banyak  pengikutnya  yang  kembali  ke  kepercayaan  semula.  200  tahun  kemudian, agama  Budha  dan  kepercayaan  Tibet  Lama  diperkenalkan  kembali  berbarengan
dengan  munculnya  suatu  kepercayaan  neo-Syamanisme.  Kepercayaan  ini  dianut oleh  bangsa  Mongol  hingga  timbulnya  komunisme  di  Cina  pada  abad  20  yang
menerapkan kebijakan anti-agama disertai pembunuhan besar-besaran para biksu dan penghancuran rumah-rumah ibadah.  Ketika bangsa Mongol masuk ke negeri-
negeri Islam, seperti Persia, banyak di antara mereka yang menjali Muslim.
34
Pembagian strata sosial bangsa Mongol terdiri atas anggota ksatria Mongol yang disebut bagatur atau sechen. Pemimpin dari golongan ksatria ini dinamakan
noyan.
35
Kelompok  orang  kebanyakan  atau  penduduk  biasa  dinamakan  karachu, dan di bawahnya lagi adalah golongan budak. Ketika bangsa Mongol sudah mulai
berhubungan  dengan  Dinasti  Jin  dari  Cina  yang  mengakui  entitas  keberadaan Mongol sebagai suatu vassal atau negeri bawahan. Beberapa  di antara noyan ada
yang  diberi  gelar  mengikuti  struktur  pemerintahan  Dinasti  Jin,  seperti  taishi gubernur dan  wang  raja.
36
Hubungan antara warga pastoral  dan perkotaan ini dapat  terjalin  dimulai  ketika  seorang  khan  Mongol,  Ambaghi  Khan,  ditaklukan
oleh  suku  Tatar  yang  dibantu  oleh  pasukan  Dinasti  Jin.  Dinasti  Jin  sendiri memiliki  agenda  terselubung  untuk  mencegah  persatuan  suku-suku  Mongol,
sehingga  dalam  upayanya  itu  ia  bermitra  dengan  suku  Tatar.  Sematan  khan merupakan gelar yang disandang oleh seorang pemimpin suku Mongol.
37
34
Gulugjab Tagghudai, “General Concept in Mongol persona”, hlm. 6.
35
George  Vernadsky,  Mongol  and  Russia,  hlm.  15;  lihat  juga  Ignatius  Erik,  Peranan Mongol, hlm.15.
36
George  Vernadsky,  Mongol  and  Russia,  hlm.  15;  lihat  juga  Ignatius  Erik,  Peranan Mongol, hlm.15.
37
Ignatius Erik, Peranan Mongol, hlm.15.
Dalam  struktur  sosial  masyarakat  Mongol,  wanita  dan  pria  memiliki kedudukan  yang  sama.  Hal  ini  bisa  ditelisik  dari  tradisi  penggembala  nomaden
Mongol  yang  telah  berurat  akar  selama  berabad-abad  yang  memastikan kemandirian yang sama baik pria maupun wanitanya. Menurut John Man, wanita
Mongol  bahkan  hingga  saat  ini,  tidak  hanya  berdiam  di  rumah,  memasak  atau menjahit  baju,  serta  mengasuh  anak,  mereka  juga  mampu  berburu  dan
menggembala jika merasa perlu melakukannya. Dua pekerjaan terakhir, lazimnya merupakan tugas kaum pria.
38
Ira  M.  Lapidus  mengungkapkan  lebih  jauh,  bahwa  antara  masyarakat penetap dan pastoral bukan hanya menjalin hubungan saling mengenal, melainkan
juga telah berkembang dalam relasi perniagaan, produksi, dan juga terlibat dalam kafilah  perdagangan.  Seiring  berjalannya  waktu,  warga  pastoral  sendiri  telah
mulai  terbiasa  hidup  seperti  warga  mukim,  dengan  membiasakan  diri  mencari nafkah  melalui  pertanian.  Kemudian,  setelah  merasa  betah,  mereka  pun  banyak
yang mulai menjadi petani tetap bahkan juga warga perkotaan. Terkadang, mereka berada dalam jajaran menengah masyarakat, dengan menjadi penguasa serta tuan
tanah.
