Terbentuknya Dinasti Ilkhaniyah SERBUAN BANGSA MONGOL KE BARAT

unik di kalangan khan Mongol yang berkedudukan di wilayah ini. Pelan namun pasti, mereka mulai beralih agama ke Islam. Keadaan ini membawa serta pada perubahan sifat maupun perangai dari sebelumnya berwatak kasar, kejam, dan beringas menjadi pribadi yang lebih mengedepankan perasaan lagi berkelakukan halus. Hulagu Khan yang mengetahui peristiwa tersebut ternyata amat tidak senang dengan banyaknya orang-orang Mongol ke Islam. Setelah diselidiki, ternyata bukan hanya para pemuka Mongol Persia saja yang masuk Islam, melainkan mereka yang berkedudukan di wilayah Turkistan dan Asia Selatan telah banyak pula yang menjadi Muslim. Segera pasukan Hulagu Khan dipacu ke arah Turkistan untuk menaklukkan saudara-saudaranya, terhitung masih putra pamannya sendiri, yang menjadi Muslim tersebut. Perlahan namun pasti, perang saudara yang sepertinya bermotifkan perbedaan keyakinan itu mulai terjadi. Kendati Hulagu Khan merupakan pengikut Budha yang taat dan akan menyerang saudaranya yang Muslim, ternyata, latar belakang serangannya bukanlah semata- mata karena kepentingan agama. Beberapa dekade sebelum upaya penaklukkan Hulagu ke Persia, daerah tersebut telah terlebih dahulu dikuasai bangsa Mongol, yakni dari wangsa Chagatay yang mewarisi daerah yang dalam sejarah dikenal dengan nama Mogol atau Moghulistan. Sepeninggal Chagatay, daerah ini jatuh dalam pertikaian internal yang sengit, masing-masing pemimpin Mongol tidak ada yang mau mengalah. Persia pun akhirnya terpacah-pecah ke dalam beberapa kekuasaankerajaan yang kecil-kecil dan saling terpisah-pisah. Masing-masing dikepalai oleh pemuka Mongol setempat. Kerajaan-kerajaan ini ada yang masih mengadopsi tradisi kepemimpinan Mongol, tetapi tidak sedikit pula yang mengambil pengaruh dari corak tata pemerintahan Persia. Di antara mereka ada yang menganut mazhab Sunni dan ada pula yang Syi’ah. Masing-masing dari mereka kerapkali terlibat bentrokan bersenjata, yang diakibatkan dari pertentangan antar golongan maupun kepentingan kesukuan dan sebagainya, sehingga lambat laun membuat dominasi Mongol atas Persia menjadi rapuh. Latar belakang demikianlah yang sepertinya menginspirasi Hulagu untuk menaklukkan kembali Persia agar berada di bawah kesatuan Mongol yang kuat. Ia khawatir hal serupa juga cepat atau lambat akan terjadi di wilayah Rusia Selatan maupun Turkistan. Dalam pada itu, berbekal pasukan terlatih dan berpengalaman, Hulagu Khan memimpin untuk mengembalikan kembali kebesaran Jengis Khan yakni menyatukan wilayah-wilayah yang terpecah ke dalam bendera kekaisaran Mongol Raya, seperti yang dilakukan leluhurnya itu di masa lalu. 76 Penghacuran Hulagu yang paling dikenal dalam catatan sejarah adalah atas ibukota umat Islam dunia kala itu, Bahgdad. Lewat serangkaian pengepungan yang terstruktur kota ini berhasil ditaklukkan. Khalifah Dinasti Abbasiyah beserta keluarganya mati dibunuh oleh bala tentara Hulagu Khan. Bangunan-bangunan dimusnahkan. Korban yang jatuh di kalangan penduduk sipil antara 90.000 sampai 250.000. 77 Bahgdad mengalami peristiwa terkelamnya kala itu. Umat Muslim pun jatuh dalam kesengsaraan. Setelah puas menjarah dan membunuh warga Baghdad, 76 Muhammad Tohir, Sejarah Islam, hlm. 429-430. 