Serbuan Hulagu Khan ke Baghdad

Turki yang Sunni dengan Persia yang Syiah belum menemui penyelesaian. Begitu pula antara Muslim dan orang dzimmi non-Muslim yang mendapat perlindungan pemerintah juga sedang mengalami perpecahan. 98 Sebenarnya khalifah mengetahui akan keganasan Mongol yang mengoyak negeri-negeri Islam. Namun entah kenapa, ia tidak memiliki tindakan taktis untuk mengantisipasi serbuan Mongol, tetapi malah mengabaikannya begitu saja. Tanpa banyak diketahui oleh para petinggi kerajaan, suatu hari pada tahun 1258, pasukan berkuda Hulagu sudah bersiap dekat kota Baghdad. Hulagu segera mengirim surat yang juga berarti perang urat syaraf kepada khalifah, berikut penggalan kalimatnya: ... Ketika aku mengepung Rudbar, aku memintamu khalifah untuk mengirimkan bantuan namun tidak satu orang pun darimu kujumpai. Hari ini merupakan waktu yang tepat bagimu untuk belajar bagimana jika kau kehilangan pedang dan tongkat kekuasaanmu... 99 Penggalan surat itu dimaksudkan untuk melamahkan keberanian khalifah. Di samping itu, Hulagu sekaligus ingin menebarkan kecemasan terhadap para pejabat Abbasiyah. Setelah ditunggu selama beberapa lama, khalifah tidak juga menunjukkan reaksinya. Pengepungan segera dilakukan. Teror awal Mongol kali ini, bukan berasal dari deretan busur mereka, melainkan dari hujan lontaran batu dan nafta sejenis bom molotov sederhana. Setelah pengepungan selama 40 hari, pihak Baghdad mulai bergeming. Para bangsawan mulai keluar menemui Hulagu untuk 98 Philip K. Hitti, History of The Arabs, hlm. 617. 99 Azeem Beg Chugtai, Dastan, Drame, Mazamin Lahore: Sang-e Mil, 1997 hlm. 7-13. Bab Zaval-e Baghdad The Fall of Baghdad, diterjemahkan oleh Azhar Abidi dalam The Annual of Urdu Studies,vol.18, 2003 hlm. 533-534. Diunduh dari http:www.urdustudies.com pdf1847ABegChughtaiBaghdad.pdf . pada hari Jumat, 13 September 2013, pukul 2.18. bernegosiasi. Hulagu juga mengundang pejabat istana dan khalifah dan tidak lama ketika mereka datang segera dibunuhnya. Setelah itu, pasukan berbondong- bondong memasuki kota. Baghdad yang dileburkan oleh pasukan Hulagu, adalah gambaran kota metropolis, indah, dan pesonanya masih terjaga selama 500 tahun. Dari masa ke masa, para khalifah Dinasti Abbasiyah telah mengoleksi pelbagai bentuk barang antik nan mahal dari beragam peradaban. 100 Sumber lain menceritakan bahwa ketika pada bulan September tahun 1257, ketika masih berada di jalan raya Khurasan, Hulagu sempat mengirimkan ultimatum kepada khalifah untuk memberi pasukan Tatar jalan masuk ke Baghdad dengan meruntuhkan tembok luar kota. Menurut penuturan al-Baladhuri, Khurasan pada masa khalifah al-Musta ’shim Billah sudah dikenal sebagai daerah operasi militer melawan Turki. Bukan hanya dilakukan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah, para penduduk Khurasan pun mulai berpartisipasi menghadapi para pengembara Turki. 101 Sudah seharusnya bekal militer penduduk Khurasan cukup untuk menghadapi gempuran pasukan Hulagu. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, kekuatan Khurasan dapat dipatahkan dan berada di bawah kekuasaan Tatar. Setelah mengetahui ultimatum tersebut, khalifah sama sekali tidak begeming dan enggan memberikan jawaban. Menginjak Januari 1258, tentara Hulagu sudah sampai di Baghdad lantas langsung meruntuhkan tembok ibukota. 100 Azeem Beg Chugtai, Dastan, Drame, Mazamin, hlm. 533. Diunduh dari http:www.urdustudies.com pdf1847ABegChughtaiBaghdad.pdf . pada hari Jumat, 13 September 2013, pukul 2.18. 101 Ibn Jabir al- Baladhuri, Kitab Futuh Al-Buldan jilid 2, hlm.205. Tidak lama kemudian usaha mereka membuahkan hasil, salah satu menara benteng berhasil dirobohkan. Mengetahui hal tersebut, dengan tergopoh-gopoh wazir perdana menteri Dinasti Abbasiyah kala itu Ibn Alqami ditemani seorang Katolik Nestorian mendatangi Hulagu dan meminta tenggat waktu. Permintaan itu ditolak Hulagu. Segala bentuk peringatan akan munculnya bahaya jika menghancurkan Baghdad diacuhkan Hulagu. Pada 10 Februari, pasukan Tatar sudah memasuki kota. Khalifah yang amat ketakutan beserta tiga ratus pejabat dan qadhi bersegera menawarkan penyerahan diri tanpa syarat. Sepuluh hari kemudian, mereka menemui ajalnya. Ibukota Dinasti Abbasiyah menghadapi masa terkelamnya. Penjarahan dan pembakaran di mana-mana. Mayoritas penduduk, termasuk keluarga khalifah dibantai. Bau busuk segera merebak keluar dari jasad-jasad yang malang melintang di jalan tanpa sempat dikuburkan. Mengetahui kota dipenuhi bau mayat, Hulagu menarik diri keluar kota selama beberapa hari. Tidak semua bangunan dihancurkan pasukan Tatar, kemungkinan Hulagu akan menggunakannya sebagai kediamannya kelak. Oleh karena Hulagu seorang Kristen, ia menganugerahkan sejumlah sekolah dan masjid yang kosong atau dibangun kembali kepada kepala keluarga pengikut Nestorian. Untuk kali pertama dalam sejarah Islam, dunia Muslim terbengkalai tanpa khalifah yang namanya wajib disebut ketika prosesi shalat Jumat. 102 Adalah suatu karya berjudul Tabakat-i-Nasri dibuat pada 1260 karya Rasyiduddin, sejarawan Persia, yang menceritakan detik-detik menjelang pengepungan Baghdad. Setelah mengadakan 102 Hitti, History of The Arabs, hlm. 619-620. serangkaian penaklukan di wilayah barat Persia, pasukan Mongol pimpinan Hulagu segera mengarahkan kendalinya ke Khurasan melewati daerah Hulwan untuk selanjutnya menuju ke bagian timur Baghdad. Sebagai langkah awal, ia menitahkan pasukannya melaju lebih dulu dengan perintah melewati sungai Tigris melalui Tikrit, lalu menaklukkan Eufrat dan Anbar. Pasukan ini selanjutnya akan sampai di bagian barat Baghdad melalui kanal Isa. Sesampainya di Baghdad, Hulagu yang bergabung dengan pasukan timur lantas mendirikan tenda di bagian timur Baghdad. Serangan utamanya dilancarkan dengan menusuk Baghdad sebelah kiri yakni di lokasi Burj Ajami dan pintu gerbang Halabah. Pasukan sayap kanan Mongol ditempatkan di bagian utara kota tepatnya di pintu gerbang Sultan Bab as-Sultan. Selanjutnya, pasukan sayap kiri ditempatkan di sekitar pintu gerbang Kalwadha yang terletak di selatan bagian timur Baghdad. Suatu detasemen diperintahkan menyisir tepi timur Tigris dan berhasil melumpuhkan tentara khalifah di sana lalu mengambil alih posisi mereka. Pasukan ini dibagi dua, yang satu