39
Mekipun  bangsa  Mongol  terkenal  akan  serbuannya  yang  menyejarah  ke hampir  mencakup  dua  benua,  pemimpin  Mongol,  Jengis  Khan  telah  pandai
membaca  situasi  yang  mengharuskan  ia  menetapkan  suatu  undang-undang  yang ditaati oleh seluruh orang Mongol, semata-mata diberlakukan untuk menciptakan
keteraturan.  Undang-undang  ini  dinamakan  yasa  alyasak,  atau  alyasah.  Di
38
John Man, Kubilai Khan; Legenda Sang Penguasa Terbesar Dalam Sejarah Tangerang; Alvabet, 2010 hlm. 11-12.
39
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 699.
dalamnya  termaktub  peraturan  yang  antara  lain  menyebutkan  bahwa  wanita mempunyai  kewajiban  yang  sama  dengan  laki-laki  dalam  kemiliteran.  Pasukan
perang dibagi ke dalam beberapa kelompok besar maupun kecil, berjumlah seribu, dua  ratus,  dan  sepuluh  orang.  Tiap-tiap  kelompok  dipimpin  oleh  seorang
komandan.
40
D. Konsolidasi Politik Bangsa Mongol
Bangsa Mongol mencapai kemajuan sosial secara mencolok ketika dipimpin oleh  Yasugi  Bahadur  Khan  Yesugai,  setelah  sebelumnya  hidup  secara  terpisah
dalam  suku-suku  kecil.  Dengan  tidak  mengenal  lelah,  ia  menyatukan  13  suku Mongol  di  bawah  komandonya.
41
Yasugi  merupakan  keturunan  dari  keluarga bangsawan  tua  dari  suku  Mangkhol.  Spuler  menyebut  bahwa  Yasugi  merupakan
seorang komandan yang membawahi sepuluh orang dan banyak yang meyakini, ia merupakan  seorang  pangeran  yang  independen.    Kehidupannya  dipenuhi  dengan
pertarungan  mempertahankan  tanahnya  serta  kewibawaannya.
42
Hal  ini  tentu masih  berkaitan  dengan  pola  “penertiban”  yang  dilakukan  oleh  Dinasti  Jin  atas
suku-suku  nomad.  Menginjak  tahun  1165,  Yasugi  mangkat.  Ia  meninggalkan beberapa  orang  anak  dan  yang  tertua  bernama  Temujin  Jengis  Khan,  saat  itu
berusia  10  tahun.  menurut  adat  Mongol,  ia  digadang-gadang  menjadi  pemimpin Mongol masa depan. Namun, kenyataan belum berjalan sesuai dengan ketentuan
itu.  Ia  sepenuhnya  menyadari  bahwa  dalam  mempertahankan  warisan  leluhur, maka ia membutuhkan banyak laskar yang siap membantunya.
43
40
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 112.
41
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 112.
42
Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 2-3.
43
Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 3.
Jengis  Khan  dikenal  sebagai  jenderal  perang  Mongol  yang  ulung.  Ia mereorganisasi tata kemiliteran Mongol sedemikian rupa sehingga menjadi suatu
kekuatan  yang ditakuti oleh lawan-lawannya.  Kehidupan stepa  yang serba keras, dipadati  dengan  latihan  berkuda  dan  berperang  menempatkannya  sebagai  sosok
yang  membawa  fajar  baru  bagi  bangsa  Mongol.  Dengan  segera  ia  memugar kembali kepercayaan kaumnya, lewat pembentukan tentara berkuda yang menjadi
kepanjangan  tangannya  meraih  cita-cita  sebagai  seorang  penguasa  yang  paling disegani dalam sejarah.
44
Setelah  menaklukkan  daerah-daerah  Cina.