77 Marsha E. Ackermann dkk, ed, Encyclopedia of World History, hlm. 183. pasukan Hulagu melanjutkan pengembaraannya ke barat. Sesampainya di Suriah, oleh karena sudah mendengar keganasan yang ditorehkan pasukan Tatar sebelumnya, beberapa pangeranamir memilih menyerah dan berdamai. Tantangan tangguh nyatanya telah menunggu di depan. Pasukan Dinasti Mamluk yang berpengalaman dalam Perang Salib menunggu dengan tenang dan waspada. Manuver pasukan Tatar yang dikenal cepat, luput dari sergapan patroli pasukan Dinasti Mamluk. Namun begitu, lewat kegigihannya, pasukan Dinasti Mamluk berhasil memepet rapat pergerakan bangsa Tatar. Merasa terjepit, Hulagu melancarkan strategi klasik para leluhurnya, yakni menyatakan menyerah dan membawa kembali pasukannya. Tanpa disangka, setelah menjauh dari patroli mamluk, Hulagu membuat gerakan memutar dan mengarahkan kuda-kudanya menyerbu Palestina. Pada 3 September 1260, rangkaian penaklukkan Hulagu terhenti di Ain Jalut dekat Nablus. Pasukan Dinasti Mamluk mengadakan serangkaian serangan yang membuyarkan pertahanan Tatar. Kali ini Hulagu menelan kekalahan dan memutuskan menarik pasukan dari kawasan Suriah. 78 M. A. Enan memberikan keterangan yang berbeda mengenai kontak pasukan Tatar dengan Mesir yang kala itu dikuasai Dinasti Mamluk. Beberapa waktu setelah Hulagu menaklukkan Baghdad, para petinggi Dinasti Mamluk digelayuti rasa kekhawatiran dan kecemasan yang tidak terkira. Mesir sendiri dalam perjalanan sejarahnya kerapkali dikoyak oleh penakluk-penakluk dari belahan timur dunia. Sejarah mencatat hanya pasukan Dinasti Mamluklah yang berhasil menghentikan laju Hulagu. Segera setelah berhadapan, pasukan Dinasti 78 Carl Brockelmann, History of the Islamic, hlm. 250-251. Mamluk pun segera terlibat dalam pertempuran seru melawan pasukan Hulagu. Lewat serangkaian gebrakan, pasukan Dinasti Mamluk berhasil memukul mundur pasukan Tatar ini. Pasukan Tatar yang selamat memilih mengundurkan diri ke timur. Inilah salah satu kekalahan besar yang di derita bangsa Mongol, yang sebelumnya terkenal selalu berhasil mematahkan serangan pasukan-pasukan negeri Islam lalu kemudian menjarahnya. Kairo pun terselamatkan. Sang sultan tak henti-hentinya memanjatkan puji syukur. 79 Setelah penaklukkan Baghdad, Hulagu Khan tidak lantas menikmati masa- masa liburnya dengan tenang. Pikirannya disibukkan dengan rancangan- rancangan untuk merawat serta menjaga keutuhan daerah-daerah yang sebelumnya telah dikuasainya. Khurasan merupakan wilayah yang kemudian menjadi benteng terkuat Tatar dan di kemudian hari banyak ditinggali oleh koloni-koloni Mongol dan Turki. Wilayah penting selanjutnya adalah Azerbaijan yang di kemudian hari banyak pula didatangi oleh suku-suku Turki yang hidup berdampingan dengan orang-orang Persia yang telah terlebih dahulu mendiami kawasan ini sejak abad 9. Orang-orang Persia ini dulunya berprofesi sebagai tentara bagi khalifah Dinasti Abbasiyah. Banyak di antara pasukan Hulagu yang berasal dari suku Turki dan wilayah ini tentu amat cocok untuk disinggahi pasukan Turkinya. Selanjutnya, masih termasuk dalam wilayah Hulagu adalah padang rumput Mughan yang terhampar di utara Tabriz. Kualitas rumput di sana tergolong baik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan kuda dan ternak lainnya. Kota Tabriz 79 Lebih lanjut lihat M.A. Enan, Detik-Detik Menentukan dalam Sejarah Islam Surabaya: Bina Ilmu, 1979 hlm. 184-191. dan Maraghah dijadikan tempat tinggal sang khan yang lantas menjadi ibukota Dinasti Ilkhan yang memiliki potensi bisnis dan perdagangan yang bagus. Pengaruh Persia-Arab pun mulai merebak di seluruh masyarakat Ilkhan, yang tentunya merupakan keniscayaan akibat pengaruh budaya maupun tradisi setempat. 