1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergolakkan politik dunia semakin memanas, Amerika Serikat dengan para sekutunya terus menerus melakukan propaganda palsu dan rekayasa untuk
mempertahankan superioritasnya di dunia, tuduhan, fitnah, dan ancaman secara sepihak ditujukan ke negara-negara yang berseberangan dengan kebijakan
politiknya. Beberapa negara bahkan menempati urutan pertama dalam daftar negara yang harus dikucilkan. Para pemimpinnya menjadi target utama operasi
A.S. mereka dituduh sebagai poros kejahatan, anti HAM, pendukung teroris dan diktator.
Apatahlagi setelah runtuhnya Uni Soviet, A.S. semakin kehilangan daya nalar sehatnya. Hasrat politik hegenominya untuk menguasai dunia dengan
menggunakan kekuatan militer telah mendapatkan kecaman dan kutukan masyarakat internasional. Para aktivis HAM telah memberikan gelar kepadanya
sebagai “Champion of Humandistraction” dalam mengubah tatanan dunia baru menjadi new word disorder.
Kebijakannya yang otoriter dan mengundang pro dan kontra di dalam maupun luar negeri, terlihat pada Invasinya terhadap Irak. Dengan menggunakan
alasannya untuk mencari dan menghancuran senjata pemusnah masal. Sedangkan tujuannya tak lain hanyalah sekedar ingin mempertontonkan superioritasnya
kepada dunia, bahwa ia adalah makhluk predator abad modern. Dari sanalah Ia
2 sangat membutuhkan bahan bakar yang cukup, terutama kebutuhan akan minyak
agar dapat menggerakan kekuatannya, dengan memiliki kekuatan lebih maka terciptalah hukum rimba yang dijadikannya sebagai kebijakan utamanya.
Pemimpin sebuah negara akan tetap menjadi sekutunya selama masih berkiblat ke Gedung Putih. Saddam Husein merupakan sekutu terpenting dalam
perang Irak-Iran, berubah menjadi musuhnya setelah ia menolak untuk didikte. Kasus yang sama menimpa pemimpin Revolusi Libya, Muammar Qaddafi dan
Presiden Panama. Terlihat dengan Revolusi Al-Fatih September 1969 yang dipimpin
Muammar Qaddafi yang merupakan sumber pemicu utama kemarahan A.S. setelah tumbangnya rezim Raja Idris Sanusi yang merupakan boneka Amerika
sejak kemerdekaan Libya, dari sinilah ia merasakan kehilangan sekutunya di Afrika Utara. Karena dengan memiliki Minyak mentah dan juga merupakan salah
satu negara penghasil minyak terbesar, Amerika tak lagi mendapatkan asupan minyak dari Libya. Selain itu dengan berani Qaddafi mengeluarkan kebijaknnya
yaitu dengan menutup pangkalan-pangkalan militer Amerika, Inggris, dan Italia dan membangun Libya baru dengan kemampuannya sendiri.
Dengan semua itu Qaddafi menjadi momok yang menakutkan dan trouble maker
bagi A.S dan sekutunya. Ia mulai dikucilkan oleh masyarakat internasional akibat propaganda palsu AS sebagai pemimpin negara berkembang dengan SDM
yang rendah, Libya tak mampu melakukan conter attack. Ia betul-betul menjadi victim
mangsa trial by press. Nama Qaddafi dengan Libyanya sangat identik dengan teroris dan pendukung gerakan separatis di negara berkembang.sampai-
3 sampai sekutu AS di Liga Arab pun menjaga jarak dengan Qaddafi agar bisa
mempertahankan kursi kepemimpinan mereka. Kolonel Muammar Qaddafi yang merupakan pemimpin rakyat Libya pada
revolusi September 1969 dan juga pengarang Teori Dunia Ketiga, memang figur paling kontroversial di zaman modern. Bagi dunia Barat, terutama bagi media
massanya, Qaddafi adalah penjahat pengganggu perdamaian, gembong teroris dan sekutu dekat komunis Rusia. sedangkan bagi para penguasa Arab konservatif,
Qaddafi adalah ‘si Libya gila’
1
dan seorang komunis yang ateis. Namun ada yang berbeda pada jutaan rakyat tertindas di Asia, Afrika dan Amerika Latin, mereka
malah beranggapan Qaddafi adalah seorang pahlawan, pemimpin dalam perjuangan revolusi melawan imperialisme, eksploitasi dan rasisme. Singkatnya,
Qaddafi adalah sosok yang dicintai sekaligus dibenci, dipuji dan dicaci, dan yang paling penting, seorang politisi dengan gaya yang meledak-ledak yang menolak
untuk bermain dalam peraturan-peraturan diplomasi internasional biasa. Kepribadian dan penampilan intelektual Muammar Qaddafi terbentuk di
gurun, dimana kecermatan dan kesederhanaan kehidupan daerah ini menjadi kerangka dasar yang melahirkan dan mengembangkan Qaddafi. Jadi,
ketegasannya dalam menggunakan pendekatan sederhana serta langsung terhadap Islam sebagai sebuah keyakinan agama dan sistem nilai adalah bagian menyeluruh
dari karakternya sebagai orang gurun. Di sisi lain, karakter ini pula yang menjadi titik celaan Qaddafi oleh para pemimpin relijius dan pergerakan muslim
tradisional, serta menjadi senjata ampuh bagi lawan-lawannya diantara para
1
Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi
, Bogor : Humaniora Press, 1991. Hal. 9.