ditempatkan dekat rumah sakit al-Adudi dan yang satunya di dekat istana khalifah. Di tepi barat sungai, tidak ketinggalan, disesaki pula oleh pasukan Mongol, tepatnya di sekitar Dulab-i-Bakal Mabkalah. Setelah beberapa waktu memaksimalkan pengepungan luar kota, tiba-tiba muncul kabar berpihaknya kaum Syiah kepada Mongol, yang tinggal di kawasan Kazim Ain. Besar kemungkinan, kaum Syiah memberi kemudahan kepada pasukan Mongol untuk memasuki kota. Kelompok Syiah sendiri merupakan golongan yang dipinggirkan oleh khalifah, setelah Sunni dikembalikan menjadi mazhab kerajaan. Di sisi lain kota, Setelah 5 hari pengepungan, tibalah waktunya pintu gerbang Halabah dan wilayah timur Bahgdad dikuasai oleh Mongol. Segera setelahnya khalifah dan keluarganya ditangkap dan ditahan di tenda Mongol. Tentara Mongol segera membanjiri kota dan Hulagu segera menguasai tempat tinggal khalifah yang bernama Maymuniyah Rumah Kera yang terletak di Baghdad bagian timur. Demikian pula dengan belahan barat kota Baghdad, terjadi pembantaian besar-besaran. Selama 40 hari Bahdad berada pada masa-masa paling menyeramkan. Pembunuhan rakyat marak terjadi. Pasukan Mongol menghancurkan masjid khalifah, tempat suci Imam Musa al-Kadzim, serta pemakaman para khalifah di Rusafah. Kemudian, eksekusi atas al-Must a’ashim dan anak-anaknya tiba. Khalifah menemui ajal sebagaimana rakyatnya yang lain. Belakangan diketahui Hulagu membangun kembali masjid khalifah dan makam Imam Musa al-Kadzim yang sebelumnya dihancurkan. 103 Hancurnya Baghdad yang menandai tamatnya pemerintahan Dinasti Abbasiyah, sesungguhnya merupakan akhir dari problem sosial yang melanda dinasti ini dan provinsi-provinsi di bawahnya. Jika melihat luasnya wilayah dinasti ini dan besarnya sumber daya manusia dalam hal ini pasukan perang, paling tidak dapat mengimbangi atau bahkan mengalahkan tentara Mongol yang notabene masih menggunakan cara-cara tradisional dalam seni perangnya. Jika para khalifah berhasil membangun tata kota yang sedemikian indah dan maju di zamannya, maka sudah dapat dipastikan sistem keamanan kotanya pun telah terbentuk sedemikian kuat. Hal tersebut, kendati belum banyak disebutkan 103 Guy Le Strange, Baghdad During The Abbasid Caliphate Oxford, Clarendon Press, 1900 hlm.341-344. dalam sumber-sumber lain yang telah dikutip, sepertinya tidak disorot terlalu dalam. Dari beberapa sumber yang telah didapatkan, rata-rata hanya menyoroti masalah pertikaian antar golongan yang menjadi penyebab utama lumpuhnya sistem keamanan Baghdad. Demikian pula dengan kota-kota lain yang memiliki khazanah peradaban yang tinggi seperti Khurasan, Samarkand, dan Damaskus, sebenarnya telah memiliki pula sistem keamanan kota yang memadai. Jika mengandaikan Dinasti Abbasiyah masih berada pada masa-masa kejayaannya, tentu saja kejatuhan Baghdad tidak mungkin terjadi. Pergerakan pasukan Mongol, mungkin saja dapat dihentikan sebelum memasuki Persia. Al- Baladhuri menyebutkan bahwa Islam menjadi agama yang dominan di Khurasan pada masa khalifah al- Ma’mun. Hal ini bukan serta merta terjadi begitu saja, melainkan setelah terjadi beberapa upaya islamisasi, salah