80 Nama “Ilkhan” sendiri amat lekat dengan diri Hulagu Khan. Masa-masa keemasan Hulagu Khan berbarengan dengan prestasi gemilang yang dicapai saudaranya, Kubilai Khan di Cina. Segera setelah Kubilai telah berhasil meraih posisinya sebagai Khan Agung, hubugannya dengan penguasa Mongol Persia itu kian dekat. Kubilai merestui Hulagu menjadi “Ilkhan”, viceroy, atau wakil Khan Agung di Persia yang tak lain merupakan bagian dari otoritas Khan di Cina. Di wilayah kebudayaan, hubungan keduanya pun kian rekat dan membuahkan hasil yang membanggakan. 81 Kegemilangan yang dicapai Hulagu, nyatanya memiliki reputasi sebaliknya bagi bangsa Persia. Secara keseluruhan, pemerintahan Mongol merupakan masa- masa terpahit sekaligus traumatis bagi bangsa Persia. Justin Marozzi merujuk pada uraian al-Qazwaini menyatakan bahwa, masa ribuan tahun kiranya tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh pembantaian Jengis Khan. Pun menurut Juwaini, salah seorang sejarawan terkenal yang hidup di kala Persia di bawah pendudukan Mongol, mengatakan bahwa “setiap kota dan desa” menjadi korban pembunuhan dan penjarahan yang dilakukan secara berulang- ulang sedemikian parah sehingga populasi penduduknya tidak pernah menyentuh 80 Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 25. 81 Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 22. angka 10 persen dari populasi sebelumnya. Penduduk sipil kota-kota besar seperti di Merv, Balkh, Nisyapur, Hamadan, Tus, Rayy, Qazwain, dan Herat secara bergantian dibunuh. Seiring dengan tindakan ini, ladang-ladang pertanian dimusnahkan saat petani-petani lari menyelamatkan diri dan meninggalkan pertaniannya. Aliran irigasi hancur, dan gurun perlahan memakan daerah-daerah yang semula subur. Proses kemunduran ini dipercepat dengan kedatangan bangsa Mongol pengembara yang membawa serta ternak dan kemudian digembalakan di lahan-lahan tersebut. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Kekuasaan Ilkhan membawa serta pengaruh baru, yakni tersambungnya komunikasi antara Timur dan Barat. Aliran kafilah-kafilah dagang yang hilir mudik di antara kedua daerah tersebut ikut serta menyokong kemajuan ini. Pelbagai bentuk pertentangan religi yang semula menghantui lingkungan orang-orang Persia, perlahan menurun intensitasnya. Salah satu hal yang ikut serta mengikis pertikaian keagamaan tersebut adalah adanya asimilasi yang dilakukan bangsa Mongol, yang dipandu langsung oleh para penguasanya, ke dalam dunia Islam. Sejarah mencatat bahwa sejak saat itu pengaruh Arabisasi yang semula amat identik dengan Islam perlahan memudar dan bahasa Persia menjadi bahasa pengantar serta bahasa pengetahuan yang juga merupakan bahasa kebudayaan tertinggi. Penguasa Mongol di Persia juga menjadi saksi kelahiran historiografi penulisan sejarah resmi Persia. Adalah Rasyiddin, seorang ilmuwan yang memelopori penulisan sejarah tanah dan bangsanya tersebut. Langkah mulianya tersebut diikuti pula oleh dua perdana menteri PM Ilkhan, Juwaini dan Wassaf. Di era tersebut, muncul pula varian baru dari dunia lukisan, yakni dengan meningginya corak atau gaya melukis lanskap Cina yang mulai digunakan oleh para pelukis-pelukis Persia. Perlahan kehancuran budaya dipugar dan menemukan era keemasannya kembali. Koneksi hubungan yang sedemikian erat antara Cina dan Persia atau Sino- Iran mendapat perhatian yang serius dari Thomas Allsen. Menurutnya, hubungan ini merupakan dampak dari berkembangnya pertukaran antarbudaya cross- cultural exchange, yang amat dekat dengan peran para agen-agen Mongol. 