Gambaran Singkat Libya Pra Revolusi

18 BAB III KONDISI UMUM SOSIAL POLITIK LIBYA

A. Gambaran Singkat Libya Pra Revolusi

Dalam konstitusi Oktober tahun 1951 disebutkan, bentuk negara Libya adalah federasi yang bercirikan monarki; kepala negara dipimpin oleh seorang raja. Raja mempunyai kewenangan penuh merancang kebijakan-kebijakan starategis negara. Namun, otoritas negara tersebut mengakibatkan tipisnya partisipasi politik publik dalam menentukan masa depannya, Raja Idris yang setelah kemerdekaan Libya dinobatkan sebagai pemimpin mulai enggan menyerahkan kursi kepemimpinan nasional kepada pihak di luar garis keturunannya sehingga semasa Idris berkuasa, para perwarisnya Idris disiapkan untuk menggantikannya. 14 Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, raja berhak membentuk badan eksekutif dan legislatif yang bertugas membantu kelancaran roda pemerintahan. Setidaknya negara federasi, kekuasaan lembaga eksekutif berada di tangan seorang Perdana Menteri yang disetujui dan diangkat raja bertanggungjawab kepada raja pula tentunya. Masih dalam kekuasaaan lembaga eksekutif, di samping Perdana Menteri, raja membentuk pula Dewan Menteri. Walaupun Dewan Menteri terbentuk atas inisiatif raja, tanggungjawab mereka bukan kepada raja melainkan kepada Dewan Perwakilan. Posisi Dewan Perwakilan itu menurut sistem bikameral sedikit lebih rendah dari Senat yang 14 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2000, Hal. 253. 19 menjadi simbol lembaga perwakilan di tingkat nasional. Anggota Senat masa Idris berjumlah delapan orang yang merupakan perwakilan tiap-tiap tiga propinsi tetapi empat orang anggota Senat dipilih raja; anggota senat tersebut memiliki hak veto menolak undang-undang dan keputusan lembaga perwakilan yang berada di bawahnya. Kewenangan tingkat propinsi dijalankan oleh pemerintah dan dewan perwakilan tingkat daerah. Ibukota negara Libya berkedudukan di Tripoli. Perkembangan politik Libya selepas kemerdekaan tahun 1951 banyak diwarnai oleh faktor-faktor kesejarahan. Beberapa faktor itu melatarbelakangi timbulnya perbedaan orientasi politik antar daerah serta ambiguitas pemerintahan monarki Libya. Sekurangnya terdapat tiga persoalan yang dapat teridentifikasi seiring dengan melekatnya faktor sejarah politik dalam negeri Libya. 1. setelah pemilihan umum berlangsung pada 19 Februasi 1952, partai- partai politik dihapuskan termasuk Partai Kongres Nasional yang secara gencar mengkampanyekan perlawanan terhadap kebijakan bentuk negara federal. 2. rasa nasionalisme tidak sekuat ikatan primodial yang berkembang nyaris di semua tempat, membawa dampak konflik antara pemerintahan pusat dan daerah. 3. pewaris kerajaan secara kuantitatif dirasa sangat kurang. Melihat gelembung tiga persoalan tersebut kian membesar Idris merencanakan suksesi kepemimpinan dengan menyerahka, kekuasaan kepada saudaranya berusia enam puluh tahun, sayang sebelum terlaksana 20 saudara Idris terlebih dahulu wafat, Idris kemudian memilih Hasan ar- Rida sebagai penggantinya. Kebijakan luar negeri yang diambil Idris cenderung pro Barat. Pada tahun 1953, Libya menyepakati perjanjian persahabatan selama 20 tahun dan beraliansi dengan Inggris; berdasarkan kesepakatan persahabatan kedua negara, Inggris berhasil membangun pangkalan militer sebagai kompensasi dari bantuan keuangan dan militer yang diberikan kepada Libya. Setahun kemudian, sama seperti Inggris, pangkalan militer, kesepakatan Amerika Libya tersebut diperbaharui tahun 1970. instalasi militer Amerika yang paling strategis pada periode lima puluhan dan awal enam puluhan adalah pangkalan udara Wheerlus terletak dekat Tripoli. Sejumlah wilayah Libya digunakan oleh Inggris maupun Amerika untuk latihan perang. Selain Inggris dan Amerika Serikat, Libya juga menjalin persahabatan dengan Perancis, Italia, Turki dan Uni Soviet kendatipun Libya menolak bantuan keuangan dari Uni Soviet. 