B. Pembahasan Masalah Ekonomi

40

A. B. Pembahasan Masalah Ekonomi

Secara umum dunia dewasa ini dikuasai oleh dua kekuatan yang di wakili oleh kekuatan sistem Kapitalis dan Marxis. Qaddafi sendiri berpendapat bahwa dunia dari waktu ke waktu hanya berusaha menukar suatu ideologi atau sistem dengan ideologi atau sistem yang lain, tetapi tidak merubah realitas. Melihat dari dua kekuatan tersebut Kapitalis dan Marxis, keduanya memang tampak berbeda satu sama lainnya, tapi pada kenyataanya mereka adalah dua sisi mata uang. Keduanya mengeksplotasi rakyat, tak peduli dengan melalui banyak majikan seperti pada sistem Kapitalis, atau hanya melalui satu majikan seperti pada sistem Marxis. Keadaannya selalulah sama, kaum buruh dibayar dengan upah tertentu atas pekerjaan mereka, baik pekerjaan untuk perusahaan pribadi atau pun untuk negara sebagai satu-satunya majikan. Negara kaum Marxis didirikan melalui penggunaan kekerasan yang tak terhitung. Kekerasan tersebut digunakan untuk memisahkan seseorang dari kehidupan tradisionalnya, dan mengkondisikannya kembali sebagai sebuah robot. Pada akhirnya tidaklah dapat dipungkiri bahwa rakyat, cepat atau lambat, akan memberontak melawan sistem tersebut. Indikasinya adalah terjadi di Hungaria, Yugaslavia dan Polandia. Sistem Komunis dan Kapitalis sama saja baik dalam hal kepemilikan rakyat, pemerintahan dan negara. Keduanya memiliki angkatan bersenjata dan polisi, yang digunakan sistem Kapitalis untuk melindungi kepentingan golongan kaya, dan oleh sistem Marxis untuk melindungi partai berkuasa. Akhirnya dalam kedua sistem tersebut rakyatlah yang bekerja keras tanpa mampu mengurusi 41 urusan sendiri. Mereka malah diatur oleh administrasi atau pribadi yang mewakili Negara, atau perusahan pribadi yang eksploitatif. 28 Dari inilah Qaddafi mencoba untuk memulai pembicaraannya mengenai persoalan ekonomi dengan sebuah kritik tajam terhadap semua sistem ekonomi yang berlaku di dunia saaat ini. Ia menyatakan bahwa meskipun telah ada tindakan-tindakan seperti keamanan sosial, penetapan upah minimum, pengaturan jam kerja, hak untuk berunjuk rasa, serta pembatasan atau penghapusan kepemilikikan pribadi, persoalan terpenting tetap tak terpecahkan. Persoalan tersebut adalah kebebasan manusia. Keadilan memang telah diraih melalui perbaikan semacam sistem yang ada. Tetapi hubungan antar buruh atau teknisi dengan produsen tetap merupakan hubungan antara pelayan dan majikan saja. Semua perbaikan dalam hal ini tak lebih dari tindakan setengah hati, yang lebih mencirikan kedermawanan dibandingkan pengakuan akan hak buruh. Pada dasarnya para buruh memang diberikan upah sesuai dengan barang yang mereka hasilkan. Mereka tidak diizinkan untuk mengkonsumsi barang mereka sendiri karena mereka telah menjual haknya untuk memperoleh upah yang rendah. Qaddafi memberikan pendapat bahwa ia yang memproduksi barang harus menjadi konsumen produknya dan walaupun ada kemungkinan peningkatan pendapatan buruh, tetap saja mereka dalam jalan perbudakan. Dari itu seluruh peningkatan dalam upah atau keamanan kerja tak lebih sebagai hadiah kedermawanan dari si kaya kepada buruhnya. Hanya ketika pemilikan berada di tangan rakyat, yang diatur oleh kongres dan komite yang berasal dari rakyat yaitu 28 Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi , Bogor : Humaniora Press, 1991. 72-74. 42 mereka sendiri, disinilah para buruh menjadi mitra dan bukan pencari nafkah. Dewasa ini para buruh semata-mata hanya melayani negara mereka, atau bisnis si kaya, atau partai politik yang telah merampas kedaulatan dan kekayaannya. Karena itulah, pemecahan final masalah tersebut adalah menghilangkan pencarian nafkah sehingga dapat membebaskan manusia dari perbudakannya. Dalam penyelesaian masalah ekonomi sosialis, Muammar Qaddafi menjelaskan dalam Buku Hijau dengan mengemukakan kerja sebagai pengukur upah dikenal sebagai nilai kerja. Peristiwa ekonomi umum yang terjadi yaitu para pekerja mendapatkan gaji dan jaminan sosial lainnya, padahal hal itu hanya merupakan sumbangan yang diberikan oleh orang kaya atau pemilik badan usaha. 29 Qaddafi juga menyadari bahwa taraf kehidupan pekerja sejak Revolusi Industri menanjak naik secara dramatis. Pekerja-pekerja itu kemudian memperoleh pembagian waktu kerja yang pasti, uang lembur, tempat tinggal, pembagian keuntungan, keikutsertaan dalam menejerial, asuransi dan hak-hak lainnya. Perubahan-perubahan drastis juga terjadi dalam hal kepemilikan termasuk pemindahan kepemilikan dari swasta ke negara. Kendatipun perubahan signifikan telah bergulir, hubungan dasar antara pekerja-seorang yang gaji dan pengusaha pihak yang menggaji masih menyisahkan bentuk perbudakan. Bahkan, di negara manapun yang mempunyai usaha ekonomi dan pendapatan yang semestinya dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat pekerja. Seseorang yang membantu proses produktif 29 Muammar Qaddafi, The Green Book, Tripolli: Mateu Cromo. Hal. 73. 