82 Senada dengan penjelasan Allsen, Nicola di Cosmo menegaskan beberapa hal yang melatarbelakangi hubungan harmonis keduanya adalah akibat adanya distribusi manusia, barang, maupun pemikiran dari Asia Barat ke wilayah yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan tersebut banyak pula diinisiasi dan dilakukan oleh bangsa Mongol. Jadi yang dinamakan relasi “Cross-Cultural” merujuk pada upaya filterisasi penyaringan dan adaptasi yang diberlakukan oleh para pemimpin Mongol. Mereka mengawasi fenomena ini beriringan dengan semakin membesarnya jumlah perpindahan manusia di seluruh Eurasia. 83 Walaupun Persia sedikit demi sedikit berdiri menyandang kebesarannya, hal tersebut agaknya diluar persepsi David Morgan. Lewat penelitian terbarunya berjudul Medieval Persia: 1040-1797 1992, ia menyangsikan kontribusi Mongol dalam pembangunan kembali Persia. Menurutnya: “Kita pastinya memiliki keraguan tentang sikap masyarakat Persia, waktu mereka berusaha keras berkelit 82 Thomas T. Allsen, Culture and Conquest, hlm. 189-211. 83 Nicola di Cosmo, “Mongols and Merchants on The Black Sea Frontier in the Thirteenth and Fourteenth Centuries: Convergences and Conflicts” dalam http:www.storia.unipd.itPROFILIMATERIALEMATERIALIDIDATTICI1235484113174559 878946449.pdf . diakses pada pukul 13.24 hari Kamis 15 Agustus 2013. dari para petugas pajak Mongol, dalam memandang perkembangan keahlian melukis. Bagi bangsa Persia, era pendudukan Mongol merupakan masa malapetaka yang sangat besar dan tidak tertandingi.” 84 Ilkhan merupkan suatu kekhanan yang memberikan keistimewaan kepada umat Kristen Nestorian. Mereka yang banyak ditemui di ibukota kerajaan berasal dari Mesopotamia Utara. Sejak gelombang kedatangannya ke kawasan Asia Tengah mereka termasuk dalam golongan istimewa dibanding penduduk kerajaan lainnya. Istri Hulagu, Doquz Khatun merupakan pemeluk Kristen. Di beberapa wilayah, gereja-gereja maupun kapel-kepel banyak dibangun. Bukan hanya Kristen Nestorian saja yang menyandang status istimewa, mereka yang berasal dari sekte lain, seperti Jacobin Suriah dan Monofisit Armenia serta Ortodoks Georgia juga menikmati fasilitas serupa. Sebagaimana disinggung sebelumnya, Hulagu sendiri merupakan seorang Budhis penganut Budha. Kepercayaannya ini lebih dipengaruhi oleh Budha yang berkembang di Mongol bukan yang berasal dari tradisi Cina. Orang Mongol memiliki agamawan Budha sendiri yang dikenal dengan sebutan Bakhsyis. Mereka banyak didatangkan untuk meramaikan istana. Semula, Hulagu merupakan pemabuk berat, namun begitu memeluk Budha kebiasaannya tersebut ditinggalkan. Pada tangga 8 Februari 1265, Hulagu berpulang dan beberapa waktu kemudian istrinya menyusul suaminya. Sepeninggal Hulagu, tahta Ilkhan diberikan kepada anaknya Abaqa 1265- 1282 yang beragama Kristen. Tidak berselang lama, kapasitas khan baru ini 84 Justin Marozzi, Timur Leng, hlm. 134-135. mulai diuji oleh serangkaian problem eksternal yang mengancam keutuhan kerajaan. Di daerah Kaukasus, Mongol Golden Horde pimpinan Berke melakukan beberapa aksi pencaplokan wilayah. Segera, Abaqa mengirim kekuatan tempurnya. Benteng-benteng berbahan dasar kayu didirikan di sepanjang tepi selatan sungai Kur. Pasukan yang berkubu ini berharap dapat meletupkan suatu manuver yang akan menghentikan laju tentara Berke. Di pihak lain, Berke ternyata