45
Pandangan  sang  Khan  kini mengarah  ke  Barat.  Lewat  serangkaian  pengaturan  arus  balik  yang  teratur,
pasukan berkuda sang Khan mulai merayap keluar dari daerah Cina dan memacu kudanya ke barat. Beberapa mil di depannya, terdapat daerah Dinasti Khawarizm,
yang  kala  itu  dipimpin  oleh  Muhammad  II.  Di  masanya  Khawarizm  sedang menikmati  masa-masa  keemasannya.  Sejak  masuknya  wilayah  Uighur  pada
kekuasaan Jengis Khan pada 1207, Dinasti Khawarizm merupakan lawan terberat pasukan Khan di samping kekaisaran Cina.
46
Ketika  mengetahui  iring-iringan  pasukan  Jengis  Khan  akan  menghampiri negerinya,  Muhammad  II
47
,  Syah  Khawarizm,  mengutus  seorang  utusan  yang membawa  surat  perdamaian  kepada  Jengis  Khan.  Isi  surat  tersebut  adalah
keinginan khalifah  Dinasti  Abbasiyah untuk  menjalin  relasi perdagangan dengan
44
Ignatius Erik, Peranan Mongol, hlm.20-22.
45
Stephen Turnbull, Gengghis Khan, hlm. 14-15.
46
Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 8.
47
Sumber lain mengatakan namanya adalah Sultan Alauddin,  sedangkan nama Muhammad sendiri  menurut  Bertold  Spuler  merupakan  Muhammad  II  dan  ada  pula  yang  menyebutnya
Alauddin  Muhammad  yang  merupakan  syah  terbesar  dinasti  ini.  Lihat  Badri  Yatim,  Sejarah Peradaban Islam, hlm. 113; Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 8.
Mongol.  Sumber  lain  mengatakan  bahwa,  sebenarnya  baik  sang  utusan  maupun Syah  Khawarizm  tidak  mengetahui  isi  surat  yang  ternyata  memang  berasal  dari
Baghdad itu. Sebenarnya, isinya adalah mempersilahkan Jengis Khan menyerang Khawarizm, bahkan khalifah Baghdad akan membantu pasukan Mongol.
Semuanya  kemudian  berjalan  baik,  Khawarizm  tidak  jadi  diserang  hingga suatu  ketika  pada  tahun  1218,  konflik  antara  keduanya  pecah.  Saat  itu  Syah
Khawarizm  kedatangan  tiga  pedagang  Muslim  kaya  yang  mewakili  Jangis  Khan untuk  menyampaikan  salam  hangat  kepada  Khawarizm,  yang  dengan  bahasa
diplomatik  sedemikian  halus  merujuk  pada  maksud  agar  Khawarizm  bersedia menjadi  vassal  dari  Mongol.  Syah  Khawarizm  amat  tersinggung  dengan  ucapan
itu. Segera setelahnya, ia membunuh duta-duta Mongol itu dan merampas barang- barang  karavannya.  Pun  dengan  utusan  kedua  Mongol  yang  juga  dibunuh,  sama
sekali  tidak  ada  rasa  bersalah  dari  sang  Syah,  malahan  hal  ini  dilakukan  untuk memenuhi kepuasannya.
Menanggapi  kabar  kematian  utusannya,  Jengis  Khan  menganggapnya sebagai  bentuk  pelecehan.  Tiada  kata  lain  untuk  membalasnya,  selain
membumihanguskan Khawarizm.
Pasukannya segera
dibangunkan dan
digerakkan  menuju  Khawarizm.  Sang  Syah    menempatkan  pasukannya  di Samarkand,  sedangkan  ia  memilih  bertahan  untuk  memperkuat  bentengnya.
Tentara  Khawarizm  porak  poranda.  Yang  paling  menakutkan  adalah  apa  yang dikisahkah Ibn al-Atsir dalam al-Kamil fi at-Tarikh-nya terkait pembunuhan yang
dilakukan oleh tentara sang Khan. Setiap tempat yang terdapat manusia, maka di situ pasti terjadi pembunuhan. Korbannya bukan  hanya orang dewasa melainkan