Kejahatan Perang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

41

BAB III KEJAHATAN PERANG DALAM ISLAM DAN KONVENSI

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA PBB

A. Pengertian Kejahatan Perang

1. Kejahatan Perang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis hukum pidana. 1 Perkataan kejahatan menurut pengertian tata bahasa adalah suatu tindakan atau perbuatan yang jahat adalah pembunuhan, pencurian, perampokan, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh manusia. Para pakar ilmu kriminologi banyak membuat rumusan tentang kejahatan. Antara lain seperti yang diungkap oleh W.A. Bonger 1963, seperti yang dikutip oleh Soedjono mengemukakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari rumusan-rumusan hukum mengenai kejahatan. Pengertian ini sama dengan yang diutarakan oleh Sutherland yang menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan ialah perilaku yang dilarang oleh negara dan perbuatan tersebut dapat 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, cet. 2, h. 344. menimbulkan reaksi dari negara, yaitu dengan hukuman sebagai suatu upaya yang ampuh. 2 Kejahatan perang adalah segala pelanggaran terhadap hukum-hukum perang atau hukum humaniter internasional yang mendatangkan tanggung jawab kriminal individu. Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg mendefinisikan kejahatan perang sebagai “pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaan hukum”, termasuk pembunuhan, perlakuan buruk, atau deportasi penduduk sipil dalam wilayah yang telah diduduki, pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap tahanan perang, pembunuhan sandera; perampasan barang-barang publik atau harta milik pribadi; perusakan tanpa alasan atas kota-kota; dan penghancuran tanpa kepentingan militer. 3 Bagi tujuannya sendiri, Mahkamah Kejahatan Internasional bagi Bekas negara Yugoslavia ICTY atau Internasional Criminal Tribunal for the former Yugoslavia mendefinisikan sebagai sesuatu yang berkonsekuensi berat bagi korbannya dan melanggar aturan yang melindungi nilai-nilai penting. Contoh kecilnya, membakar hasil panen sebuah desa merupakan sebuah pelanggaran serius, tetapi mencuri sepotong roti bukanlah sebuah pelanggaran serius. 4 Tindakan ilegal yang paling serius adalah pelanggaran-pelanggaran berat atas Konvensi-Konvensi Jenewa tahun 1949. Tindakan ilegal mencakup: penggunaan cara 2 Soedjono D. Soekamto, Kriminologi Suatu Pengantar, Bandung, Ghalia Indonesia, 1986, cet. Ke-11, h. 21 3 Steven R.Ratner, Kategori Kejahatan Perang, dalam Roy Gutman dan David Reff, ed., Kejahatan Perang yang Harus Diketahui Publik , t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2004, h. 462. 4 Ewen Allison dan Robert K.Goldman, Tindakan Ilegal dan Dilarang Ilegal or Prohibited Acts , dalam Roy Gutman David Reff, ed., Kejahatan Perang yang Harus Diketahui Publik, t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi-Interviews Europe, 2004, h. 231. dan metode peperangan yang dilarang, termasuk racun atau senjata lain yang terhitung menyebabkan pernderitaan yang tidak seharusnya; serangan curang yang tidak melibatkan penyalahgunaan lambang yang dilindungi atau lambang maupun seragam negara-negara netral; gagal mengenakan suatu seragam untuk mengidentifikasi diri sendiri sebagai kombatan yang sah; penjarahan; terorisme; campur tangan dalam kiriman kapal untuk bantuan kemanusiaan; perusakan serius, yang tidak dibenarkan terhadap harta milik; serangan atau pembombardiran terhadap kota yang tidak dipertahankan, pemikiman, atau bangunan-bangunan; tindakan perusakan sengaja dilakukan terhadap lembaga-lembaga kebudayaan tertentu, seperti bangunan yang diperuntukkan untuk keagamaan, pendidikan, amal, seni, ilmu pengetahuan, atau monument sejarah dan karya seni; tindakan balasa terhadap orang atau objek yang dilindungi; dan tiap bentuk pelanggaran kesepakatan gencatan senjata. Protokol Tambahan I tahun 1977 memperluas wilayah proteksi Konvensi Jenewa untuk konflik internasional dengan memasukkan hal-hal berikut sebagai pelanggaran perang antara lain, eksperimen medis tertentu, membuat penduduk sipil atau suatu tempat sebagai obyek atau korban serangan yang tidak dapat dihindarkan, berlaku curang dalam penggunaan lambang Palang Merah Internasional, apartheid, dan mencabut hak seorang yang dilindungi dari pengadilan yang adil. 5 5 Steven R.Ratner, Kategori Kejahatan Perang, dalam Roy Gutman David Reff, ed., Kejahatan Perang yang Harus Diketahui Publik , t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi-Interviews Europe, 2004, h. 462. Kejahatan perang terbagi menjadi empat kategori, yang merefleksikan evolusi historis dari subjek dengan membedakan antara kejahatan yang dilakukan pada saat konflik internasional dan pada saat konflik bersenjata internal. Kategori pertama – pasal 8 2 a – meliputi semua ‘pelanggaran berat’ Konvensi Jenewa, 1949. Kategori kedua – pasal 8 2 b – meliputi ‘pelanggaran yang berat terhadap hukum dalam kerangka hukum internasional’. Kategori ini meliputi serangan atas pasukan penjaga perdamaian atau mereka yang memberikan bantuan kemanusiaan di bawah naungan PBB; serangan yang dilakukan dengan sengaja dan mengetahui bahwa serangan tersebut dapat menimbulkan kematian atau cidera terhadap penduduk sipil; serangan secara sengaja terhadap target non-militer seperti tempat ibadah, museum, rumah sakit, dan tempat-tempat bersejarah atau yang memiliki nilai kebudayaan. Kategori ketiga – pasal 8 2 c – memperluas yuridiksi atas konflik bersenjata internasional yaitu serangan tidak manusiawi kepada warga sipil atau orng yang sedang sakit atau prajurit yang sudah menyerah. Dan kategori keempat – pasal 8 2 e – kejahatan yang mencakup penggunaan anak-anak sebagai tentara atau keterlibatan dalam kejahatan seksual.

2. Kejahatan Perang dalam Hukum Islam