berhasil menemukan akses lain, sehigga tidak bertemu dengan pasukan Ilkhan, dan setelah menyeberangi sungai Kur, ia melanjutkan perjalanannya ke barat. Laju pasukan mereka terhenti di suatu kota Georgia kuno bernama Mtskheth. Di sana tentara Ilkhan bertempur dengan pasukan Berke dengan sengitnya. Dalam pertempuran ini, kira-kira tahun 1267, Berke berhasil dibunuh dan pasukannya berhasil dihancukan. Untuk sementara, Abaqa dapat bernafas lega. Namun begitu, ini merupakan permulaan dari rangkaian aksi teror yang nantinya banyak ditemukan di bagian utara dan tenggara Dinasti Ilkhan. Kondisi geografis Persia memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah negeri ini. Persia dikelilingi oleh rangkaian pegunungan yang besar. Di sebelah barat laut terhampar pegunungan Kaukasus, sedangkan pegunungan Zagros melintang di sebelah barat dan barat daya, serta dataran tinggi Pamir dan Hindu Kush terletak di sebelah timurnya. Hanya di belahan timur laut, tepatnya di wilayah Oxus-Jaxartes yang terbuka. Daerah tersebut, menginjak masa pemerintahan Abaqa, mulai berada dalam ancaman musuh. Golden Horde membentuk aliansi dengan penguasa Transoxania untuk melancarkan serangan gabungan ke wilayah Ilkhan. Namun serangan itu nyatanya hanyalah kabar burung dan tidak benar-benar terjadi. Lagi-lagi Abaqa masih bisa bernafas lega. Pertempuran benar-benar pecah, ketika penguasa Transoxania melancarkan pukulan terjadap Khurasan pada tahun 1268. Setelah membentuk satuan tempurnya, Abaqa melancarkan serangan balasan dan berhasil memukul mundur musuhnya. Dari arah timurlaut ancaman lain mengintip dari balik horizon. Menurut Spuler, salah satu perhatian utama dari para penguasa Persia sejak masa lalu adalah mengamankan kontrol tidak hanya Mesopotamia, melainkan juga Suriah dan akses menuju Mediterrania. Untuk menyetir Suriah, adalah memiliki konsekuensi terlibat perang terbuka dengan Mesir, dan sebelumnya harus melewati terlebih dahulu pesisir sungai Eufrat. Kekalahan Hulagu melawan pasukan Dinasti Mamluk di Ain Jalut menjadi bukti tak terbantahkan betapa ancaman yang terdapat di bagian timur amat berat dan tangguh. Kala itu sultan Baybars, penguasa Dinasti Mamluk, dari markasnya di Suriah, telah rajin mengadakan invasi ke beberapa wilayah Mesopotamia. Ia juga sempat terlibat pertempuran dengan kerajaan Armenia Kecil di Cilicia yang memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan pemimpin Mongol. Pada 1277, pasukan Dinasti Mamluk melancarkan penguasaan atas kota Malatya dan berhasil mengeksekusi walikotanya yang ternyata adalah orang Mongol. Di kota ini gereja-gereja tak luput dari aksi pembakaran dan penghancuran. Para pengungsi Kristen Ortodoks dan Armenia meminta bantuan kepada Abaqa, yang langsung direspons dengan pengiriman pasukan untuk menghentikan serangan tentara Dinasti Mamluk. Keuntungan masih berada di pihak Abaqa. Ketika pertempuran pasukan Ilkhan masih berada pada tahap awal, Baybars diberitakan mangkat dan pertempuran berangsur-angsur mereda. Beberapa waktu kemudian, kawasan ini berada pada kondisi yang stabil kembali. Bagaimaapun, selain memang memiliki persediaan pasukan yang memadai, faktor geografis juga turut menjaga keutuhan Dinasti Ilkhan dari serangan musuh-musuhnya. 