnya dan melarangnya.‖
61
Dalam soal ini didapatkan kata Arab yang telah dipakai dalam bahasa Indonesia dalam arti sama ―siasat‖. Dalam
arti demikian arti politiksiasat itu sangat luas jangkauannya dan pemakaiannya. Sebab ―Politik‖ yang demikian dipakai dalam segala tindak
tanduk manusia.
62
Secara istilah, ―Politik‖ pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politiea yang juga dikenal dengan Republik. Kemudian
muncul karya Aristoteles yang berjudul politiea dan menjalankan dua karya tersebut sebagai pangkal pemikiran politik. Pada umumnya dapat dikatakan
bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam satu system atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem
59
Fuad. Muhd. Fachruddin, Pemikiran Politik Islam, 1
60
Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al- Qur‟an Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada,1994, 34
61
Abdul Qodim Zallum, Pemikiran Politik Islam, 11
62
Fuad. Muhd. Fachruddin, Pemikiran Politik Islam, 2
politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Untuk melaksanakan
tujuan-tujuan itu
perlu ditentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan umum Public Policies yang mengatur pengaturan dan pembagian distribution atau alokasi allocation dari
sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan itu, perlu memiliki kekuasaan power dan kewenangan authority yang akan dipakai
dari proses ini. Cara yang dipakainya dapat bersifat meyakinkan persuasive dan jika perlu paksaan coercion.
63
Berdasarkan uraian sebelumnya seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiarjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik dapat
disimpulkan bahwa konsep-konsep politik itu terbagi menjadi sebagai berikut :
a. Negara State
Negara adalah suatu organisasi dalam sebuah wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Sarjana-sarjana yang menekankan Negara sebagai inti dari politik politics
memusatkan perhatiannya
pada lembaga-lembaga
kenegaraan serta bentuk formulirnya dengan definisi yang bersifat tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya.
b. Kekuasaan Power
63
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Jakarta: PT Dian Rakyat, 1972: reprint, Jakarta: PT Gramedia, 2002, 8
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang ataupun kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atu kelompok lain sesuai
dengan keinginan dari pelaku sarjana-sarjana yang melihat kekuatan sebagai inti dari politik, beranggapan bahwa politik adalah semua
kegiatan yang
menyangkut masalah
merebutkan dan
mempertahankan kekuasaan yang biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan power struggle ini mempunyai tujuan yang
menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Pendekatan ini banyak terpengaruh oleh sosiologi, lebih luas
ruang lingkupnya dan juga menutup gejala-gejala sosial seperti serikat buruh, organisasi keagamaan, organisasi kemanusiaan dan
kaum militer. Bidang ilmu yang membahas khusus masalah ini disebut politikologi studi pembentukan pembagian kekuasaan.
c. Konflik dan Kerjasama
Perbedaan politik yang menjadi ciri dan menjadi sumber dari tindakan-tindakan dari tema-tema politik, adalah perbedaan antara
kawan-lawan. Pernyataan ini diperjelas dengan ucapan seorang negarawan Inggris yang menyatakan
“we have no permanent friends but we have a permanent policies” yang artinya kami tidak
mempunyai kepentingan yang kekal abadi.
64
Politik adalah perbuatan kemasyarakatan yaitu perbuatan yang diarahkan kepada kelakuan orang-orang lain yaitu bertujuan
64
Fuad. Muhd. Fachruddin, Pemikiran Politik Islam, 2