satunya ke daerah Uhrusanah yang dipimpin oleh Kawis. Kawis yang mengalami kekalahan melawan pasukan Dinasti Abbasiyah akhirnya menyatakan keislamannya dan oleh khalifah al- Ma’mun, ia didudukkan kembali sebagai pemimpin Uhrusanah. Negeri ini menjadi pusat penghasil tenaga militer bagi Dinasti Abbasiyah di era khalifah al- Ma’mun. Di negeri ini terdapat wilayah yang bernama Transoxiana, yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang pandai dalam seni perang yang berasal dari Sogdania, Ferghana, Uhrusanah, ash-Shash dan negeri-negeri lainnya. Bukan hanya itu, penduduk negeri ini juga dikenal memiliki ilmu bela diri yang memadai sehingga berhasil menahan serbuan pasukan Turki pengembara. 104 Jika melihat tipikal bertarungnya, antara Turki dan Mongol tentu tidak terdapat banyak 104 Al-Baladhuri, Futuh al-Buldan, hlm. 204-205. perbedaan dalam seni perangnya. Terlebih setelah sebelumnya disebutkan, banyak di kalangan pasukan Mongol adalah orang-orang Turki. Jika saja pasukan- pasukan Dinasti Abbasiyah bergabung dan bersatu dengan para pendekar asal Khurasan ini untuk membendung pasukan Mongol di Khurasan tentu masih dapat menghentikan laju tentara Hulagu Khan, atau paling tidak mempersulitnya, sehingga negeri-negeri yang lain dapat mengungsikan penduduk kota, atau bahkan memperkuat benteng serta sistem pertahanan dalam kota masing-masing. Sayangnya, apa yang terjadi di masa khalifah al- Ma’mun dulu, tidak sama dengan yang terjadi di masa al-Musta ’shim pada tahun 1258. Khurasan yang dikenal memiliki wilayah Transoxiana tempat berkumpulnya para pendekar, tidak lagi terdengar eksistensinya. Besar kemungkinan daerah ini termasuk dalam wilayah yang memisahkan diri dari Baghdad. Kemenangan gilang-gemilang yang diraih para pengembara Mongol bukan merupakan sesuatu yang terjadi tiba-tiba melainkan telah didahului perencanaan yang matang. Mewujudkan suatu rencana tentu amat berkaitan dengan faktor pembawaan manusianya. Tentu saja, hal ini bukan bermaksud menyangsikan pasukan Dinasti Abbasiyah yang memiliki keterampilan perang tidak kalah hebatnya dengan bangsa Mongol. Saat mendudukkan tipologi pasukan Mongol dan pasukan Dinasti Abbasiyah maka sama halnya dengan membicarakan status mereka sebagai penduduk kota menetap dengan penduduk badui nomaden. Ibn Khaldun memiliki teori yang relevan untuk mengupas lebih dalam tipologi kedua macam masyarakat ini. Menurutnya, penduduk kota merupakan pribadi yang malas dan cenderung akan hal-hal yang tidak merepotkan atau yang tidak memberatkannya. 105 Kehidupan mereka dijalani dengan penuh kenikmatan serta kemewahan. Mereka menggantungkan masalah keamanan harta dan diri mereka kepada pejabat terkait atau langsung pada gubernur al-wali serta kepada raja yang memimpinnya. Mereka banyak menerima jaminan dan perlindungan diri lewat kokohnya tembok- tembok yang mengelilingi serta benteng-benteng yang memagari mereka. Tidak ada suara serta teriakan keras yang menganggu mereka, dan tidak ada binatang liar yang tiba-tiba memangsa mereka. Kehidupan mereka terjamin keamanannya dan tidak pernah memegang apalagi terlatih menggunakan