Mongol. Sumber lain mengatakan bahwa, sebenarnya baik sang utusan maupun Syah Khawarizm tidak mengetahui isi surat yang ternyata memang berasal dari
Baghdad itu. Sebenarnya, isinya adalah mempersilahkan Jengis Khan menyerang Khawarizm, bahkan khalifah Baghdad akan membantu pasukan Mongol.
Semuanya kemudian berjalan baik, Khawarizm tidak jadi diserang hingga suatu ketika pada tahun 1218, konflik antara keduanya pecah. Saat itu Syah
Khawarizm kedatangan tiga pedagang Muslim kaya yang mewakili Jangis Khan untuk menyampaikan salam hangat kepada Khawarizm, yang dengan bahasa
diplomatik sedemikian halus merujuk pada maksud agar Khawarizm bersedia menjadi vassal dari Mongol. Syah Khawarizm amat tersinggung dengan ucapan
itu. Segera setelahnya, ia membunuh duta-duta Mongol itu dan merampas barang- barang karavannya. Pun dengan utusan kedua Mongol yang juga dibunuh, sama
sekali tidak ada rasa bersalah dari sang Syah, malahan hal ini dilakukan untuk memenuhi kepuasannya.
Menanggapi kabar kematian utusannya, Jengis Khan menganggapnya sebagai bentuk pelecehan. Tiada kata lain untuk membalasnya, selain
membumihanguskan Khawarizm.
Pasukannya segera
dibangunkan dan
digerakkan menuju Khawarizm. Sang Syah menempatkan pasukannya di Samarkand, sedangkan ia memilih bertahan untuk memperkuat bentengnya.
Tentara Khawarizm porak poranda. Yang paling menakutkan adalah apa yang dikisahkah Ibn al-Atsir dalam al-Kamil fi at-Tarikh-nya terkait pembunuhan yang
dilakukan oleh tentara sang Khan. Setiap tempat yang terdapat manusia, maka di situ pasti terjadi pembunuhan. Korbannya bukan hanya orang dewasa melainkan
juga anak-anak.
48
Kala itu, pertempuran melawan Syah diserahkan kapada anak Jengis Khan, sedangkan sang Khan sendiri memilih menaklukkan Bukhara.
Pasukan Syah mundur hingga ke Balkh lalu ke Nisapur. Ketika Jengis Khan berhasil menguasai Samarkand. Ia mengirim beberapa detasemen untuk mengejar
Syah Khawarizm. Kisah Syah Khawarizm berakhir dengan tragis, ia ditemukan mati terbunuh di pulau kecil di Laut Kaspia pada tahun 1220.
49
Manurut Badri Yatim, gelombang kekuatan balasan Khawarizm sempat muncul dan menantang
pasukan Mongol. Kali ini Khawarizm langsung dipimpin oleh Jalaluddin, syah baru yang juga anak Muhammad. Pertempuran pun segera pecah di Attock pada
tahun 1224. Ketika itu, pasukannya terdesak hebat, Jalaluddin segera melarikan diri ke India, dari sana pasukan Mongol tetap bergerak hingga sampai di
Azerbaijan.
50
Di negeri ini, kerusakan yang terlihat semakin parah. Menurut Ibn al-Atsir selain mengadakan penghancuran, tentara Mongol juga melakukan
penjarahan harta benda.
51
Orang-orang Khawarizm merupakan pemeluk Islam aliran Syiah. Setelah merasa kedudukannya kuat, mereka mendirikan kerajaan baru, yakni kerajaan
Syah Khawarizm. Orang-orang Muslim Syiah Khawarizm ini kemudian berhasil mengikat wilayah bagian barat Asia, dari sebelumnya terpecah-pecah menjadi
suatu kesatuan politik. Di sisi lain, para elite kerajaan belum mampu menciptakan hal yang sama di ranah kehidupan beragama. Hal ini dikarenakan penggantian
Islam Syiah sebagai agama resmi kerajaan menggantikan Islam Sunni yang
48
Ibn al-Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh; Tarikh, hlm.1914.
49
Karl Brockelman, History of the Islamic, hlm. 240-241.
50
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 113.
51
Ibn al-Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, hlm. 1945.
menjadi agama resmi di era Turki Seljuk, belum semampunya dapat diterima oleh semua kalangan. Belakangan masalah ini ternyata menjadi sumber kerapuhan
kerajaan Khawarizm. Umat Islam yang berada di bawahnya memiliki potensi terkoyak oleh konflik agama.
Selanjutnya, para elite Khawarizm berupaya untuk terus memperlebar sayap wilayahnya, kali ini pandangan ditujukan ke Baghdad. Namun, cita-cita ini
menemukan jalan terjal bahkan tidak terlaksana sama sekali, oleh karena beberapa waktu kemudian segala elemen masyarakat kerajaan ini hancur lebur dipukul
serbuan bangsa Mongol.
52
52
Muhammad Tohir, Sejarah Islam Dari Andalus Sampai Indus Jakarta: Pustaka Jaya, 1981, hlm. 413-414.
27
BAB III SERBUAN BANGSA MONGOL KE BARAT
A. Migrasi Bangsa Mongol
Menginjak tahun 1227, Jengis Khan sudah tidak mampu lagi memacu kudanya lebih cepat. Agaknya ketuaan telah beberapa tahun sebelumnya
menghantui dirinya. Tepatnya pada 18 Agustus 1227, ia mangkat dengan meninggalkan istri, anak, keluarga, dan pengikutnya.
Ketika ia meninggal, kerajaan Mongol sudah sedemikian luas terbangun dan tentu saja bayang-bayang akan tantangan mempertahankan eksistensinya dengan
cepat berhembus. Sudah tentu, mereka yang berhak mewarisi kerja kerasnya itu adalah anak-anaknya. Jengis Khan dikaruniai empat anak. Kesatuan kerajaan bisa
saja tercerai berai akibat perebutan tahta. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada bangsa Mongol. Undang-undang Mongol telah menetapkan bahwa anak termuda
diserahi tugas untuk mewarisi kepemimpinan dan menjaga tanah pihak ayahnya. Dengan kata lain, tanah air atau tanah tumpah darah bangsa Mongol diwariskan
kepada putra termuda yang bernama Tuli. Sedangkan untuk ketiga anaknya yang lain, Jagatai Chagatai mendapatkan
bagian utara dan sebelah timur laut Oxus. Daerah ini lebih dikenal dengan nama Transoxania. Sedangkan untuk Ogedei diwariskan daerah bagian timur, dan untuk
yang anak tertua, Jochi, diserahi tugas mengurus sebagian besar daerah barat, termsuk kawasan Rusia. Enam tahun berselang sejak kematian Jengis Khan, Jochi
berpulang, kedudukannya digantikan anaknya.
53
Semasa hidupnya, Jengis Khan senantiasa memimpikan kerajaan besarnya berada dalam kesatuan terpusat.
Walaupun dihadapkan pada realitas wilayah yang amat luas, bukanlah dianggap menjadi masalah utama. Ia tidak menyetujui konsep desentralisasi kekuasaan yang
berarti pula membagi wewenang kekuasaan pada penguasa-peguasa di bawahnya. Hal tersebut dipahami betul oleh keempat anak Jengis Khan. Salah satu di antara
mereka harus ada yang menduduki Khan Agung tertinggi Great Khan yang membawahi empat wilayah pembagian Mongol.
Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1229, diselenggarakan dewan rakyat Mongol yang dikenal dengan nama Qurultay. Pertemuan para pemuka
Mongol itu menghasilkan keputusan bahwa Ogedei-lah yang didaulat menjadi Khan Agung. Sosok Khan Agung ini diceritakan mewarisi kemampuan bertempur
ayahnya. Sikapnya terlihat tenang dan mencerminkan pemimpin yang tidak gegabah memimpin kerajaan tinggalan ayahnya. Segera ia mengadakan beberapa
tindakan membangun birokrasinya dengan membuat ibukota baru di Qara Qum Karakum. Daerah ini dikenal sebagai gurun liar yang diupayakan sebagai
daerah subur tempat tumbuhnya buah-buahan dan sayur mayur yang nantinya didistribusikan ke Mongolia dan China. Kota ini dikenal pula sebagai salah satu
titik jalur dagang dan memiliki potensi strategis menjalin relasi niaga di antara India dan Asia Barat.
54
Walaupun telah mendapat bagian-bagian, namun nafsu untuk memperlebar sayap ekspansi belum juga surut di jiwa anak serta keturunan
Jengis Khan. Batu Khan, anak Jochi, setelah membentuk tentara yang kuat mulai
53
Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 10-11.
54
Bertold Spuler, The Muslim World, hlm. 11.; lihat juga Justin Marozzi, Timur Leng, hlm.13.
memberangkatkan pasukannya menyerbu Rusia, Polandia, Bulgaria, dan MagyarHongaria di Eropa Timur. Sesampainya di pintu gerbang Eropa tersebut
hasratnya tak kunjung padam, ia mengarahkan pandangan untuk menaklukkan Konstantinopel. Namun begitu, agaknya ia harus memendam cita-citanya. Ia
mangkat sebelum pasukannya menyentuh kota itu.
55
Salah satu episode perang yang menarik adalah ketika tentara berkuda Mongol pimpinan Ogodei dihadang oleh kawanan kavaleri gajah Turki-
Khawarizm, sebagaimana yang diceritakan oleh Juvaini Juwaini?:
56
And when the path of combat was closed to them, and the two parties had become entangled on the chess board of war, and the valiant
knights were no longer able to manoeuvre their horses upon the plain, they threw in their elephants; but the Mongols did not turn
tail, on the contrary, with their King-checking arrows they liberated those who were held in check by the elephants until broke up the
ranks of the infantry. When the elephants had received wounds ami were of no more use than the foot soldiers of chess, they turned back,
tramping many people underneath their feet. ketika jejak pertempuran menghampiri mereka, pergerakan dua
pasukan menjadi seperti perang di papan catur. Manuver berkuda prajurit Mongol tertahan dan hanya mengitari tanah datar, mereka
memanahi gajah-gajah tersebut. Mongol tidak terpengaruh dengan mengekor pasukan musuhnya. Malahan, dibawah kendali raja
mereka, serangan panah dialamatkan ke gajah sehingga menyebabkan kerusakan bagi infantri musuh. Pasukan gajah
tersebut menghancurkan infantri catur. Pasukan bergajah berbalik menuju prajurit musuh dan mencederai banyak orang yang dilewati
sang gajah.
Bagaikan menjalankan bidak catur, ketika mengetahui pergerakan pasukan berkuda terhenti oleh dominasi pasukan gajah Khawarizm, alih-alih mengadakan
serangan mengekor, yakni melalui belakang, pasukan Mongol yang kala itu dipimpin oleh Jochi, memilih menghujani pasukan gajah dengan panah. Ketika
55
Hamka, Sejarah Umat Islam jilid III Bukittinggi: N. V. Nusantara, 1961, hlm. 24.
56
Stephen Turnbull, Gengghis Khan, hlm. 21-22.