tinggi  Cina  sampai  ke  wilayah  Kazakhstan.  Mereka  juga  mendiami  pegunungan Pemir dan danau Balkash di sebelah barat. Nama Mongol sendiri kemudian baru
dikenal sebagai salah satu bangsa utama dari banyak sebaran orang  yang berasal dari Mongolia pada abad 8 SM yang memiliki karakter etnologis tertentu.
23
Merujuk  pada  penjelasan  Badri  Yatim  yang  mengutip  dari  Ahmad  Syalabi yang  menyebutkan  bahwa  nenek  moyang  orang  Mongol  bernama  Alanja  Khan
yang  memiliki  dua  putra  kembar  bernama  Mongol  dan  Tatar.  Mongol  memiliki anak bernama Ilkhan yang di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa Mongol.
24
Sedangkan  menurut  Hasan  Ibrahim  Hasan,  nama  Mongol  sendiri  memiliki kaitan  historis  dengan  istilah  Tatar.  Namun  begitu,  Hasan  lebih  condong  untuk
menggunakan  istilah  Tatar  untuk  menyebut  bangsa  Mongol.  Tatar  sendiri memiliki  m
akna  “suatu  tahun  di  mana  terjadi  beberapa  pergantian  masa”. Pemaknaan  ini  tidak  lain  lahir  dari  dua  kabilah  Tatar  yang  menghubungkan  diri
pada  penggambaran  Urkhun  Turki  yang  terdapat  pada  masa  abad  2  H  sekitar abad  8  M.  Pemaknaan  yang  sama  juga  ditujukan  pada  Mongol  secara
keseluruhan maupun bagi kabilah sejenis.
25
Ketika  memasuki  abad  13,  serbuan  pasukan  Mongol  ke  barat  di  bawah pimpinan  Jengis  Khan  menyebabkan  perkawinan  silang  antara  kebudayaan  dan
masyarakat  di  seluruh  benua  Asia.  Walaupun  pada  kenyataannya,  Jengis  Khan tidak  menghilangkan  Tatar  sebagai  suku,  orang  Mongolia  keturunan  Turk  juga
dikenal  dengan  sebutan  Tatar.  Namun,  bangsa  Eropa  menggunakan  istilah  ini
23
http:www.mongabay.comhistorymongoliamongoliaorigins_of_the_mongols_early_de velopment,_ca_220_bc-ad_1206.html
diunduh pada tanggal 15 Juli 2013 pukul 09.47.
24
Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam, hlm. 111.
25
Hasan Ibrahim  Hasan,  Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa  al-Tsaqofi wa al- Ijtima’i
Juz 4 Kairo, Maktabah al-Nahdhlatul Misriyyah, 1968, hlm. 130.
tanpa  melihat  aspek  perbedaannya  dalam  segi  apapun.  Bagi  semua  bangsa pengembara dikategorikan sebagai orang barbar yang kasar yang menurut mereka
hanya  menyebarkan  ketakutan  dan  kebencian.  Oleh  karena  itu,  mereka  mengeja nama Tartar dari Tartarus yang merupakan neraka gelap dalam mitologi  Yunani.
Dewasa  ini,  baik  penyebutan  Mongol  maupun  Tartar  sering  digunakan  secara bergantian.
26
B. Kehidupan Bangsa Mongol
Bangsa Mongol banyak menghabiskan hidupnya dari stepa ke stepa. Mereka hidup  berdampingan  dengan  suku-suku  nomad  lain  yang  nantinya  merupakan
leluhur  dari  orang  Iran  dan  Turki.  Suku-suku  nomad  ini  memiliki  kesamaan bentuk  dalam  cara  hidup  maupun  organisasi  sosialnya.  Stepa  merupakan  suatu
padang  rumput  luas,  umumnya  datar  dan  hanya  diselingi  sedikit  pepohonan. Keputusan  mereka  untuk  menjalani  kehidupan  dengan  cara  berpindah-pindah
bukanlah tanpa sebab. Hal ini berhubungan dengan kondisi tanah Mongolia yang keadaannya  kurang  subur  dan  diperparah  dengan  keadaan  iklimnya  yang  ganas.
Menginjak  musim  dingin  yang  dapat  berlangsung  6  bulan  dalam  setahun, persediaan air menipis. Penyebab utamanya adalah karena sungai-sungai mengalir
ke kutub utara, yang tentu saja bisa berubah keadaannya menjadi es sehingga sulit untuk digunakan.
27
Ira  M.  Lapidus  mengatakan  bahwa  daerah  padang  rumput  yang  gersang  di sebelah  utara,  tepatnya  di  sekitar  Laut  Kaspia,  Laut  Aral,  dan  Danau  Balkh,
26
Justin  Marozzi,  Timur  Leng;  Panglima  Islam  Penakluk  Dunia  Bandung:  Mizan,  2013 hlm. 9.