senjata. Keadaan damai dan santai demikian juga dialami keturunan serta generasi penerus mereka. Mereka amat mirip dengan wanita dan anak-anak yang berada di bawah pengawasan rumah tangga. Hal ini seiring berjalannya waktu menjadi tabiat mereka. Berbeda dengan penduduk kota, masyarakat badui hidup mengucilkan diri dari masyarakat berperadaban tinggi. Mereka hidup liar di tempat-tempat yang jauh dari keramaian kota dan masyarakat pada umumnya dan tidak pula mendapat pengawasan dari tentara. Kediaman mereka tidak dikelilingi tembok benteng dan tidak pula memiliki pintu gerbang, seperti kota. Oleh sebab itu, mereka menjaga keamanan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini pula yang melandasi mengapa kemanapun mereka pergi selalu membawa senjata. Mereka dikenal memiliki kepekaan diri tinggi dalam mendeteksi adanya bahaya. Jika 105 Ibn Khaldun, Muqaddimah, hlm. 146. malam tiba, mereka tidur lebih cepat, kecuali jika terdapat agenda berkumpul dengan kelompok mereka, atau ketika mereka berada di atas pelana. Mereka awas mendengar suara dan gerak burung. Kerapkali mereka hidup memencil di padang pasir, disertai keteguhan jiwa dan kepercayaan kepada diri sendiri. Keteguhan jiwa telah menjadi sifat mereka, dan tabiat mereka penuh dengan keberanian. Mereka menyandarkan pada keteguhan jiwa dan keberanian itu apabila mendengar panggilan atau harus lari oleh teriakan. 106 Baghdad merupakan kota metropolis yang memiliki tingkat kesibukan maupun rutinitas yang tinggi. Hal ini bisa ditelisik dengan posisinya sebagai salah satu pusat perdagangan dunia. 107 Manusia dari berbagai suku bangsa yang ada disibukkan dengan aktivitas mereka masing-masing dan tentu saja menggantungkan keamanan pada institusi terkait seperti tentara. Wajib militer pun sepertinya tidak diberlakukan di kota ini, mengingat posisi kota yang terjamin keamanannya. Hal ini tentu saja membuat masyarakatnya lebih mementingkan pada pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi tanpa harus bersusah-susah dalam suatu latihan militer. Hal ini belum ditambah kekacauan sosial seperti pertentangan antar golongan yang tentunya menjadi bara dalam sekam di pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Berkurangnya perhatian pada sektor pertahanan kota tentu berhubungan pula dengan turunnya soliditas pasukan penjaga. Apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldun tentang masyarakat badui “tidak terlelap di atas pelana” besar kemungkinan ditujukan bagi bangsa Mongol atau Tatar. Hal ini 106 Ibn Khaldun, Muqaddimah, hlm. 146-147. 107 Muhammad Tohir, Sejarah Islam, hlm. 100. mengingat kedua bangsa ini merupakan bangsa yang menghabiskan sebagian hidupnya dapat diibaratkan di atas pelana kuda. Penggambaran sifat masyarakat badui sedikit banyak amat mirip dengan yang terdapat dalam karakteristik bangsa Mongol. Dengan jumlah yang besar disertai keterampilan perang yang memadai, membantai ribuan warga Baghdad bukanlah perkara yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Terlebih ketika melihat gaya perang mereka yang mengandalkan pada kecepatan, yakni menggunakan panah sekaligus berkuda.

