Perlindungan Tawanan Perang dan Penduduk Sipil dalam Hukum

2. Perlindungan Tawanan Perang dan Penduduk Sipil dalam Hukum

Internasional Tawanan perang bukan tawanan orang-perorang atau kesatuan-kesatuan militer yang menahannya, tetapi mereka adalah tawanan dari negara musuh yang berhasil menahannya. Negara yang melakukan penahanan berkewajiban menghormati tawanan perang yang tunduk di bawah kekuasaannya dengan memberikan mereka jaminan perlindungan dan perlakuan yang manusiawi. Tujuan penahan hanya sebatas untuk mencegah pihak yang ditawan berada di suatu tempat yang memungkinnya menerima gangguan atau ancaman, bukan dengan tujuan untuk membalas dendam. Tindakan-tindakan yang keluar dari tujuan awal dianggap telah melanggar batas-batas yang harus dihormati dalam suatu konflik bersenjata. 16 Berikut perlindungan tawanan perang pada masa tahanan, antara lain: a Hak Mendapatkan Perlakuan Manusiawi Pasal 13 Konvensi Jenewa III menyebutkan tentang kewajiban memperlakukan tawanan perang dengan perlakuan yang manusiawi kapan dan dalam kondisi apapun. Pasal ini melarang memperlakukan tawanan dengan perlakuan yang dapat mengakibatkan kematian atau membahayakan kesehatan. b Hak Kehormatan Martabat dan Harga Diri Tawanan perang berhak atas kehormatan martabat dan harga dirinya dan berhak mendapatkan hak-hak sipil yang mereka miliki pada 16 Abdul Ghani, Perlindungan Korban Konflik Bersenjata, h. 27 saat mereka tertangkap sebagai tawanan dan hak. Hak-hak yang diberikan harus sesuai dengan hukum yang berlaku di negara asal mereka bukan berdasarkan hukum negara penahan. Mengenai tawanan wanita, mereka juga harus diperlakukan dengan perlakuan yang baik dan terhormat mengingat jenis kelamin mereka, perasaan mereka tidak boleh dinodai dan tempat khusus bagi mereka harus disiapkan. c Hak Perawatan Medis Pasal 15 dalam Konvensi Jenewa III mewajibkan negara yang melakukan penahanan untuk memenuhi perawatan medis yang menjadikan kebutuhan kondisi kesehatan para tawanan. Pada pasal 29 disebutkan bahwa negara penahan diharuskan untuk mengambil tindakan dan prosedur kesehatan yang diperlukan untuk menjamin kebersihan, kesehatan, sanitasi kamp-kamp tawanan perang, serta untuk mencegah tersebarnya wabah dan penyakit-penyakit menular. 17 d Hak Melaksanakan Ritual Keagamaan Dalam Konvensi Jenewa III dijelaskan bahwa diwajibkan bagi negara yang melakukan penahanan agar memberikan kebebasan penuh kepada para tawanan perang untuk melakukan kewajiban ibadah ritual keagamaan mereka dengan syarat dapat memenuhi peraturan disiplin yang ditentukan oleh penguasa-penguasa militer. Demikian pula, negara 17 Lihat Konvensi Jenewa III tahun 1949, pasal 15 dan pasal 29. penahan berkewajiban menyediakan tempat-tempat yang memadai untuk kelangsungan ritual-ritual keagamaan tersebut. 18 Negara dapat mempekerjakan para tawanan perang dan tidak boleh berlebihan serta tidak ada hubungannya dengan peperangan. Apabila pekerjaan dilakukan dengan tujuan untuk pelayanan publik atau untuk kepentingan perorangan, maka persyaratan-persyaratannya harus ditentukan dalam perjanjian dengan pihak penguasa Militer. Tawanan perang harus tunduk pada hukum, aturan-aturan dan perintah resmi dari pasukan bersenjata negara yang menangkap mereka. Tawanan perang dapat dibebaskan sesuai dengan masa percobaan dan terikat dengan perjanjian. Tawanan yang sudah dibebaskan dengan masa percobaan dan tertangkap kembali, maka tawanan tersebut akan kehilangan haknya sebagai tawanan perang dan dapat diajukan ke pengadilan. 