85 Kedudukan Abaqa sebagai raja Dinasti Ilkhan digantikan oleh raja ketiga yang bernama Ahmad Teguder 1282-1284. Baru pada periode ini, raja Dinasti Ilkhan beragama Islam dan dengan serta merta membawa pengaruh Islam ke lingkungan istana. Keputusannya masuk Islam, ditentang oleh pejabat istana dan berujung pada penangkapannya. Dalam suatu kesempatan, ia dibunuh oleh Arghun, anaknya sendiri. Arghun kemudian didaulat menjadi Raja Dinasti Ilkhan selanjutnya. Ia menjabat sejak 1284 hinga 1291. Raja keempat ini dikenal amat kejam terhadap umat Islam. Di antara mereka ada yang dibunuh atau diusir. Kebebasan Muslim kembali terasa ketika Dinasti Ilkhan berada di bawah kekuasaan suksesor pengganti Arghun, yang tak lain adalah keponakannya sendiri yang bernama Mahmud Ghazna 1295-1304. Di bawah titahnya, Islam kembali bersemi. Orang-orang Persia pun mendapatkan lagi kebebasannya. Mulai dari Ghazna hingga seterusnya, Ilkhan dipimpin oleh raja-raja Muslim. Berbeda dengan para pendahulunya, Ghazna dikenal sebagai sosok yang memperhatikan tumbuh kembang peradaban. Ia juga dikenal amat mencintai dunia sastra dan ilmu pengetahuan, tertutama mengenai ilmu arsitektur dan ilmu alam seperti astronomi, kimia, minerologi, metalurgi, dan botani. Kesenian juga menjadi hiburannya yang 85 Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 26-27. menyenangkannya. Ia membangun semacam biara untuk para darwis dan menyeponsori pembangunan perguruan tinggi yang intens mengkaji mazhab Syafi’i dan Hanafi. Pun dengan fasilitas pendukungnya, seperti perpustakaan dan observatorium serta gedung-gedung umum lainnya juga mulai banyak didirikan. Karya emasnya terhenti ketika ia berpulang dalam usia yang amat muda, yakni sekitar 32 tahun. Kedudukan Ghazna digantikan oleh adiknya, Muhammad Khudabanda Oljaytu yang memerintah dari tahun 1304 hingga 1317. Berbeda dengan kakaknya, Oljaytu merupakan pengikut Syiah yang ekstrem. Ia mendirikan kota raja Sulthaniyah di dekat Zanjan. Oljaytu digantikan oleh Abu Said 1317-1335. Pada masa itu, Dinasti Ilkhan dilanda bencana kelaparan yang parah dan diterjang bencana angin topan dan hujan es yang mengundang malapetaka. Dinasti Ilkhan lambat laun menemui masa-masa kehancurannya sepeninggal Abu Said. Keluarga kerajaan terlibat dalam pertikaian yang berujung pada perang saudara. Setelah terpecah-pecah kerajaan ini ditaklukkan oleh Timur Leng. 86 86 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 115-117. 54

BAB IV SERBUAN BANGSA MONGOL KE BAGHDAD

A. Masa Disintegrasi Abbasiyah

Berdirinya Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah. Walaupun, jika ditilik dari keluarga maupun pusat kekuasaannya berbeda, namun tetap bisa dikatakan sebagai kelanjutan dari estafet kepemimpinan dalam dunia Islam. Pendiri dan penguasa Dinasti Abbasiyah merupakan keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad saw. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Masa berkuasanya dinasti ini amatlah lama, yakni sejak tahun 750 hingga 1258. Selama dinasti ini berdiri, tata kepemimpinan yang digunakannya berbeda-beda, tergantung dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, periode pertama 750-847 M yang dilalui dinasti ini merupakan periode keemasan, di mana segala bentuk harapan akan berdirinya suatu kejayaan kepemimpinan Islam yang besar dapat diwujudkan. Ditilik dari segi politis, para khalifah yang memimpin di era ini merupakan sosok pemimpin yang kuat dan bukan hanya menempati jabatan politik tertinggi melainkan juga dipandang sebagai pemuka agama sekaligus. Di tataran masyarakat, kemakmuran dan kesejahteraan berada pada tingkat yang memuaskan dan tergolong dalam peringkat tertinggi