43 yang mendatangkan keuntungan pihak lain kebanyakan masih tetap menghadapi dilema perbudakan. Solusi yang diterapkan Qaddafi yaiu dengan melarang sistem penggajian. Titik perhatiannya diarahkan pada kontribusi para pemetik keuntungan pengusaha dalam proses produktif, buruh seharusnya dianggap sebagai mitra dalam proses itu, bukan pelaksana semata budak, sehingga diharapkan akan tercapai pembagian keuntungan yang sama berimbang terhadap hasil produksi. Qaddafi mempercayai bahwa manusia tidak dapat bebas jika seseorang mengendalikan apa yang dibutuhkannya untuk mencapai hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, menurut Qaddafi, setiap individu harus mempunyai satu rumah sendiri, satu kendaraan dan pendapatan. Selanjutnya, Qaddafi menjelaskan, individu-individu tidak dapat menjadi buruh karena orang lain akan mengendalikan pendapatannya. Mereka juga tidak diperkenankan memiliki rumah lebih dari satu untuk disewakan, alasannya dengan menyewakan barang berarti mereka telah mengintervensi kebutuhan primer orang lain. Menurut Qaddafi, tujuan aktivitas ekonomi individu yang legitimate adalah mereka mampu memuaskan kebutuhan pribadi tanpa menggantungkan nasib pada pihak di luar dirinya; teori Qaddafi ini juga menafikan adanya perolehan keuntungan surplus. Qaddafi menyatakan, keuntungan dan uang pada akhirnya menghilang seiring dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pada proklamasi konstitusi tahun 1969 telah diperkenalkan kepemilikan publik, yang merupakan dasar pengembangan masyaraka dan kepemilikan swasta- sepanjang dalam berusaha tidak eksploitasi. Penerapan pandangan-pandangan 44 baru Qaddafi tentang kepemilikan itu telah dimulai beberapa bulan setelah sosialisasi The Green Book bagian kedua. Pada bulan Mei 1978, sebuah ketentuan hukum diundangkan yang isinya memberikan hak tiap-tiap penduduk Libya untuk mempunyai satu rumah atau sepetak tanah yang diatasnya dapat didirikan bangunan. Kepemilikan rumah lebih dari satu dilarang negara, karena dahulu umumnya rumah-rumah penduduk itu disewakan. Sejak usia memperingati hari jadi revolusi militer Libya ke-9, Qaddafi mengumumkan, sudah saatnya kaum buruh terbebas dari perbudakan, mereka adalah mitra dalam proses produktif dengan mengambilalih kebutuhan produksi yang dijalankan swasta maupun negara. Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan di Libya dikendalikan oleh Dewan Rakyat Baru. Masih seputar pendapat Qaddafi melawan eksploitasi adalah larangan aktifitas perdagangan retail. Pemimpin Libya menyarankan para pedagang retail untuk masuk ke wilayah pertanian dan kontruksi. Akan tetapi hasil sekilas dari adanya perubahan tersebut adalah economi chaos dan penurunan tingkat produksi. Qaddafi memegang prinsip melarang gagasan kepemilikan swasta atas tanah. Dengan menggambarkan perbedaan antara kepemilikan dan pemanfaatan. Qaddafi menjelaskan, tanah merupakan harta milik semua masyarakat. Setiap warga dan perwarisnya berhak untuk menggunakan tanah sebagai alat pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Tanah itu milik mereka yang bersedia menggarapnya. Menyewa pekerja sawah tidak diperbolehkan karena akan menyuburkan eksploitasi. 45 Pada dasarnya cita-cita Muammar Qaddafi tentang ekonomi sosialisme secara keseluruhan untuk menghapus efek eksploitasi masa lalu dan menempatkan Libya dalam tuntunan untuk mendapatkan masa depan masyarakat yang sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri dalam bidang pertanian, industri, dan pendidikan. Perhatiannya pada sosialisme intinya adalah bersifat kemanusiaan. Lebih tepatnya dia percaya bahwa Arab Libya tidak dapat mencapai tujuan nasionalnya kecuali apabila kondisi materi mareka adalah sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberikan kontribusinya kepada perjuangan nasional. 30 Kenyataannya yang ada adalah sekelompok minoritas menguasai kekuasaan tanah dan hal ini akan menjadi kendala bagi kemajuan. Karena semua warga negara harus ikut serta dalam kejayaan negerinya. Sosialisme Libya adalah sesuatu keadaan alam di mana semua warga berada dalam posisi untuk mengembangkan potensi mereka sehingga apabila semua kelas yang tertindas tidak lagi tertindas maka ketika itu mereka dapat bersia-siap membuka jalan ke arah kemajuan dan persatuan. 31 A.

C. Pembahasan Masalah Sosial