15 Sikap politik lunak Libya kepada Barat ternyata menghasilkan keuntungan ekonomis. Pihak Barat menyanggupi memberikan paket bantuan melalui jalur Perserikatan Bangsa-Bangsa. Devisi Bantuan Tekhnis PBB menyatakan kesediaan menyalurkan bantuan ke Libya untuk meningkatkan pembangunan sektor pertanian dan pendidikan, bantuan lain datang dari Amerika Serikat dan Inggris. Arus bantuan luar negeri yang mengalir ke Libya berangsur mendongkrak kondisi perekonomiannya, tetapi yang patut dicatat, bahwa Libya menjadi negara sangat 15 Libya Country Profile www. Memory. Loc govcgi-binqueryr?frd. 21 bergantung pada uluran tangan asing sehingga justru menempatkannya di daftar negara miskin. Kondisi ekonomi Libya agaknya mengalami perubahan di tahun 1959. Tahun 1959 merupakan saat-saat ketika para Prospector tim penilai potensi sumber daya alam suatu negara Esso yang nantinya beralihan nama pengganti nama Exxon menemukan ladang minyak di Zalan, kawasan Cyrenaica. Setelah itu, menyusul banyak ditemukan kandungan-kandungan minyak di Libya, membuat sektor perdagangan Libya bergerak cepat. Libya memperoleh keuntungan pajak perdagangan minyak sebesar 50 selebihnya dibagikan pada pemegang saham perusahan-perusahan minyak. Letak geografis Libya yang dekat dengan Eropa sangat menguntungkan, sebab Libya mempunyai akses langsung menuju pasar Eropa. Selain itu, kualitas minyak Libya cukup bagus dan kompetitif. Industri minyak telah menaikkan derajat ekonomi Libya dari miskin menuju negara makmur. Kemajuan industri minyak yang menyumbang kemajuan ekonomi Libya telah memberikan inspirasi pemerintah untuk menyusun rencana pembangunan. Maka, pada periode enam puluhan pemerintah Libya mengumumkan Rencana Pembanguna Lima Tahunan yang pertama, dimulai tahun 1963-1968. sisi negatif ’booming’ minyak itu adalah kurangnya perhatian pemerintah pada sektor agrikultur. Ketika ‘booming’ minyak Libya, situasi politik relatif stabil, tetapi ternyata bentuk pemerintahan federal mulai menunjukkan gejala inefisien dan tidak praktis. Pada bulan April 1963, Perdana Menteri Muhi ad Din mengumumkan perombakkan bentuk negara yang semula federasi berubah 22 menjadi kesatuan yang tetap memakai monarki sebagai pusat kekuasaan politik, arah semua kebijakan disentralisasikan ke pusat. Atas perubahan ini, sepuluh propinsi baru segera dibentuk; masing-masing propinsi dikepalai seorang gubernur yang diangkat oleh pemerintah pusat. Dalam hubungan regional, Libya mampu menjaga keharmonisan hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Bahkan, Libya termasuk satu dari tiga puluh anggota pendiri organisasi persatuan Afrika yang eksis di tahun 1963, kemudian pada bulan November tahun 1964 bersama Maroko, Aljazair dan Tunisisa membentuk Badan Permusyawaratan yang khusus unutk membahas persoalan kerjasama ekonomi antar negara Arika Utara. Kendati pun Libya mendukung gerakan-gerakan oposisi, termasuk gerakan kemerdekaan di Moroko dan Al-Jazair, peran Libya dalam konflik Arab-Israel yang menanas sekitar tahun lima puluhan dan awal emam puluhan tidak terlalu signifikan. Ancaman politik dalam negeri Libya tampak mengemuka sebagai respon dari seruan nasionalisme Gamal Abdul Naser. Generasi muda Libya mulai terprovokasi dengan ideologi yang dilancarkan Gamal. Memperhatikan besarnya gelombang anti agitasi Barat yang menggejala di Libya, pemerintah segera mengambil tindakan, Libya meminta agar pangkalan-pangkalan Barat terutama Amerika dan Inggris dievakuasi meskipun masa tinggalnya belum jatuh tempo sesuai perjanjian. Tahun 1966, sebagian besar angkatan bersenjata Inggris ditarik, langkah evakuasi instalasi militer asing belum selesai sepenuhnya hingga bulan Maret 1970. 