sepanjang daulah ini berdiri. Di era ini, ilmu pengetahuan juga semakin berkembang dengan pesatnya. Para ilmuwan telah berhasil merumuskan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, awan gelap segera menyelimuti dinasti ini ketika periode pertama ini berakhir. Secara berangsur-angsur kedaulatan politik dinasti ini kian menurun, walaupun ilmu pengetahuan terus menunjukkan perkembangannya. Satu hal yang menjadi ciri khas dari Dinasti Abbasiyah adalah bahwa kekhilafahan ini dibangun oleh banyak bangsa. Bukan hanya Arab, Persia dan Turki juga memiliki andil besar dalam membangun dinasti ini. Banyaknya bangsa yang terlibat dalam pengembangan dinasti ini menyulut terjadinya perebutan dominasi yang kerapkali berbalik merugikannya. Menjelang abad ke-13, pertikaian antar golongan yang tak kunjung berhenti di istana membuat kontrol atas wilayah-wilayah kekuasaan semakin jarang dilakukan. 87 Wibawa khalifah merosot tajam, seiring dengan berkuasanya bangsa Turki atas pemerintahan dinasti ini. Di daerah-daerah mulai banyak bermunculan pemuka-pemuka masyarakat berpengaruh, yang lantas memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka mulai mendirikan dinasti-dinasti kecil yang berdaulat dan independen. Terdapat kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan simbolik serta pembayaran upeti yang rutin. Tidak ada upaya khalifah untuk mengadakan inspeksi atau sekedar mengetahui informasi terakhir dari para raja-raja kecil di bawahnya. Pun, sepertinya tidak ada perhatian yang rutin sebagai bentuk pengikat antara pemerintah daerah dan pusat, sehingga para pemimpin-pemimpin di daerah merasa menjalankan pemerintahannya sendiri dan 87 Carl Brockelmann, The History of Islamic, hlm. 148. apa yang mereka perbuat luput dari perhatian khalifah. Badri Yatim memiliki dua alasan mengapa khalifah terkesan abai terhadap negeri-negeri bawahannya. Pertama, kemungkinan para khalifah tidak memiliki wibawa yang disegani dan cukup kuat untuk membuat bawahannya tunduk kepadanya. Kedua, penguasa Dinasti Abbasiyah pada era keemasannya lebih memperhatikan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam ketimbang wilayah politik dan ekspansi. 88 Selain itu, hal lain yang tidak kalah penting berkaitan dengan gaya hidup glamor yang ditunjukkan khalifah. 89 Kendati hal ini bukanlah menjadi masalah utama, namun cukup menjadi penyebab mengapa sendi-sendi penting di istana menjadi longgar, sehingga dengan mudah dapat disusupi oleh beragam oknum dalam hal ini para pemuka bangsa Arab, Persia, atau Turki yang membawa agenda tertentu yang tentu saja demi kepentingan golongannya. Khalifah menjadi percaya begitu saja dengan orang-orang terdekatnya sehingga dengan mudah menyerahkan persoalan politik yang juga berarti masalah tulang punggung kerajaan kepada kelompok yang memiliki maksud pribadi untuk memperkuat posisinya di tataran istana. Akibat dari fokus khalifah terkait upaya mengembangkan peradaban, ilmu, serta kebudayaan membuat daerah-daerah merasa memiliki kekuatan politik untuk tidak mengakui kekuasaan khalifah secara sebenar-benarnya. Bisa diibaratkan, pengakuan hanya sampai pada tataran lisan bukan diresapi hingga sampai hati serta pemikiran para raja-raja kecil itu dan menyatakan lepas dari pemerintah pusat. Hal ini bisa terjadi serta diupayakan dalam dua cara, yakni; 1 seorang 88 Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007 hlm.85. 89 Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 85.