secara paksa atau kekerasan apabila rakyat di negeri musuh itu berkeberatan.
27
D. Perdamaian Pasca Perang
Dalam siyasah dauliyah, diyakini bahwa peperangan terjadi karena sistem politik yang ada sudah tidak mampu lagi menyerap dan memecahkan masalah
ketegangan yang timbul di antara dua negara atau lebih. Konsekuensi dari asas bahwa hubungan internasional dalam Islam adalah perdamaian saling membantu dalam
kebaikan, maka: 1.
Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat, hanya dilakukan seperlunya tuqadaru biqadariha.
2. Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.
3. Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepada
damai. 4.
Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.
Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian damai atau genjatan senjata. Apabila musuh telah menyerah, maka tidak diperkenankan
untuk diserang lagi dan mereka diberikan pilihan. Pertama, ajak mereka masuk Islam. Apabila diterima, ajak mereka untuk pindah ke negeri Islam dengan status dan
27
L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1994, h. 75.
kedudukan sama dengan umat Islam lainnya, dan mereka berhak mendapatkan harta rampasan. Tapi kalau mereka enggan untuk hijrah maka mereka tidak berhak
mendapat rampasan perang, kecuali mereka ikut berperang bersama tentara muslim. Atau kedua, mereka membayar jizyah. Jiwa dan harta benda mereka wajib dilindungi
bila mereka telah membayar jizyah.
28
Dalam hukum internasional sekarang pakta perdamaian merupakan hasil persetujuan internasional di antara negara-negara yang menciptakan hak-hak dan
kewajiban yang legal bagi semua pihak yang bersifat mengikat. Dulu pakta perdamaian sebagian besar terdiri dari peraturan-peraturan hukum kebiasaan
internasional yang tertulis convention berdasar hasil konferensi Wina tanggal 22 Mei 1969, yang sekarang dikenal dengan Konvensi Wina. Dalam Islam pakta
perdamaian muhadana atau muwada’a merupakan suatu prinsip ikatan atau semacam hubungan kemasyarakatan yang bersifat internal dan universal yang sangat
didambakan. Muwadana’a semacam aqad secara harfiah, yaitu sebuah ikatan atau hubungan yang ditandai dengan sebuah persetujuan adanya tindakan-tindakan nyata
dengan maksud menciptakan konsekuensi dan kepastian hukum
29
hubungan antara kaum muslimin dengan orang-orang non muslimin yang dibolehkan sebagai suatu
bentuk persetujuan bersama antara kedua belah pihak mengenai suatu perbuatan
28
Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 261.
29
Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, Yogyakarta, Tarawang Press, 2002, h. 167.
tertentu yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu secara legal.
30
Dari fakta sejarah telah dapat kita saksikan bahwa Rasulullah SAW tidak sedikit telah merealisasikan berbagai pakta prinsip perdamaian dalam segala bentuk
perjanjian damai sesuai dengan tujuan-tujuan politik dan faktor-faktor situasi serta kondisi yang menjadi penentu. Sebagai contoh:
1. Pakta perdamaian yang diadakan antara suku Auz dengan suku Khajraj yang
kemudian diabadikan dalam “Piagam Nabi”, sehingga ditaati oleh orang Yahudi di Madinah.
2. Perjanjian Hudaibiyah yang merupakan perjanjian damai sementara antara
segenap kaum muslimin di Madinah dengan para kaum politisi Quraisy di Mekah.
3. Berbagai bentuk perjanjian yang diadakan antara Nabi Muhammad SAW
dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadi warga negara Islam seperti yang kemudian diabadikan pada bagian pasal dari “Piagam
Madinah”.
31
Kewenangan untuk membuat perjanjian terletak di tangan Nabi Muhammad dan para penggantinya, tetapi kekuasaan dan kewenangan ini secara berkala diberikan
kepada para komandan di lapangan yang diberi wewenangan untuk merundingkan perjanjian dengan lawan, apabila musuh akan mengadakan hubungan dengan Islam.
30
Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, h. 107.
31
Ibid., h. 109.
Meskipun demikian, nabi dan para penggantinya selalu menyiapkan dasar hukum untuk membatalkan perjanjian atau rencana-rencana yang menurut pertimbangan
akan berbahaya bagi umat Islam, dimana persetujuan atau ratifikasi yang mereka buat merupakan prasyarat agar membuat kaum Muslimin terikat dalam sebuah
masyarakat, yaitu masyarakat Islam.
32
Allah lebih menyukai jika kaum muslimin berdamai dengan musuh, seperti dijelaskan dalam al-Quran surat al-Anfal 8 ayat 61, “Jika mereka musuh itu
cenderung kepada perdamaian, maka berdamailah dan tawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
”.
33
Di dalam Islam, perjanjian terjadi karena adanya penawaran dan persetujuan, tidak terlalu terikat pada
bentuk atau prosedur apapun. Setiap ketetapan perjanjian disetujui, perjanjian menjadi sesuatu yang mengikat kedua belah pihak. Jika perjanjian telah
ditandatangani oleh penguasa Islam, berarti perjanjian tersebut harus dilaksanakan dalam kehidupan sesuai denga pasal-pasal yang disetujui. Al-Qur’an memerintahkan
umat Islam agar “jangan melanggar sumpah setelah membuatnya”
34
dan apabila kaum non-Islam juga mematuhinya, maka “penuhilah janjinya sampai batas
waktunya. ”
35
.