19 Sama halnya dengan tawanan perang, penduduk sipil juga perlu diberikan perlindungan. Orang-orang sipil juga harus diperlakukan dengan perlakuan yang manusiawi tanpa suatu pembedaan diskriminatif yang didasarkan atas jenis kelamin, warna kulit, ras, agama atau kepercayaan, pandangan politik atau pandangan- pandangan lainnya, asal kebangsaan dan sosial, kekayaan, keturunan, dan standar- standar pembedaan serupa lainnya. Dalam kondisi apa pun, orang-orang sipil harus menerima perlindungan berkaitan dengan kehormatan, kemuliaan, hak-hak keluarga, 18 Abdul Ghani, Perlindungan Korban Konflik Bersenjata, h. 28 19 Konvensi Den Haag Iv 1907 Mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang Di Darat, h. 6. ideologi dan pelaksanaan ritual keagamaan serta adat istiadat dan tradisi. Tidak boleh melakukan aksi-aksi perampokan, pencurian, atau penyiksaan terhadap mereka dan harta benda milik mereka. Semua pihak yang bertikai berkewajiban melakukan upaya-upaya yang memudahkan pelacakan anggota-anggota keluarga yang tercerai berai sebagai akibat sengketa bersenjata dengan tujuan menyatukan mereka kembali. Orang-orang sipil yang berdomisili di salah satu wilayah pihak yang bersengketa atau dalam wilayah yang diduduki salah satu pihak yang bersengketa, harus diperbolehkan menyampaikan dan menerima kabar yang benar-benar bersifat pribadi kepada dan dari keluarga mereka dimana pun berada. Hukum Humaniter Internasional HHI menaruh perhatian khusus berkaitan dengan perlindungan ekstra bagi para wanita dan anak-anak di tengah-tengah berkecamuknya konflik bersenjata. HHI juga memberikan jaminan perlindungan bagi warganegara asing yang tengah berada di wilayah salah satu pihak yang bertikai. Warganegara asing tersebut diberi hak meninggalkan negara di tengah-tengah terjadinya peperangan. Pemulangan harus disertai keterangan tentang status mereka sebagai warga sipil yang harus dilindungi dalam situasi yang kondusif dari aspek keamanan, kesehatan dan ketersediaan pangan. 20 3. Tawanan Perang dan Penduduk Sipil dalam Hukum Islam Dalam Islam, tawanan perang ialah orang kafir atau musyrik yang dalam peperangan berhasil ditangkap oleh tentara Islam. Dalam fiqh, tawanan perang dapat 20 Abdul Ghani, Perlindungan Korban Konflik Bersenjata, h. 53. dikelompokkan menjadi al-asra dan al-sabiyy. Al-asra adalah tawanan perang yang berasal dari tentara musuh yang ikut berperang melawan tentara Islam. Sedangkan al- sabiyy ialah anak-anak dan wanita musyrik yang berhasil ditangkap oleh tentara Islam. 21 Adapun yang dimaksud dengan tawanan perang dalam Hukum Islam adalah kombatan dari kalangan orang-orang nonmuslim yang berhasil ditangkap hidup-hidup oleh kaum muslim. Adapun yang dimaskud dengan kombatan dalam persperktif Hukum Islam adalah mereka laki-laki yang mampu melakukan peperangan dan ikut serta dalam aksi perlawananpermusuhan terhadap negara muslim. Demikian pula halnya kaum wanita, anak-anakm dan tokoh-tokoh agama yang berada di medan pertempuran. Secara umum, orang-orang yang tidak ikut serta dalam aksi peperangan dan aksi perlawanan harus diperlakukan seperti layaknya warga sipil, dan tidak termasuk dalam kategori tawanan perang. 22

4. Perlindungan Tawanan Perang dan Penduduk Sipil dalam Hukum Islam