23 Reaksi keras masyarakat Libya atas perang Arab-Israel terjadi di Tripoli dan Benghazi. Mereka yang terdiri dari kaum intelektual, buruh kapal serta pekerja tambang minyak terlibat dalam aksi kekerasaan saat berdemonstrasi. Kantor-kantor perusahaan minyak asing serta kedutaan Amerika Serika dan Inggris menjadi sasaran amuk masa, sedangkan anggota minoritas Yahudi diserang. Nyaris semua orang-orang Yahudi yang tinggal di Libya diusingkan, pemerintah mengupayakan pengendalian keadaan. Usai peristiwa demonstrasi yang dibarengi perilaku anarkis itu muncul pemikiran di sebagian kelompok masyarakat unutk melakukan modernisasi dan efisien pemerintahan. Pemerintahan Idris secara umum memang mendukung gerakan-gerakan reformasi di Arab tetapi dalam konflik Arab-Israel, tidak banyak yang dilakukan Libya, hanya saja Libya tercatat menyetujui pemberian subsidi ekonomi kepada Mesir, Syiria dan Jordan yang sempat dikalahkan Israel, dinyatakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi tahun 1967 di Khourtom. Sementara itu Libya juga melemparkan gagasan agar negara-negara Arab produsen minyak bersatu menaikkan harga jual minyak di pasar dunia untuk menekan aksi Israel. Di balik kepemilikan Libya pada negara-negara Arab, pemerintah Idris ternyata berhubungan erat dengan Barat. Aspirasi masyarakat Libya yang menginginkan perubahan politik diungkap oleh Idris, sesuai pembentukkan negara Libya tahun 1963, Idris mempromosikan ide nasionalisme. Meskipun demikian, Idris adalah putera daerah Cyrenaican, sudah tentu kepentingan-kepentingan politik Idris akan selalu difokusikan pada pengembangan tempat asalnya. Lemahnya legitimasi politik 24 Idris di belahan wilayah Libya ikut berperan mendorong keberanian rakyat melontarkan kritik atas kebijakan luar negeri Idris yang cenderung ke Barat. Rakyat Libya terdidik, mulai mencium deviasi penyelenggaraan pemerintahan pusat karena keuntungan minyak yang seharusnya terdistribusi secara merata kepada mereka ternyata terhenti. Kelompok masyarakat elite mencurigai para petinggi negara yang melakukan korupsi dan menyalahgunakan jabatan. Kelompok tersebut yang tersebar ke berbagai profesi terutama sipil dan militer mulai berfikir untuk menyelengserkan pemerintahan Idris. Dan pada akhir 1960-an usia Raja Idris yang hampir 80 tahun, dan kondisi kesehatannya yang melemah. Hal demikian berpengaruh buruk terhadap perfoermance kepemimpinannya. Begitu juga merajalelanya korupsi di lingkungan istana membangkitkan ketidakpuasan dikalangan rakyat Libya. Sementara itu telah lahir seorang figur kharismatik di Mesir, Gamal Abdul Naser, yang banyak dikagumi masyarakat Arab termasuk Libya. Kalangan muda banyak yang menginginkan adanya perubahan. Libya membutuhkan seorang pemimpin yang lebih agresif dan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan jaman dan suhu politik Timur Tengah yang kian panas sebagai akibat konflik Arab-Israel 1967. Menjelang terjadinya Revolusi 1969, ada tiga kelompok diluar kelompok Qaddafi yang memiliki rencana menggulingkan Raja Idris: 1 Perwira Militer 25 senior, 2 personil business dan professional, dan 3 anggotanya adalah kepala staff dan penasehat istana. 16

B. Gambaran Singkat Libya di Masa Revolusi