36
Dalam perjanjian, menurut Abu Zahrah, masing-masing pihak berada pada posisi yang sama. Tidak boleh ada pihak yang mensyaratkan perjanjian yang
32
Khadduri, War and Peace, h. 167.
33
Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 261.
34
Q.S. An-Nahl ayat 91.
35
Q.S. At-Taubah ayat 4.
36
Khadduri, War and Peace, h. 168.
memberatkan bagi pihak lain, seperti menuntut ganti rugi kepada rakyat, menahan pasokan bahan makanan atau syarat-syarat lain yang tidak adil. Umat Islam wajib
menerima dan mematuhi perdamaian tersebut. Karena dengan perjanjian genjatan senjata ini, maka berakhirlah pertumpahan darah di kedua belah pihak. Di samping
itu juga akan menahan terjadinya kerusakan yang lebih parah akibat perang.
37
Berikut minimal 3 syarat dalam memenuhi pakta perdamaian dalam Islam:
1. Perjanjian diadakan dasar persetujuan antara kedua belah pihak tanpa adanya
unsur pemaksaan dan initimidasi, unsur kerelaan merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi.
2. Perjanjian diselenggarakan dengan tujuan dan cara-cara yang jelas. Harus
jelas tujuannya untuk mengusahakan terwujudnya perdamaian abadi. Dan harus jelas batas-batas komitmen dan hak-haknya untuk menjunjung tinggi
dan menghormati hak-hak asasi kemanusiaan yang sangat didambakan oleh seluruh bangsa didunia.
3. Isi perjanjian tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan jiwa syariat Islam,
sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan musuh-musuh Islam mempunyai kesempatan untuk menerobos kubu-kubu pertahanan Islam.
38
Namun dalam suasana damai, Allah juga mengingatkan dan mengisyaratkan supaya umat Islam tetap waspada dan siaga, kalau-kalau perjanjian damai ini hanya
menjadi siasat musuh untuk memukul kembali tentara muslim. Dalam surah Al-
37
Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 262.
38
Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, h. 113.
Anfaal ayat 62, Allah menegaskan jika mereka bermaksud menjadikan gencatan senjata sebagai kedok untuk menipu umat Islam, maka untuk umat Islam agar
meminta perlindungan kepada Allah untuk menghadapi mereka. Artinya, apabila mereka mengingkari perjanjian gencatan senjata tersebut, maka tidak ada artinya lagi
umat Islam mempertahankan isi perjanjian. Umat Islam harus bangkit melawan mereka yang mengingkari perjanjian tersebut.
39
Sebagai contoh, dari sirah Nabi, fakta sejarah menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menyerang Mekkah walaupun telah
mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Mekkah. Karena penduduk Mekkah telah melanggar janji damai dengan tindakan mereka mengirimkan bantuan militer
meraka kepada Bani Kinanah untuk menyerbu Bani Khazi’ah yang notabene ialah sekutu Rasulullah SAW.
40
Islam sangat mengedepankan sebuah perdamaian, Islam adalah agama dunia, berlaku universal, dan untuk kebaikan semua manusia dan alam. Karena itu, setiap
Muslim memandang hubungan antar sesama manusia adalah atas dasar cinta, persahabatan, kerjasama untuk kebaikan dan perdamaian. Hanya mereka yang
dangkal imannya, sempit ilmunya, perasaan benci dan dendam, serta mereka yang tidak sabarlah yang cenderung membuat permusuhan dan perperangan sesama
manusia. Islam yang suci, sering dinodai oleh segelintir kelompok yang memaksakan keyakinannya kepada pihak lain dengan menebar teror dan kekerasan dengan dalih
39
Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 262.
40
Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, h. 114.
agama. Mereka harus kembali pada prinsip Islam dalam menata hubungan dengan sesama manusia yang berbeda keyakinan dan agama.
41
Ada tiga karamah kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia terlepas dari latar belakang etnik, agama dan politik, yaitu:
1. Karamah fardiyyah kemuliaan individual yang berarti bahwa Islam
melindungi aspek-aspek kehidupan manusia baik aspek spiritual maupun aspek material
2. Karamah ijtima’iyyah kemuliaan kolektif yaitu Islam menjamin sepenuhnya
persamaan di antara individu-individu. 3.
Karamah siyasiyyah kemuliaan secara politis yaitu Islam memberi hak politik pada individu-individu untuk memilih atau dipilih pada posisi-posisi
politik, karena mereka adalah wakil Allah.
42
Karena itu, golongan nonMuslim di tengah masyarakat Muslim secara sosial diperlakukan sama dengan orang-orang Muslim sendiri. Antara mereka dibolehkan
untuk melakukan interaksi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti perdagangan, perkawinan dan belajar mengajar.
.
41
http:www.cmm.or.idcmm-ind_more.php?id=A3260_0_3_0_M, di akses pada tanggal 21 Juni 2011 pukul. 22.56 WIB
42
Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1996
, Yoogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999, h. 99
41
BAB III KEJAHATAN PERANG DALAM ISLAM DAN KONVENSI