20 Dipipet larutan induk baku Parasetamol sebanyak 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0
ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, lalu dipipet larutan baku induk II Kofein sebanyak 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 ml masing-masing
dimasukkan ke dalam labu yang telah berisi Baku Parasetamol tersebut lalu ditambahkan pelarut hingga garis tanda, kocok. sehingga diperoleh konsentrasi
100, 200, 300, 400, 500 mcgml Parasetamol dan Kofein 10, 20, 30, 40, 50 mcgml lalu masing-masing konsentrasi diawaudarakan selama 20 menit dan
disaring dengan cellulose nitrat membran filter PTFE 0,2 µm. Kemudian filtrat masing-masing konsentrasi diinjeksikan ke sistem KCKT dengan volume
penyuntikan 20 µl diukur pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dan dibuat kurva kalibrasi serta dihitung
persamaan garis regresinya.
3.4.8.2 Penetapan kadar sampel
Ditimbang 20 tablet, kemudian digerus, sejumlah serbuk ditimbang seksama setara dengan lebih kurang 500 mg Parasetamol, masukkan kedalam labu
tentukur 100 ml, ditambahkan 75 ml pelarut, disonikasi selama 30 menit, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 5000 mcgml, kocok lalu disaring, 5 ml filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung. Filtrat yang jernih digunakan sebagai larutan uji.
Kemudian dari larutan ini dipipet 3 ml ke dalam labu 50 ml dan ditambahkan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 300
mcgml. Dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali. Lalu larutan disaring dengan membran cellulosa 0,2 µl, lalu disonikasi selama 15 menit, diinjeksikan ke sistem
KCKT dideteksi pada panjang gelombang 254 nm, laju alir 1 mlmenit kemudian dihitung kadarnya.
21
3.4.8.3 Penentuan Uji Akurasi dengan Parameter Persen Perolehan kembali Mengunakan Metode Penambahan Bahan Baku Standard Addition
Method Ditimbang seksama setara 500 mg serbuk Panadol Extra yang sudah
ditentukan kadarnya, dimasukkan ke dalam labu 100 ml. Ditimbang 125,08 mg Parasetamol BPFI, dimasukkan ke dalam labu yang telah berisi serbuk Panadol
Extra, lalu ditambahkan 8,75 mg Kofein BPFI. Ditambahkan pelarut sebanyak 75 ml, disonikasi selama 30 menit, tambahkan pelarut hingga garis tanda lalu
disaring. Dipipet sebanyak 3 ml ke dalam labu 50 ml, tambahkan pelarut hingga garis tanda. Lalu disaring dengan membran cellulosa 0,2 µl, lalu disonikasi selama
15 menit, diinjeksikan ke dalam sistem KCKT sebanyak 20 µl dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm, laju alir 1 mlmenit.
Persen perolehan kembali = C
B A
− X 100
Dimana: A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku
B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku C = Konsentrasi baku yang ditambahkan
3.4.8.4 Penentuan Uji Presisi Uji presisi keseksamaan ditentukan dengan parameter Relatif Standar
Deviasi RSD dengan rumus:
RSD = X
SD X 100
Keterangan : RSD = Relatif Standar deviasi
SD = Standar deviasi X = Kadar rata-rata sampel
Harmita, 2004
22
3.4.8.5 Penentuan Limit of Detection LOD dan Limit of Quantitation LOQ
Batas deteksi atau Limit of Detection LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi atau Limit of Quantitation
LOQ merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel. Untuk menentukan batas deteksi LOD dan batas kuantitasi LOQ
digunakan rumus: SD =
2
2
− −
n Yi
Y
LOD = Slope
XSD 3
LOQ = Slope
XSD 10
Keterangan : SD = Standar Deviasi
LOD = Batas Deteksi LOQ = Batas Kuantitasi Harmita, 2004
3.4.8.6 Analisis Statistik Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar Campuran Parasetamol dan Kofein sebenarnya dalam sampel dapat diketahui dengan menggunakan uji Q test. Cara untuk melakukan analisis
terhadap data yang menyimpang adalah dengan Dixon’s Q-test yang dirumuskan sebagai berikut:
terendah nilai
tertinggi nilai
terdekat yang
nilai dicurigai
yang nilai
Qhitung −
− =
Jika nilai Q
hitung
lebih kecil dari nilai Q
kritis
maka hipotesis nol diterima berarti tidak ada perbedaan antara nilai yang dicurigai dengan nilai-nilai yang lain
Rohman, 2007 .
23 Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga
Q pada Tabel 1, apabila Q Q
0,99
maka data tersebut ditolak.
Tabel 1. Nilai Q
kritis
pada Taraf Kepercayaan 99 Banyak data
Nilai Q
kritis
4 0,926
5 0,821
6 0,740
7 0,680
8 0,634
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan kadar campuran Parasetamol dan Kofein ditentukan menggunakan kromatografi fase terbalik dimana fase diam L1C18 bersifat
kurang polar dibandingkan fase gerak metanol - air.
Optimasi Fase gerak
Untuk mengetahui perbandingan fase gerak, laju alir, waktu tambat dan tekanan kolom yang optimal maka dilakukan percobaan pendahuluan dengan
menyuntikkan larutan baku campuran Parasetamol dan Kofein pada konsentrasi 500 mcgml dan 50 mcgml ke dalam sistem KCKT dengan perbandingan fase
gerak metanol - air 15 : 85, 20 : 70, 25 : 75, 30 : 70, 35 : 65, 40 : 60, laju alir 1,5 mlmenit. Hasil percobaan pendahuluan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 4.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol
dan Kofein BPFI dengan fase gerak metanol : air 15 : 85, tekanan 187 kgfcm
2
.
25
Gambar 4.2. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku campur Parasetamol
dan Kofein BPFI, dengan fase gerak metanol : air 25 : 75, tekanan 216 kgfcm
2
.
Gambar 4.3. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Baku Parasetamol BPFI,
fase gerak metanol : air 30 : 70, tekanan 221 kgfcm
2
.