Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dalam Hukum Islam

C. Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dalam Hukum Islam

Melihat doktrin hukum Islam yang merupakan the living law di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim dan terbesar di dunia, di sebutkan dalam mengeksekusi terpidana mati haruslah memenuhi syarat ihsan al-qathlu eksekusi yang paling baik yakni, melakukan eksekusi dengan cara yang paling baik, sehingga mempermudah kematian. Bahwa yang diajarkan oleh Islam, setiap orang di suruh untuk melakukan perbuatan, bahkan bukan hanya perbuatan, mau berbicara, bersikap, berbuat apapun juga termasuk dalam membunuh kalau memang itu di syariatkan untuk membunuh maka harus dilakukan dengan jalan yang baik. Bahwa dalam peperangan misalnya, orang Islam tetap dilarang untuk melakukan mamatsal atau mencincang atau menyiksa musuh sebelum dibunuh. Sebelum maupun sesudah mati musuh tidak boleh diperlakukan dengan jelek, artinya disiksa sebelum dibunuh maupun dicincang sesudah dia mengalami kematian 23 . Bukan hanya itu, bahkan untuk menyembelih binatangpun Islam mengajarkan agar kita melakukan dengan baik 24 , salah satu contoh hadis yang diriwayatkan oleh Muslim: ܊ ڰﺪ܂ ݏﺎ أ۸ ﻮ ۸ﻜ ﺮ ۸ ݍ أ۸ ݙ ܞ ݛ۹ ﺔ ܊ ڰﺪ܂ ݏﺎ إ ܚ ݋ ܲﺎ ݛ ݅ ۸ ݍ ܲ ݇ݛ ﺔ ܲ ݍ ܎ ݆ﺎ ﺪ ܋݆ا ﺬ ءا ܲ ݍ أ۸ ݙ ܾ ݣ ۸ﺔ ܲ ݍ أ۸ ݙ ﻷا ܞ ܳ ܁ ܲ ݍ ܞ ﺪ دا ۸ ݍ أو س ܾ لﺎ إ܂ ݏۿ نﺎ ܊ ܻ ﻈ ۿﻬ ݋ﺎ ܲ ݍ ر ܚ ﻮ ل ا ﷲ ܢ ڰ݇ ﻰ ﷲا ܲ ݇ݛ ݑ و ܚ ڰ݇݉ ܾ لﺎ إ ڰن 23 Muhammad Iqbal, Fiqih Siayasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, Cet, Ke-2, Jakarta: Yofa Mulia Offset, 2007, h. 258 24 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam: Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam , terj. H.M Abdul Noor Ridlo, Cet, Ke- 1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2004, h. 121 Artinya, “telah berkata Abu Bakr bin Abi Saybah, dari Isma’il bin ‘Uliyat, dari Khalid al-Haja’, dari Abi Qulabah, dari Abi al-As’ash, dari Saddad bin A’us, mereka memberi kabar dan menghapalnya dari Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah itu telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, maka baikkanlah cara membunuhnya, dan apabila kalian menyembelih binatang, maka baikkanlah cara penyembelihannya, dan hendaklah salah seorang di antara kalian itu menajamkan pisau sembelihannya, supaya bisa menenangkan bintang sembelihannya” . Hadis tersebut adalah hadis yang sahih dimuat oleh Muslim dalam suruhan untuk membaguskan cara menyembelih dan membunuh dengan menajamkan pisau, sehingga kalau syariat menetapkan bahwa boleh dilakukan pembunuhan maka pembunuhan hendaknya dilakukan dengan cara yang paling baik, yang tidak memberikan sesuatu yang buruk berupa siksaan, oleh karena untuk menyiksa binatang saja tidak boleh apalagi kalau dilakukan terhadap manusia. Karena sesungguhnya pemuliaan kepada manusia disyariatkan oleh Tuhan, bisa dilihat atas sebutan manusia sebagai khalifah di dunia. Dalam Islam masalah bagaimana eksekusi mati tidak diatur dalam al-Quran, melainkan dijelaskan dalam beberapa hadis yang isinya antara satu dan yang lainnya tidak sama. Itulah sebabnya para ulama berbeda pandapatnya dalam masalah ini. Menurut Hanafiah dan pendapat yang sahih dari Hanabilah, hukuman qishas dalam jiwa hanya boleh dilaksanakan dengan menggunakan pedang, baik 25 Muslim ibn Hujaz Abu Husaini al- Qusayri al- Naysaburi, Shahih Muslim, juz III, Beirut: Penerbit, Daarul al-Ihya Atturas al- Qirobi, h. 1547 ݢ داﻮܾ ڰݢا ۸ ܛ ݛ ܹ artinya “tidak ada qishas kecuali dengan pedang” 27 . Menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, hukuman qishas dilaksanakan dengan alat yang sama yang digunakan oleh pelaku pembunuh. Tetapi apabila keluarga sikorban memilih pedang sebagai alat eksekusi, maka hal itu diperbolehkan 28 . Dengan alasan mereka adalah al-Quran surat an-Nhal ayat 126 ☺ ݅܋ݏ݆ا : ٦ Artinya:“dan jika kamu memberikan balasan maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan padamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang- orang bersabar ”. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari al-Barra Ibn ‘Azib, bahwa Rasulullah SAW bersabda: 26 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, Jakarta, Diadit Media, 2007, h. 196-197 27 Wahbah Zuhaili, al- Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz VI, Damaskus : Darul-Fikr, 1989, h. 283 28 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Alquran, h. 197 ݊ ݍ ܊ ڰﺮ ق ܊ ڰﺮ ܾݏ ،ﺎ و ݊ ݍ ܶ ڰﺮ ق ܶ ڰﺮ ܾݏ ݐﺎ Artinya, “barang siapa membakar seseorang, maka kami akan membakarnya, dan barang siapa menhanyutkannya, maka kami akan menghayutkannya ” 29 . Untuk pidana selain jiwa, pelaksanaan qishas tidak boleh dengan pedang atau alat lainnya yang dikhwatirkan akan berlebihan. Oleh karenanya alat yang digunakan adalah pisau, silet atau sejenisnya yang penggunaanya mudah, praktis dan tidak akan menimbulkan kelebihan 30 .

D. Praktik Pidana Mati di Negara-negara Muslim