Pencarian Identitas Informasionalisme dan Masyarakat Jaringan.

2.4.1. Pencarian Identitas

Era globalisasi dan informasi sebagai sebuah wacana dan fakta tidak saja membawa kita pada multikompleks perubahan di bidang ekonomi, budaya dan politik. Globalisasi informasi juga mengajak kita untuk berpetulang ke dalam multipemahaman bagaimana dunia ini direkrontruksi. Globalisasi menyediakan sebuah tempat yang lapang bagi kontruksi identitas, pertukaran benda dan simbol, dan pergerakan antar tempat atau dunia real time ala cyberspace yang semakin mudah, yang dikombinasikan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang juga menawarkan sebuah percampuran dan pertukaran kebudayaan dan identitas. Secara umum istilah identitas sering kali diasosiasikan dengan “jati diri” manusia. Identitas dalam hal ini menyangkut aspek-aspek yang melingkupi eksistensi seseorang atau lebih dalam lagi merepresentasikan dirinya secara utuh. Identitas merupakan konstruksi psikologis manusia terutama karakter yang menunjukan bahwa dia adalah jiwa yang unik Slouka, 2005:154. Dalam globalisasi, kebudayaan dan identitas bersifat translokal Pieterse 1995. Kebudayan dan identitas tidak lagi mencukupi jika dipahami dalam term tempat, tetapi akan lebih baik jika di konseptualisasikan dalam term perjalanan. Dalam konsep ini tercakup budaya dan orang yang selalu dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, demikian halnya dalam memahami budaya cyberspace sebagai bagian dari globalisasi informasi dan komunikasi, tentunya cyberspace menyajikan suguhan wacana yang tidak saja merupakan counter culture peradaban. Alih-alih menjadi tandingan budaya dunia nyata. Cyberspace malah lebih mampu menciptakan “silent majorities” untuk mengatakan bahwa masyarakat kontemporer lebih suka Universitas Sumatera Utara menghabiskan waktu di depan komputer yang selalu bereksplorasi dari satu identitas, melalui perjalanan di dunia maya. Dengan begitu, permasalahan identitas yang sering kali didengungkan melalui berbagai ruang publik kembali perlu ditelaah ulang. Di saat ini kita harus melangkah ke “dunia lain” yang demikian berbeda, dunia yang di dalamnya seluruh pengalaman, seluruh aktivitas, dan seluruh jiwa raga kita bersatu dan bergerak secara simultan menembus ruang dan waktu pada saat yang sama. Inilah Cyberspace, dunia tempat segalanya dimulai. Slouka menulis dan ini baru permulaan yang terjadi saat beragam avatar itu menenggelamkan diri ke dalam cyberspace sungguh merupakan peristiwa yang fenomenal. Di sana, para pengacara sibuk membuka kantor, koran, editor, dan wartawan mulai bermunculan. Orang-orang menikah dan bercerai, tak ketinggalan para maling, dan untuk menjadi diri tertentu, para avatar itu akan mempertukarkan dan mengganti bagian-bagian tubuhnya agar pas dengan identitas barunya. Tentunya ini membuka peluang baru bagi bisnis “tukar kepala” dan oleh karenanya juga membuka peluang operasi baru bagi maling, mula- mula maling itu mendekati para pendatang baru yang masih polos dan berpura-pura menawarkan bentuk kepala yang lebih menarik, saat bujuk rayu itu mengenai sasaran si polos maka ia akan melepaskan kepalanya untuk ditukarkan dengan yang lain. Dibaliknya kemelut indentitas akhir-akhir ini diibaratkan sebagai penjelmaan dari malaikat dan iblis sekaligus, sebab semua wacana identitas bergerak di satu ruang yang satu sama lain berinteraksi dan bahkan saling menetralisasi. Identitas dibangun sebagai fungsi dari proses konsumsi komuditas massa yang menyertainya, dan dengan demikian, identitas tidak bersifat statis lagi. Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian