Gambaran Umum Tentang Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI PERKAWINAN

A. Gambaran Umum Tentang Pernikahan

1. Pengertian Kata nikah atau zawaj yang berasal dari bahasa Arab dilihat secara makna etimologi bahasa berarti “berkumpul dan menindih”, atau dengan ungkapan lain bermakna “aqad dan setubuh” yang secara syara’ berarti aqad pernikahan. Secara terminologi istilah nikah atau zawaj adalah: 1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh. 2. Akad yang ditetapkan Allah bagi seorang laki-laki atas diri seorang perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya. 1 Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah حﺎﻜ yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh wathi 2 . Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan 1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, cet.I, Jakarta: Prima Heza Lestari, 2006 , h.1. 2 Abdrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 7. wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam arti majazi metafora 3 . Berdasarkan firman Allah SWT: … .... ءﺎ ا : ˻˾ Artinya: “…Karena itu, kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka...”.an- Nisa’: 25 Definisi nikah yang lain menurut pendapat para ulama adalah sebagai berikut: ﺰ ا و جا ﺷ ْﺮ ﺎ ه ﻮ ْﻘﺪ و ﻌ ا رﺎ ع ْﺪ ْ ﻚ ْ ا ﺘْ ﺘ عﺎ ﺮ ا ﺟ ﺎْ ْﺮ أة ئ و ﺣ ا ْﺘ ْﺘ عﺎ ْا ْﺮ ةأ ﺎ ﺮ ا ﺟ . 4 Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya pereempuan sengan laki-laki. 1. Ulama Hanafiyah, mendefinisikan bahwa اﺪ ﺔﻌﺘ ا ﻚ ﺪ ﺪﻘ حﺎﻜ ا . 5 Nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan 2. Ulama Syafi’iyah, menyebutkan bahwa ﺎ هﺎ ﻌ وأ وﺰ و حﺎﻜ إ ﻆ ءطﻮ ا ﻚ ﻦ ﺘ ﺪﻘ حﺎﻜ ا . 6 3 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, h.3. 4 Wahbah al-zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, cet. Ke-3, Beirut: dar al-fikr, 1989, h.29. 5 Abd. ar-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Mazzahib al-Arba’ah, cet. Ke-1, Beirut: Dar Al- Fikr, 2002, h.3. 6 Abd. ar-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Mazzahib al-Arba’ah, h.4. Nikah adalah akad yang mengandung maksud untuk memiliki kesenangan wathi` disertai lafadz nikah, kawin atau yang semakna . 3. Ulama Malikiyah, menyebutkan bahwa nikah adalah ﺔ دﺄ ذﺬ ﺘ ا ﺔﻌﺘ دﺮ ﻰ ﺪﻘ حﺎﻜ ا . 7 Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia. 4. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa nikah adalah وﺰ وأ حﺎﻜ إ ﻆ ﺪﻘ حﺎﻜ ا عﺎﺘ ﺘ ﻹا ﺔﻌ ﻰ . 8 Nikah adalah akad dengan lafazd nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang. Menurut Shihabuddin Ahmad Ibn Ahmad Bin Salamah Qolyubi mendefinisikan nikah adalah “sebuah akad yang mengandung kebolehan berjima’ dengan lafadz inkah atau tazwij yaitu akad kepemilikan intifa’ bukan kepemilikan manfaat” . 9 Menurut Taqiyyudin Abu Bakar Ibn Muhammad Al-Damsyiqy mengartikan nikah adalah “suatu ibarat dari sebuah akad yang masyhur yang mencakup rukun-rukun dan syarat-syarat, dimutlakkan atas akad dan dimutlakkan atas wathi` secara bahasa” . 10 7 Abd. ar-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Mazzahib al-Arba’ah, h.5 8 Abdul Basit Mutawally, Muhadharah al-Fiqh al-Muqaran, Mesir: t.p, t.t, h.120. 9 Shihabuddin Ahmad Ibn Ahmad Bin Salamah Qolyubi, Hasyiatani Qolyubi Wa Umairah, Juz III, Surabaya: PT. Irama Minasari, t.t, h.206. 10 Taqiyyudin Abu Bakar Ibn Muhammad al-Damsyiqy, Kifayatul Akhyar Fi Hilli Ghoyatil Ikhtishor, Juz II, Semarang: Maktabah Toha Putra, t.t, h.36. 2. Dasar Hukum Pernikahan 1. Syari’at Nikah Dasar hukum dianjurkannya perkawinan dalam agama Islam terdapat dalam firman Allah SWT dan hadits-hadits nabi Muhammad SAW. a. Menurut firman Allah SWT Adapun syariat nikah berdasarkan Firman Allah SWT, yaitu: ☺ رﻮ ا : ˼˻ Artinya:“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luaspemberian-Nya lagi Maha mengetahui”. an-Nur: 32 ☺ ا ءﺎ : ˼ Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. an-nisa’: 3 b. Menurut hadits Nabi Muhammad SAW ﺎ ْﻌ ﺮ ا بﺎ ﻦ ْ ا ﺘ ﻄ عﺎ ْﻜ ا ءﺎ ة ﺘ ﺰ و ْج ، ﺈ ﻏأ ﺮ و ْﺣأ ﻦ ْ ْﻦ و ،جْﺮ ْﺘ ﻄ ْ ﻌ ْ ﺎ ْﻮ م ، ﺈ و ﺟ ءﺎ اور . 11 Artinya: “Hai golongan pemuda, barang siapa di antara kamu telah sanggup kawin, kawinlah, karena kawin itu lebih menundukkan mata dan lebih memelihara faraj kemaluan, dan barangsiapa tidak sanggup, hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat HR. Muslim”. ا جوﺰ أو ﺮﻄْأو مْﻮ أو ،مﺎ أو ﻰ أ ﺎ ا ﻦﻜ ﻰ ْ ﻰﺘ ْﻦ ﻏر ْﻦ ،ءﺎ اور . 12 Artinya: “Tetapi aku sembahyang, tidur, puasa, berbuka dan kawin. Barangsiapa tidak menyukai perjalananku sunnahku, ia bukan ummatku HR. Muslim”. 2. Hukum Nikah 1. Mubah: merupakan asal hukum dari perkawinan, sesuai dengan firman Allah Q.S. an-Nur: 32. Dalam hal ini hukum nikah mungkin akan menjadi wajib, makruh ataupun haram, sesuai dengan keadaan orang yang akan kawin. 