Sanksi dalam Hukum Islam

yang hebat atau cidera serius pada tubuh atau kesehatan seseorang, penghancuran meluas atas hak milik seseorang, yang tidak dilakukan demi keperluan militer dan dilakukan tanpa alasan dan tanpa pengakuan yang sah. Kejahatan yang paling berat menghasilkan hukuman yang paling berat, sesuai dengan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia. Pasal 77 34 menyatakan bahwa hukuman bagi pelanggaran terburuk adalah hukuman penjara seumur hidup. Sebagai tambahan, tertuduh mungkin akan dikenakan denda dan harta milik serta asset yang diperoleh terdakwa karena melalukan kejahatan. Pasal 109 menyatakan negara-negara pihak harus bekerja sama dalam pembekuan dan penyitaan aset yang berada dalam yuridiksi mereka. 35

2. Sanksi dalam Hukum Islam

Hukum Islam telah meletakkan kaedah-kaedah yang tegas dalam semua aspek kehidupan yang tidak boleh dilanggar. Kaedah-kaedah Hukum Islam ini memiliki keunggulan yang menjadikannya terlihat unik dibandingkan dengan hukum positif secara umum, dimana pelanggaran terhadap kaedah-kaedah tersebut dapat mengakibatkan dua sanksi; sanksi duniawi yang akan diberlakukan suatu pemerintah muslim, dan sanksi ukhrawi yang akan diterima pada Hari Kiamat kelak. 36 Hukum pidana Islan dalam syariah atau fikih disebut dengan jinayah atau jarimah. Secara umum, hukum pidana dalam syariah terdiri dari tiga: pertama, qishash, yaitu 34 Lihat Rome Statute Of The International Criminal Court,17 July 1998. 35 Suhartono, ed., Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, h. 439. 36 Abdul Ghani A. Hamid Mahmud, Perlindungan Korban Konflik Bersenjata dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam , t.t., Komite Internasional Palang Merah: ICRC Delegasi Regional Indonesia, 2008, h. 5 hukuman balas yang sebanding dengan tindak pidana yang dilakukan. Jenis hukuman ini berlaku terutama tindak pidana pembunuhan disengaja yang bentuk hukuman bagi pelakunya adalah hukuman mati. Kedua, hudud, yaitu hukuman yang ketetapannya sudah ditentukan dalam al-Quran dan Hadits. Ada banyak bentuk hudud dalam syariah, yaitu hukum potong tangan bagi tindak pencurian yang barang curiannya senilai dengan 93,6 gram emas; hukum cambuk 100 kali bagi pezina gadis dan bujangan; rajam dilempari dengan batu hingga mati bagi tindak perzinahan yang dilakukan oleh duda, janda, atau seorang berstatus menikah; hukuman cambuk 4080 kali bagi tindak pidana meminum minuman beralkohol; hukum cambuk 80 kali mati bagi tindak menuduh zina orang baik-baik; dan hukuman mati bagi tindak pidana murtad . Ketiga, ta’zir, yaitu hukuman yang bentuknya ditentukan oleh ijtihad hakim, karena tidak dijelaskan oleh al-Quran dan Hadits. 37 Sanksi-sanksi kejahatan perang menurut Hukum Islam, ialah: 1. Sanksi Melanggar Perjanjian Firman Allah swt, 0 ? 1 2 A B -C7 3 6 D 0 4 5 E -CC 37 Sukron Kamil, ed., Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan, dan Non-Muslim , Jakarta, Center fot the Study of Religion and Culture CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 89. Artinya: “Mereka tidak memelihara hubungan kerabat terhadap orang- orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui.” Dari ayat al-Quran ini dapat ditarik kesimpulan bahwa orang Muslim harus melancarkan perang terhadap orang yang melanggar perjanjian yang telah dibuat. Sebagaimana Rasulullah saw memerangi pihak musuh yang melanggar perjanjian dengan beliau, seperti kasus Yahudi bani Qainuqa, Yahudi bani Nadhir, Yahudi bani Quraidhoh dan pelanggaran perjanjian oleh Bani Bakr sekutu Quraisy terhadap Bani Khuza’ah sekutu Rasulullah. 38 2. Sanksi Spionase Pendapat Imam Malik adalah menta’zir seorang mata-mata Muslim dengan hukuman mati sebagian pengikut Ahmad bin Hambal menyepakatinya. Sebagian pengikut Imam Syafi’I juga menyebutkan hal itu. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah adalah menjauhkan para imam dari hukum ta’zir ke hukuman mati. Boleh menta’zir untuk maslahat seperti membunuh pembunuh karena hal tersebut setimpal. Al-Qadhi Abu Yusuf, pengikut Abu Hanifah dalam Kitab Al- Kharraj berkata, “Aku bertanya pada Amirul Mukminin tentang beberapa 38 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad sebagai Seorang Pemimpin Militer, t.t., Amzah, 2002, cet 1, h. 322. mata-mata yang termsuk ahlu-dzimmah, atau dari golongan yang diperangi atau dari golongan Muslim ”. Beliau menjawab, “Apabila mereka dari golongan kafir yang diperangi atau dari golongan kafir yang dilindungi dari Yahudi dan Nasrani atau dari Majusi yang membayar jizyah, maka pancunglah mereka. Apabila mereka dari pemeluk Islam yang dikenal, maka beratkanlah hukuman mereka dan penjarakan yang lama sampai mereka bertaubat.” Dalam kasus mata-mata terhadap umat Islam dan membocorkan rahasia pada pihak musuh, hukuman yang dijatuhkan tidak sampai dibunuh, tetapi Syafi’I dan Malik meminta imam untuk menghukumnya. Awza’I menyarankan hukuman pembelangan atau siksaan fisik. Sedangkan Abu Hanifa memerintahkan untuk diperjara sampai orang tersebut menyesali perbuatannya. Aturan yang sama diterapkan pada mata-mata dari golongan Ahli kitab. 39 39 Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 88. 71

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM MENGENAI KEJAHATAN PERANG

DALAM KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

A. Hak-Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. 1 Hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. 2 Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Dalam Islam seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu. HR. Bukhari dan Muslim. Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. 3 Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan 1 Adam Kuper dan Jesicca Kuper, Ensiklopedia Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I,Rajawali Pers, Jakarta, 2000, h. 464 2 Abdul Rozak, ed., Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education: Demokrasi, Hak Asasi MAnusia dan Masyarakat Madani , Cet ke II, Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 200. 3 MAhfudz Shiddiq, Hak Asasi Manusia, http:www.angelfire.com, di akses pada tanggal 20 maret 2011.