Perang dalam Hukum Humaniter Internasional

16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERANG

A. Perang dalam Hukum Humaniter Internasional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, perang adalah suatu permusuhan antara dua negara bangsa, agama, suku, dan sebagainya atau pertempuran bersenjata antara dua pasukan tentara dan laskar. 1 Dalam pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dijelaskan bahwa perang adalah kekerasan terhadap kehidupan orang, khususnya pembunuhan dari segala jenis, pemotongan anggota tubuh, perlakuan kejam, dan penyiksaan. Perang juga bisa diartikan suatu kesengajaan melakukan serangan terhadap penduduk sipil atau serangan terhadap gedung material, satuan, angkutan dan lain-lain. 2 Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata, di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan 1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, cet. 1, h. 323. 2 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional, Jakarta, Elsam, 2000, h. 15 perangnya seperti Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia, hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi. 3 Manusia telah mengenal konflik sejak lama, yaitu sejak manusia mengenal manusia lainnya pada saat interaksi inidividu satu dengan kelompok masyarakat sosial lainnya, sebagaimana teori kontrak sosial social contract. 4 Konflik adalah suatu pertentangan, perselisihan, percekcokan. Dan pada fase tertentu akan muncul tarik-menarik kepentingan vasted interest antar individu dan pada titik yang paling pasif terhadap tarik-menarik kepentingan yang akan menyebabkan peperangan yang terjadi dalam berbagai ragam dan bentuk. Perang menurut Jean Jacques Rosseau bukanlah hubungan antara manusia dengan manusia, tetapi antar negara dan negara dimana orang-orang yang terlibat permusuhannya didalamnya hanyalah bersifat kebetulan by accident. Orang-orang yang terlibat dalam perang itu tidak bertindak sebagai manusia human, bukan pula sebagai warga negara citizen, melainkan sebagai tentara soldier sebagai kekuatan negara. Oleh karena itu, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dengan perang adalah menghancurkan lawan atau musuh, yaitu negara yang satu menyerang dengan senjata dengan maksud menghancurkan atau melumpuhkan, dan yang lain bertahan juga dengan cara berusaha menghancurkan atau melumpuhkan lawan atau musuh. Dengan demikian, sah bagi para pihak untuk saling berusaha membunuh karena mereka menggunakan senjata yang memamg mematikan. Akan tetapi, apabila mereka 3 www.wikipedia.com, diakses pada tanggal, 10 Maret 2010. 4 Cheppy Harcahyono, Ilmu Politik dan Perspektifnya, Yogyakarta, Tiara Kencana, 1996, Cet. 1, h. 46 menyerah atau meletakkan senjata, segera sesudah itu, mereka bukan lagi berstatus sebagai musuh atau agen dari musuh. Mereka secara serta-merta berubah statusnya menjadi manusia biasa dan tidak terdapat lagi dasar legitimasi untuk membunuh mereka. Jika mereka dibunuh, menurut ketentuan hukum yang berlaku saat ini, hal itu termasuk kategori kejahatan perang yang harus ditindak menurut hukum internasional. 5 Dan di dalam U.S. Army Field Manual of the law of Landwarfare dijelaskan pula beberapa tujuan perang, yaitu: 1. Melindungi baik kombat maupun noncombat dari penderitaan yang tidak perlu. 2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh. 3. Memungkinkan dikembalikannya perdamaian. 4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang. 6 Hak asasi manusia adalah hak dimana setiap orangmanusia sejak lahir memiliki hak utama yang melekat dan suci, yaitu hak hidup dari Tuhan dan hak-hak lainnya demi pemenuhan kebutuhan lahir batinnya. Oleh karena itu, tidak seorangpun yang berhak mengambil dan mencabutnya. Hanya dengan landasan hukum dan kontitusional, adil dan benar dengan melalui proses yang legal, pencabutan baik untuk waktu sementara ataupun seterusnya dapat dibenarkan. Dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB dengan tegas memasukkan unsur penghormatan hak asasi manusia dan mengakui iindividu sebagai subjek Hukum Internasional. 5 Jimly Assiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta, Rajawali Press, 2007, cet. 1, h. 197 6 KGPH Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007, h. 7. Piagam PBB juga memberikan kewenangan kepada Majelis Umum untuk memprakarsai kajian dan membuat rekomendasi bagi terpacunya perkembangan progresif terhadap Hukum Internasional dan kodifikasinya serta untuk membantu pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa pandang ras, jenis kelamin, bahasa maupun bangsa. 7 Deklarasi Hak Asasi Manusia HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang dicetuskan tiga tahun setelah PBB terbentuk dan disahkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948, telah dianggap deklarasi HAM Universal. Pada hakekatnya, Deklarasi HAM Universal ini dimunculkan sebagai akibat dari porak porandanya kehidupan kemanusiaan setelah Perang Dunia II. Sebelumnya konsep mengenai HAM ini sudah tercantum dalam beberapa pasal dari Piagam PBB serta preamble Piagam itu. Meskipun rekomendasi PBB tidak mengikat negara-negara anggota tetapi negara anggota wajib mengkaji rekomendasi secara sungguh-sungguh, sehingga bagi negara yang menolaknya dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap piagam PBB. 8

B. Pengertian Perang dalam Islam