27
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, jilid 1 Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999 hlm. 638.
banyak dihuni oleh warga pastoral yang berprofesi sebagai penggembala berbagai binatang ternak seperti kuda, domba, biri-biri, dan unta.
Lebih  jauh  Lapidus  menjelaskan  bahwa,  pola  hidup  masyarakat  pastoral yang  nomaden  memungkinkan  mereka  menjalin  relasi  dengan  komunitas  lain,
termasuk  masyarakat  pemukim.  Kebiasaan  ini  telah  terjadi  selama  berabad-abad yang lampau.  Lapidus mengetengahkan contoh  bahwa meskipun peradaban Cina
dan  Timur  Tengah  memiliki  corak  kedinastian  dan  pertanian,  tidak  menutup kemungkinan  adanya  kelompok  masyarakat  pastoral  yang  sekedar  mampir  atau
berdiam  selama  beberapa  waktu  di  kota  maupun  pedesaannya.  Beberapa  daerah, di  Cina  maupun  di  Timur  Tengah,  yang  memiliki  kondisi  geografis  padang
rumput  dan  daerah  beroase,  malah  banyak  didiami  kaum  pastoral  penggembala yang  memelihara  kuda  maupun  biri-birinya  di  sekitar  tempat  itu.  Di  kemudian
hari,  penduduk  pastoral  ini  kemudian  diorganisir  menjadi  suatu  kumpulan konfederasi  kelompok-kelompok  yang  lebih  besar.  Warga  pemukiman  yang
telah terbiasa menjalin hubungan dengan masyarakat pastoral tersebar di wilayah Transoxania,  Khawarizm,  Farghana,  dan  Kashgar  serta  di  beberapa  kota  yang
termasuk  dalam  jalur  dagang  yang  menghubungkan  Cina,  Timur  Tengah,  dan Eropa.
28
Menurut Hasan Ibrahim Hasan, bangsa Mongol mempunyai watak yang kasar,  suka  berperang,  dan  tidak  kenal  takut  sekalipun  harus  berhadapan  dengan
kematian  dalam  mencapai  keinginannya.
29
Bangsa  Mongol  juga  memiliki  jiwa militer yang kuat.
30
28
Ira Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 638-639.
29
Hasan  Ibrahim  Hasan,  Tarikh  al-Islam,  hlm.  132;  lihat  juga  Badri  Yatim,  Sejarah Peradaban Islam, hlm. 112.
30
Justin Marozzi, Timur Leng, hlm. 21, 24-25.
C. Struktur Sosial Bangsa Mongol
Bangsa  Mongol  terbagi  ke  dalam  dua  kelompok  besar  yakni  1  suku Mongol yang mendiami kawasan stepa dan 2 mereka yang bertempat tinggal di
dalam  hutan.  Suku  Mongol  yang  tinggal  di  stepa,  sebagaimana  telah  disinggung sebelumnya,  berprofesi  sebagai  penggembala  sedangkan  yang  tinggal  di  hutan
umumnya  menggantungkan  hidup  pada  berburu  dan  menangkap  ikan  di  sungai. Kedua  golongan  ini  menjalin  hubungan  yang  baik  dan  saling  menguntungkan.
Suku  Mongol  hutan  memasok  kebutuhan  bulu  bagi  suku  Mongol  stepa  yang nantinya  digunakan  sebagai  penghangat  ketika  musim  dingin  datang.  Sedangkan
suku  Mongol  stepa  ada  pula  yang  membiasakan  diri  menempa  besi  menjadi
senjata yang selain digunakan sendiri juga didistribusikan ke suku Mongol hutan.
Masyarakat bangsa Mongol terbagi ke dalam sejumlah komunitas pengguna bahasa  Turki-Altaic  serta  membentuk  suatu  sistem  sosial  yang  memiliki  unsur
patrilineal  berhubungan  dengan  garis  dari  ayah.  Warga  padang  rumput  ini kemudian  membentuk  satuan  keluarga,  klan,  maupun  konfederasi  gerombolan.
Klan  sendiri  berfungsi  menjadi  unit  dasar  pengumpul  pajak,  pengorganisasian militer,  penengah  perselisihan,  serta  beragam  kegiatan  politik  lainnya.  Ketika
beberapa  kelompok  kecil  didasarkan  pada  garis  keturunan,  maka  suatu  konsep politik  atau  teritorial  menginspirasi  pembentukan  beberapa  peringkat  organisasi
yang lebih tinggi. Sistem  patrineal  ternyata  memiliki  pengaruh  yang  besar  dalam  dinamika
sosial  bangsa  Mongol.  Menurut  Ignatius  Erik,  sistem  sosial  masyarakat  Mongol pada  abad  12  malah  didasarkan  pada  sistem  patrineal.  Pola  perkawinan  yang