C. Dampak serbuan Mongol terhadap Baghdad

Keberadaan bangsa Mongol di Baghdad menyisakan pilu yang berkepanjangan. Dunia Islam seperti menemukan masa akhirnya. Ibukota yang merupakan simbol pencapaian terbaik dalam sejarah panjang umat Islam kini terkoyak oleh serangan pasukan berkuda dari Asia Tengah. Kebakaran bukan hanya melanda bangunan fisik semata, namun ikut pula menghanguskan harapan serta cita-cita masyarakat Baghdad. Badai serangan bangsa Mongol menghempaskan kota ini hingga sampai pada titik nadirnya. Berbagai dampak negatif mulai datang setelah beberapa waktu setelah jatuhnya kota ini. Merujuk pada penejelasan Peter Burke, perubahan sosial dapat dimaknai pula sebagai fase regresif kemunduran dari suatu kerajaan atau kepemerintahan. Seringkali faktor internal, seperti penaklukkan, memicu lahirnya perubahan sosial. Jatuhnya kekaisaran Romawi di tangan orang Barbar pada abad 3 M misalnya, merupakan contoh yang relevan. Hampir sama seperti kasus Baghdad, saat itu, sebelum didatangi pasukan Barbar, Romawi mengalami krisis yang tidak saja terdapat di pemerintah pusat melainkan juga pemerintah daerah. Serangan Barbar menyebabkan jatuhnya pemerintahan pusat, berkurangnya peranan kota-kota dan meningkatnya kecenderungan untuk memberdayakan ekonomi dan politik lokal. 108 1. Dampak Politik Kejatuhan Baghdad merupakan momok menakutkan dalam sejarah Islam. Kisah-kisah kelam yang menyertainya bagaikan deretan panjang catatan hitam yang tidak terhitung. Langit-langit peradaban semakin pekat oleh ketakutan manusia. Perbaikan fisik dan mental kiranya tidak bisa diupayakan dalam waktu yang singkat. Kekeruhan bukan hanya membayangi kondisi masyarakat kota Baghdad melainkan dunia Islam pada umumnya. Kondisi perpolitikan pasca serangan bangsa Mongol dengan cepat berubah. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, munculnya bangsa Mongol sebagai kekuatan baru benar-benar menjadi ancaman serius bagi negeri-negeri Islam lainnya. Serangkaian penaklukan yang telah dimulai sejak masa Jengis Khan hingga cucunya Hulagu Khan telah mengacaukan alunan ritme kepemimpinan kerajaan-kerajaan Islam. Puncaknya, pada 1258, ketika Baghdad ditaklukkan, kondisi perpolitikan Islam yang semula memang telah terpecah, menjadi kian terpisah disertai dengan ketakutan yang sangat. Namun begitu, di balik setiap kejatuhan tentunya akan timbul suatu kebangkitan. Di tengah haru biru kengerian masyarakat Islam di belahan dunia Arab dan sekitarnya, muncul fenomena politik yang tergolong baru, utamanya 108 Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, Terj. Mestika Zed dkk, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011 hlm. 204 dan 207. menyangkut siapa subyeknya. Kejatuhan Baghdad benar-benar menjadi bukti bahwa bangsa Mongol memiliki DNA untuk menjadi penguasa peradaban Islam serta pemimpin Muslim di dunia. Dikatakan demikian oleh karena terlepas dari kekejaman yang ditimbulkannya, mereka telah berhasil menghempaskan kekuatan-kekuatan bangsa yang sejak lama dikenal sebagai pengawal keberlangsungan peradaban Islam di kancah global. Bangsa Arab menjadi bangsa pertama yang memimpin tumbuh kembang Islam. Mulai kelahiran Islam hingga berakhirnya Dinasti Umayyah menjadi momen sepak terjang bangsa Arab dalam perpolitikan Islam. Berganti pada berdiri dan berkembangnya Dinasti Abbasiyah menjadi pembuktian bangsa Persia dan Turki bahwa mereka juga memiliki potensi menjadi pemimpin atas seluruh dataran Islam. Baik Arab maupun Persia telah mampu menyihir dunia berkat kerja kerasnya membangun kemegahan Islam sehingga menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan dunia. 109 2. Dampak Sosial Kedatangan bangsa Mongol ke Baghdad merupakan petaka besar dalam sejarah Islam. Pembantaian-pembantaian yang terjadi menjadi pemandangan yang amat memilukan. Hampir di setiap jalan-jalan kota dipenuhi dengan mayat. Ibarat gerombolan serigala lapar, bangsa Mongol berlarian mengejar penduduk kota berbekal pedang dan senjata pembunuh lainnya. Jerit ketakutan mewarnai langit kota, saling sahut menyahut sungguh memilukan. Mereka yang mati bukan hanya karena terkena sayatan pedang atau hujaman panah, melainkan banyak pula yang 109 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 42-50.