13 2. Sunnah: Sekiranya seseorang telah mampu membiayai rumah tangga dan ada juga keinginan berumah tangga, tetapi keinginan nikah itu tidak 11 Imam Abi Husain Muslim Ibn Hujaz al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1425 H2004M, h.557. 12 Imam Abi Husain Muslim Ibn Hujaz al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim , h.558. 13 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h.23. dikhawatirkan dirinya terjerumus kepada perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. 3. Wajib: Sekiranya seseorang sudah merasa mampu membiayai rumah tangga, ada keinginan untuk berkeluarga dan takut terjerumus kedalam perbuatan zina, maka baginya diwajibkan nikah. Sebab, menjaga diri jatuh ke dalam perbuatan haram, wajib hukumnya. 4. Haram: Orang yang belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan tidak dapat memenuhi nafkah lahir dan batin impoten, haram baginya menikah, sebab akan menyakiti perasaan wanita yang dinikahinya. 5. Makruh: Orang yang tidak dapt memenuhi nafkah lahir batin, tetapi tidak sampai menyusahkan wanita itu, kalau dia orang berada dan kebutuhan biologis pun tidak begitu menjadi tuntutan, maka terhadap orang itu dimakruhkan menikah. Sebab, walaupun bagaimana nafkah lahir batin menjadi kewajiban suami, diminta atau tidak oleh istri. 14 3. Perinsip-Perinsip Perkawinan Perinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-quran dan al- hadits, yang kemudian dituangkan ke dalam garis-garis hukum melalui Undang- 14 M. Ali Hasan, “Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam”, Jakarta: Prenada Media, 2003, h.7-10. undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI tahun 1991 mengandung 7tujuh asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut: 1 Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suami dan istri saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 2 Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. 3 Asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang saja. 4 Asas calon suami dan istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian. 5 Asas mempersulit terjadinya perceraian. 6 Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan masyarakat. 7 Asas pencatatan perkawinan. 15 4. Rukun Nikah dan Syarat Sahnya Nikah 15 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h.7-8. Rukun dan syarat dalam Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena dalam setiap aktifitas ibadah di dalamnya pasti ada rukun dan syarat. Syarat itu merupakan cara yang harus dipenuhi sebelum suatu perbuatan itu dilaksanakan, sedangkan rukun merupakan suatu hal yang harus ada atau dipenuhi pada saat perbuatan itu dilaksanakan. Karena perkawinan merupakan suatu ibadah maka di dalamnya terdapat rukun dan syarat, yaitu sebagai berikut: 1 Rukun nikah a. Calon suami b. Calon istri c. Wali nikah d. Dua orang saksi e. Ijab dan qabul Kelima rukun tersebut, masing-masing harus memenihi syarat: 16 a. Syarat Calon Suami 1. Beragama islam 2. terang jelas bahwa calon suami betul Laki-laki. 3. orangnya diketahui 4. calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri 5. calon mempelai laki-laki tahukenal dengan calon istri serta tahu betul bahwa calon istrinya halal baginya. 16 Abdrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 50-64. 6. calon suami rela tidak dipaksa untuk melakukan perkawinan itu. 7. tidak sedang melakukan ihram. 8. tidak memiliki istri yang haram dimadu dengan calon istri. 9. tidak sedang memiliki istri empat. b. Syarat Calon mempelai wanita: 1. Beragama islam atau ahli kitab 2. terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa banci 3. wanita itu tentu orangnya 4. halal bagi calon suami 5. wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih masa iddah. 6. tidak dipaksaikhtiyar 7. tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah. c. Syarat wali nikah: 1. Laki-laki 2. Muslim 3. Baligh 4. Berakal 5. Adil tidak fasik d. Syarat saksi nikah: 1. Dua orang Laki-laki 2. Muslim 3. Baligh 4. Berakal 5. Dapat mendengar dan melihat paham akan maksud akad nikah e. Syarat ijab Kabul 1. Ada ijab pernyataan mengawinkan dari pihak wali 2. Ada qabul pernyataan penerimaan dari calon suami 3. Memakai kata “nikah”, “tazwij” atau terjemahannya seperti “kawin”. 4. Antara ijab dan qabul bersambungan tidak boleh terputus. 5. Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak dalam keadaan haji atau umrah. 6. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orang yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi. 17 Syarat dan rukun tersebut harus dipenuhi agar perkawinan yang dilakukan tidak batal.

B. Pencatatan Perkawinan