PERMOHONAN PENGUJIAN FORMIL Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, yang masih

memperkosa hak hukum dari Pemohon dan dapat melanggar Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “setiap orang berhak atas pengakuan, Jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. 11. Bahwa, menurut pengamatan Pemohon pun, dengan ditundanya pelaksanaan eksekusi mati terhadap Pemohon tidak akan menyebabkan hapusnya pidana mati terhadap Pemohon itu sendiri, dan penundaan eksekusi pun, tidak memakan waktu yang lama mengingat proses persidangan di Mahkamah Konstitusi sangat terjadwal dan tertib, kalaupun permohonan Pemohon dikabulkan juga tidak akan menghilangkan vonis pidana mati terhadap Pemohon. Demikian juga proses pembentukan Undang-Undang Tata Cara 12. Eksekusi Pidana Mati yang baru oleh Dewan Perwakilan Rakyat juga tidak akan memakan waktu berpuluh-puluh tahun, paling lama hingga 1 satu tahun.

C. PERMOHONAN PENGUJIAN FORMIL

Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 ayat 3 huruf “a” UU MK, perihal undangundang yang dapat dimohonkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi adalah undang-undang yang pembentukannya tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945. Bahwa menurut Pemohon Undang-Undang Nomor 02PnpsTahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 38 yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, merupakan undang-undang yang pembentukannya tidak memenuhi ketentuan UUD 1945, berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut; 1. Bahwa Undang-Undang Nomor 02PnpsTahun 1964 UU 2Pnps1964, merupakan undang-undang yang pembentukannya didasarkan pada Penetapan Presiden Republik Indonesia. 2. Bahwa Penetapan Presiden a quo, kemudian menjadi undang-undang adalah karena diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang UU 51969. 3. Bahwa Penetapan Presiden a quo merupakan Penetapan Presiden yang dimaksud oleh Pasal 2 UU 51969 yang berbunyi: “Terhitung sejak disahkannya Undang-undang ini, menyatakan Penetapanpenetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden sebagaimana termaksud dalam Lampiran IIA dan IIB Undang-undang ini, sebagai Undang- Undang dengan ketentuan, bahwa materi Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagi penyusunan Undang-undang yang baru”. 4. Bahwa UU 2Pnps1964 juncto UU 51969 adalah undang-undang yang pembentukannya dilakukan dengan cara disahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. 5. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong DPR-GR bukan lembaga perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945, karena DPR-GR dibentuk atas dasar Penetapan Presiden dan anggotanya juga diangkat oleh Presiden, sedang Dewan Perwakilan Rakyat DPR sebagaimana dimaksud oleh Pasal 19 Amandemen UUD 1945, anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 6. Bahwa pembentukan undang-undang menurut UUD 1945 adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 20 Amandemen UUD 1945, maka pembentukan UU 2Pnps1964 juncto UU 51969 tidak sesuai dengan Pasal 20 tersebut. 7. Bahwa dengan demikian, tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dengan cara ditembak hingga mati oleh Regu Penembak, yang selama ini dijalankan di negara kita, Republik Indonesia, merupakan tata cara yang didasarkan pada undang-undang yang pembentukannya tidak sesuai dengan UUD 1945. 8. Bahwa merupakan fakta hukum, UU 2Pnps1964 yang telah diwajibkan oleh UU 51969 untuk diadakan perbaikanpenyempurnaan dalam arti bahwa materi dari penetapan tersebut dijadikan bahan untuk penyusunan undang-undang baru, hingga permohonan diajukan ke Mahkamah Konstitusi belum pernah ada perbaikan maupun penyempurnaan terhadap Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia.

D. PERMOHONAN PENGUJIAN MATERI