4 propaganda mereka baik di Timur maupun di Barat. Sementara itu, dimensi
keagamaan dari pemikiran Qaddafi pantas menerima perhatian yang cukup karena dimensi ini memberikan dasar serta kerangka ideologi dan kehidupan Qaddafi dan
kehidupan publiknya dalam segala bidang. Libya sendiri merupakan negara di pusat bagian utara Afrika. Di sebelah
utara dibatasi oleh laut, di timur oleh Mesir dan Sudan, di selatan Chad dan Nigeria, sedang dibagian barat oleh Aljazair dan Tunisia. Oleh karena lokasinya
yang strategis, Libya di masa lalu selalu menjadi sasaran para penakluk. Bangsa- bangsa yang pernah menduduki sepanjang pantai laut tengah di antaranya :
Polinesia, Yunani, Romawi, dan Italia. Italia adalah penyerbu terakhir yang datang pada tahun 1911.
2
Gerakan perlawanan dalam menghadapi ekspansi Barat Italia di Libya mengambil bentuk tarekat yaitu organisasi sufi mistik dengan nama tarekat
Sanusiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Sanusi 1790-1885. Pengaruh tarekat Sanusiyah di kalangan anggotanya sangat besar. Kabilah-kabilah yang
saling bermusuhan di Sahara dan penduduk Badui di Cyrenaica. Berhasil dipersatukan. Ketika Muhammad bin Sanusi meninggal, pemimpin tarekat di
gantikan oleh puteranya Muhammad Al-Mahdi.
3
Perjuangan Sanusi melawan Italia mendapat dukungan dari beberapa negara Islam, termasuk Turki. pada Tahun 1915 Italia bergabung dengan pihak
sekutu dalam perang dunia I melawan Jerman, Austria, dan Turki. Ketika pihak
2
J. Robert. Wegs, Erope Since 1945 : A Concise History, New York : St. Matrin’s Press. Hal. 112.
3
John Gunther, Inside Africa, New York : Harper Brother, 19995, hal. 166.
5 sekutu menang, Sayyid Ahmad pemimpin tarekat Sanusiyyah saat itu yang
mendapat dukungan dari Turki, terpaksa meninggalkan Libya dan pemimpin sementara diserahkan kepada saudara sepupunya yaitu Sayyid Idris. Pada tahun
1918, Sayyid Idris mengadakan perjanjian dengan Italia dan ia mengakui kedaulatan Italia di Libya. Sebagai imbalannya Idris memperoleh hak otonomi di
daerah-daerah pedalaman. Pemimpin-pemimpin Arab di Tripoli dan Cyrenaica kemudian mengakui Sayyid Idris sebagai Amir atau Pemimpin seluruh Libya.
Dalam hal ini Idris menerima pengangkatan itu, akan tetapi terpaksa mengungsi ke Mesir karena Italia akan merencanakan aksi militer.
Pada tahun 1942, tentara Inggris dan Prancis memasuki Libya. Inggris menguasai daerah Tipolitania dan Cyrenaica Prancis di Fezzan. Satu tahun
kemudian orang-orang Italia berhasil diusir dari Libya oleh tentara Inggris dan Perancis, Sayyid Idris kembali lagi ke Cyrenaica yang kemudian menjadi raja
Idris I di Libya di bawah kekuasaan pemerintah militer Inggris dan Perancis. Pada konfrensi Postdam tahun 1945 yang dihadiri oleh Inggris, Perancis, Unisoviet, dan
Amerika Serikat, Inggris mengusulkan untuk memberikan kemerdekaan kepada Libya dan hal tersebut mendapat persetujuan.
4
Sayangnya sejak awal pemerintahannya, negara ini sudah lemah dan kerajaan mempunyai kekuatan yang sering disalahgunakan. Sementara itu para
perwira muda dilanda rasa tidak puas terhadap pemerintahan kerajaan yang konservatif dan diliputi korupsi. Rasa ketidakpuasan itu diwujudkan dalam suatu
peristiwa pengambilalihan kekuasaan pada tanggal 1 september 1969 di bawah
4
Lilian Craig Harris, Libya Qadhdhafi’s Revolution and The Modern State, Colorado wetview Press, 1986. Hal. 9
6 kepemimpinan Muammar Qaddafi. Mereka berusaha membentuk suatu negara
Republik dan menyatakan bahwa Libya akan mengikuti cita-cita semangat dan mengumumkan tiga tujuan utamam yaitu kebebasan, sosialisme dan persatuan
Muammar Qaddafi sendiri dibesarkan dalam suatu dunia, dimana agama dan politik saling terjalin tak terpisahkan. Keluarganya dan lingkungan
disekitarnya selalu mengacu pada warisan-warisan agama, leluhur yang saleh, sejarah perjuangan melawan kolonialisme Eropa. Akan tetapi Muammar Qaddafi
sendiri tidak bermaksud untuk membentuk suatu negara berdasarkan Islam yang diperbaharui, tetapi tujuan utamanya adalah bagaimana kontribusi pemikiran
maupun tindakannya itu dapat berarti bagi masyarakat Libya khususnya dan masyarakat Arab pada umumnya. Seperti apa yang dikembangkan oleh seorang
pemimpin negara di Mesir yaiut Jamal Abdul Naser. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Kontribusi Muammar Qaddafi
khususnya perannya di masa Revolusi Libya ini, penulis merasa perlu
membahasnya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Kontribusi Muammar Qaddafi Terhadap Revolusi Di Libya”
sehingga dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai perpolitikan di Libya.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah