Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peperangan yang marak terjadi dalam beberapa tahun ter akhir yang menimpa beberapa negara bagian di belahan dunia, banyak sekali menimbulkan kerugian baik fisik maupun mental. Tujuan peperangan umumnya sebagai upaya pencaplokan suatu wilayah, memperluas kekuasaan dengan mengerahkan kekuatan militer yang dilengkapi persenjataan yang lengkap dan canggih. Perang mengakibatkan kejahatan kemanusiaan bagi generasi saati ini dan akan datang. Sejarah mencatat perang m erupakan fenomena yang mempengaruhi nilai-nilai kemanusiaan, karena selama berlangsungnya perang sering terjadi pelanggaran hak - hak individu dan masyarakat. Sehing ga manusia yang mulia menjadi sosok yang tidak bernilai. Perang seperti apapun bentuknya selalu men datangkan kerugian dan penderitaan bagi kedua belah pihak yang berperang. Baik yang menang maupun yang kalah selalu dirugikan oleh kekejaman dan kebengisan senjata dan kekerasan selama perang berlangsung. 1 Setidaknya ada beberapa akibat yang disebabkan oleh perang. Selain kerugian materi seperti mengakibatkan kelaparan, kekurangan pangan dan mewabahnya penyakit dan jiwa, perang juga senantiasa melahirkan dendam . Ekses 1 Radjab Suryadi, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia Jakarta: Lembaga Penerbitan PBHI, 2002, cet.I, hal. 20. sosiologinya mengakibatkan kemiskinan massal, kebodohan dan mewariskan permusuhan. Lebih jauh peperangan juga melahirkan resesi dunia dan krisis ekonomi dunia. 2 Sejarah Islam mencatat, perang yang terjadi sepanjang sejarah Islam bukanlah perang untuk memperlua s wilayah dan mencari harta rampasan. Namun, perang yang terjadi ialah memerangi orang-orang musyrik dan penganut paganisme 3 . Walaupun demikian, Islam sangat menjunjung tinggi hak -hak asasi manusia, hak-hak minoritas dan non-Islam. Contohnya, memberikan perlindungan terhadap kaum Harbi dan Kaum Musta’min yang sedang berada di wilayah dar al-islam. 4 Tidak dapat disangkal be sarnya jumlah korban dan dampak dari perang terutama Perang Dunia II yang banyak sekali memakan korban. Selain korban dari pasukan perang combatant yang ditawan dan ditahan bahkan dieksekusi, banyak diungkap pengalaman pa hit dan penderitaan yang dialami oleh kelompok masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam perang. E tnis Yahudi, Polandia, Swiss dan Yugoslavia di Eropa sebagai penduduk sipil yang menjadi korban peperangan, termasuk pula harta benda mereka yang dirampas , hilang, hangus dan musnah. 5 Bentuk tindakan pelanggaran inilah yang disebut dengan kejahatan perang, dalam 2 Ratno Lukito, Saddam dalam Hukum Internasional , Kompas, Jakarta, Rabu, 17 Desember 2003, hal. 4. 3 Sebuah kepercayaanpraktek spiritual penyembahan terhadap berhala yang pengikutnya disebut Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi dan untuk menyembahnya mereka menyembah patung, contoh Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan lain-lain. Istilah ini telah meluas, meliputi semua Agama Abrahamik, Yahudi, Kristen, dan Islam. 4 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Alih Bahasa: Samson Rahman, Jakarta: Pustaka al - Kautsar,2000, cet.I, hal. 19. 5 Radjab Suryadi, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia , Jakarta; Lembaga Penerbitan PBHI, 2002, cet.I, hal. 20. cakupan hukum internasional, ialah pelanggaran terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang. Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil, pembunuhan massal dan genosida kadang dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang . 6 Dan tidak sesuai dengan prinsip dasar Hukum Humaniter bahwa pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. 7 Dalam konvensi dinyatakan bahwa kejahatan-kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan merupakan kejahatan -kejahatan yang paling gawat dalam hukum internasiona l. Dan pelaku kejahatan perang dimungkinkan untuk dituntut dan dipidana di forum mahkamah militer nasional maupun mahkamah kejahatan internasional. 8 Di pasal 3 dari empat Konvensi Jenewa tentang hukum humaniter 1949 menyatakan bahwa pada masa pertikaian be rsenjata seseorang yang dilindungi konvensi “dalam kondisi apapun diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan yang merugikan berdasarkan ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, 6 Di akses pada tanggal 3 Februari 2010 , http:id.wikipedia.orgwikiKejahatan_perang 7 Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi PenyuntingEditor, Hukum Hak Asasi ManusiaRhona K. M. Smith, at.al.---Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008 , h. 377 8 Konvensi tentang Tidak Dapat Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan, hal. 1 jenis kelamin, keturunan atau kejayaan, atau kriteria sejenis lainnya”. 9 PBB telah menetapkan peraturan bagi kerja sama Internasional untuk pencegahan dan hukuman tindak kejahatan terhadap perdamaian, tindak kejahatan dalam perang dan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan. Konvensi sepakat bahwa genosida, baik yang dilakukan pada saat damai maupun perang, merupakan tindak kejahatan berdasarkan hukum Internasional yang mesti dicegah dan dihukum Negara Pihak. 10 Dan merupakan kejahatan yang mencapai status jus cogens 11 atau hukum yang harus ditaati compelling law. Artinya, menurut pendapat kebanyakan pengadilan di dunia, kejahatan tersebut dianggap sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional. Juga dari fakta bahwa kebanyakan negara telah meratifikasi perjanjian -perjanjian yang berkaitan dengan kejahatan ini; dan telah dijalankan nya pengadilan internasional ad hoc terhadap pelaku kejahatan -kejahatan tersebut. 12 Untuk kejahatan perang, Hukum humaniter mengatur perilaku Negara pada saat konflik. Awalnya hanya pada situasi konflik internasional antara sedikitnya 2 negara, tetapi akhirnya mencakup konflik internal Common Article 3, Konvensi Jenewa 1949, pertanggungjawaban individu atas tindakan pelanggaran berat grave 9 Jurnal Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia, Hukum Humaniter Internasi onal dan Hak Asasi Manusia; Lembar Fakta No.13, h. 2. 10 Ibid., h. 11. 11 Serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah yang tidak boleh diabaikan,dan dapat berlaku membatalkan suatu traktat atau perjanjian antar negara -negara,dalam hal perjanjian tersebut tidak sesuai dengan salah satu prinsip tersebut. 12 Komisi Nasional Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan; Sebuah Resource Book Untuk Praktisi , t.t., Komisi Nasional Perempuan, t.th., h. 1. breaches, dan kewajiban Negara untuk mencari, mengekstradisi atau mengadili pelaku pelanggaran berat . 13 Begitu pula dalam hukum Islam, ada beberapa hak -hak yang ditetapkan Islam sebagai perlindungan terhadap korban perang dan konflik bersenjata antara lain para korban yang luka dan cidera dari pihak musuh harus segera diamankan dari segala bentuk tindakan pelanggaran, harus dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi. Kemudian, Islam memberikan perhatian istimewa bagi tawanan dimana kehormatan dan hak-hak tawanan terjaga dan terhindar dari segala bentuk tindakan pelanggaran. Serta Islam memberikan hak pada tawanan untu k melaksanakan ritual agama yang dianut selama menjadi tawanan. 14 Islam menekankan pentingnya menghormati tawanan. Dalam al-Quran, pemberian pangan untuk para tawanan merupakan salah satu dari kebajikan, dan terhitung sebagai salah satu sifat mumin yang ba ik. Islam menekankan pentingnya menghormati tawanan. Allah swt . berfirman mengenai sifat -sifat mumin yang merdeka: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan QS. Al-Insan: 8. Dalam ayat ini mem berikan suatu gambaran langsung bahwa seorang tawanan seakan disambut layaknya seorang tamu, bukan sebagai tawanan yang lantas dijadikan budak. Pimpinan perang dibawah naungan panji Islam, tawanan diperlakukan secara terhormat dan manusiawi, tidak membuat mereka haus dan lapar. 13 Ibid., h. 9. 14 Prof. Dr. Zayyid bin Abdel K arim al-Zayyid, Pengantar Hukum Humaniter Internasional dalam Islam, Jakarta: ICRC Delegasi Regional Indonesia, 2008, hal. 30. Sholahuddin Al-Ayyubi menorehkan sejarah dengan tinta emas: saat berperang, Sholahuddin menangkap pasukan Salib yang berjumlah sangat besar sedangkan makanan yang tersedia tidak cukup buat mereka. Dengan lapang dada, akhirnya Sholahuddin membebaskan mereka tanpa syarat. Muhammad Abu Zahrah, dalam bukunya nazariyat al-harb fi al-Islam Teori Perang dalam Islam menulis: motivasi perang dalam Islam itu reagresi, atau membalas serangan lawan . 15 Sejumlah perang yang terukir dalam seja rah Islam bukan perang melawan rakyat, melainkan perang menghadapi prajurit yang menindas rakyat dan orang -orang yang memiliki otoritas mengambil kekuatan senjata sebagai alat untuk memusuhi kebenaran. Berdasarkan itu, simpul -simpul ukhuwah umat Islam deng an pemimpin wilayah tidak terputus jika komunikasi tetap prospektif dan memungkinkan. Sedangkan perang yang menimpa umat Islam seperti terjadi sekarang ini tidak demikian, karena hanya invasi atau agresi antarnegara, sebab pertama kali yang dilakukan sang agresor itu kini tidak segan -segan menangkap para pemimpin negara yang ia perangi, serta men yita habis harta mereka. Dalam Islam tidak menghendaki tindakan sewenang-wenang terhadap pihak musuh. Bahkan Islam menganjurkan bahwa , contohnya, dalam hubungan dagang antar-negara tidak bisa diputuskan hanya oleh perang, hubungan dagang antar - pebisnis itu akan masih tetap terjalin. Karena itu para pengusaha yang memasuki dar al-islam akan merasa aman, sebab mereka diberikan transaksi kontrak keamanan 15 Dewan Asatidz, “Tawanan dalam Persepsi Islam”, artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http:www.pesantrenvirtual.com983 :tawanan–dalam-persepsi-islam yang memadai. Dengan cara pandang ini, jika dilihat apa yang terjadi dengan para tawanan di Irak, atau berbagai macam barisan perlawanan Irak yang ada di sana, atau operasi penculikan terhadap orang yang tidak berkaitan langsung dengan perang, itu sama sekali tidak relevan dengan kesepakatan Jenewa mengenai hak -hak perlindungan tawanan, terlebih lagi dengan prinsip dan nilai -nilai ajaran Islam. 16 Untuk itu, baik dalam hukum Islam dan hukum internasional, khususnya konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa PBB, mengatur bagaimana cara berperang yang sesuai dengan peraturan yang dibuat dan cara memperlakukan tawanan perang maupun penduduk sipil . Merupakan suatu keharusan bagi pihak yang berperang untuk melindungi dan menjaga keselamatan tawanan perang dan penduduk sipil yang tidak terlibat langsung maupun yang terlibat langsung dalam peperangan. Karena tawanan perang dan penduduk sipil mempunyai hak untuk hidup dalam keadaan aman dan tentram. Sungguh sangat menarik hal -hal yang berkaitan dengan peperangan termasuk keja hatan perang. Dan hal ini menarik untuk diteliti, sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa -Bangsa Mengenai Kejahatan Perang ” 16 Ibid., http:www.pesantrenvirtual.com983:tawanan –dalam-persepsi-islam.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah