2.1.5 Jenis-jenis motivasi
Ryan dan Deci 2000 dalam teori self-determination membagi tipe motivasi berdasarkan orientasi tujuan nya goal oerientation yaitu, amotivation, intrinsic
motivation, dan extrinsic motivation, berikut penjelasannya;
1. Amotivation : Ryan dan Deci 2000 menjelaskan bahwa amotivation
yaitu sebagai bentuk kurangnya niat dalam melakukan sesuatu. Ketika tidak termotivasi, tingkah laku seseorang terlihat kurangnya niat atau hasrat dan
kurangnya rasa alasan personal dalam bertindak. Amotivasi adalah hasil dari tidak adanya perhatian terhadap aktifitas, tidak merasa kompeten untuk melakukan
sesuatu, atau tidak percaya bahwa sesuatu yang diinginkan akan ada hasilnya. Barkoukis, et al 2008 menjelaskan bahwa amotivation adalah tidak adanya
kemungkinan dari sesuatu yang akan terjadi antara suatu tindakan yang dilakukan dan hasil akhirnya. Individu yang amotivated tidak terlihat seperti memiliki
maksud dan tujuan dan mereka tidak terlihat seperti memiliki pendekatan pada hasil akhirnya secara sistematis. Keterlibatan mereka dalam suatu aktifitas adalah
bukan sebuah hasil yang mereka in0ginkan. Barkoukis, et al 2008 menjelaskan bahwa amotivation disebabkan oleh empat, yaitu: a keyakinan mereka tentang
kurangnya kemampuan untuk melakukan aktifitas, b keyakinan mereka bahwa strategi yang diadopsi tidak akan menghasilkan hasil yang diinginkan, c
keyakinan mereka terhadap aktifitas tersebut terlalu membebani individu tersebut,
dan d keyakinan bahwa meskipun usaha yang dilakukan sangat tinggi itu tidak sebanding dengan kesuksesan yang diraih pada kinerja dalam penyelesaian tugas.
2. Intrinsic motivation : Ryan dan Deci 2000, which refers to doing
something because it inherently interesting or enjoyable, yaitu melakukan sesuatu karena ketertarikan dan menyenangkan. McCullagh dalam Wilson, 2005 dapat
didefinisikan sebagai kebutuhan individu untuk merasa kompeten dan bangga dalam melakukan sesuatu
Ryan dan Stiller dalam Ryan Deci, 2000 Motivasi intrinsik muncul sebagai fenomena penting pada pendidik, sumber alami dari belajar dan
berprestasi yang dapat secara sistematis sebagai penggerak atau dapat berkurang melalui orang tua dan latihan dari guru. Motivasi intrinsik dihasilkan melalui
pembelajaran yang berkualitas dan kreatif. Vansteenkiste, et al 2006 menjelaskan bahwa tingkah laku yang
termotivasi secara intrinsik didefinisikan sebagai tingkah laku yang tidak diaktifkan melalui dorongan-dorongan psikologis mereka atau dari bentuk
dorongan lainnya dan hadiah reward adalah sebuah kepuasan yang tergabung dalam aktifitas atau kegiatan itu sendiri. Motivasi intrinsik inilah yang mewakili
keterlibatan dalam aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan semata.
Pintrich dan Schunk 2002, refers to motivation to engage in an activity for its own sake. People who are instrinsically motivated work on tasks because
they find them enjoyable. Task participation is its own reward and does not depend on explicit rewards or other external constraint. Merujuk kepada motivasi
untuk mendorong melakukan sebuah aktifitas untuk kesenangan sendiri. Orang yang secara instrinsik termotivasi mengerjakan tugas karena mereka mendapatkan
kesenangan atau menikmatinya. Pembagian tugas adalah sebagai imbalan reward tersendiri dan tidak bergantung kepada imbalan reward yang khusus
atau batasan lainnya. Lumsden 1994 mengatakan bahwa pelajar yang termotivasi secara intrinsik melakukan aktifitas “untuk kepuasaan semata, untuk
kesenangan yang tersedia, pelajaran yang diberikan, atau memunculkan perasaan untuk berprestasi”.
Djamarah 2002 menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik juga diartikan sebagai motivasi yang
pendorongnya ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam tujuan pekerjaan itu sendiri. Bila seseorang telah memiliki motivasi
intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktifitas belajar, motivasi
instrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik sulit melakukan aktifitas belajar terus-menerus.
Seseorang yang memiliki minat yang memiliki minat yang tinggi untuk
mempelajari suatu mata pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu. Seseorang itu dikatakan memiliki motivasi belajar.
Ryan dan Deci 2000 mendefinisikan motivasi instrinsik sebagai melakukan suatu aktifitas untuk memenuhi kepuasan dasar ketimbang untuk
memisahkan akibat yang akan terjadi dari aktifitas tersebut. Ketika secara instrinsik termotivasi seseorang bergerak untuk melakukan sesuatu untuk
kesenangan atau melibatkan tantangan melainkan karena dorongan dari luar, tekanan, hadiah atau penghargaan. Meskipun begitu, dengan kata lain, motivasi
instrinsik timbul bersamaan dengan diri individu, motivasi instrinsik juga timbul dari hubungan antara individu dan aktifitas yang di lakukannya.
Sedangkan Sardiman 2008 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seseorang yang senang membaca, tidak
usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannysa misalnya kegiatan belajar, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan
belajar itu sendiri. Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purposes. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dengan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak
berkait dengan aktivitas belajarnya. Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki
motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu.
Condry dan Chambers dalam Lumsden, 1994 menemukan bahwa ketika pelajar dihadapi pada tugas yang kompleks dan rumit, mereka dengan orientasi
intrinsik lebih menggunakan informasi yang logis mengumpulkan informasi dan strategi untuk membuat keputusan daripada yang dilakukan oleh pelajar yang
terorientasi secara ekstrinsik. Lepper dalam Lumsden, 1994 menyatakan bahwa pelajar yang
mempunyai orientasi intrinsik selalu mempunyai kecenderungan untuk memilih tugas yang agak sedikit menantang, sedangkan pelajar yang terorientasi secara
ekstrinsik bergerak ke arah tugas-tugas yang tingkat kesulitannya rendah. Pelajar yang terorientasi secara ekstrinsik cenderung untuk melakukan usaha yang sedikit
untuk mendapatkan hadiah reward yang tinggi. Lepper dan Hodell dalam Pintrich dan Schunk, 2002 mengidentifikasi
empat sumber-sumber utama dari motivasi intrinsik, yaitu ; tantangan, rasa ingin tahu, kontrol, dan fantasi. Motivasi intrinsik mungkin tergantung pada pelajar
yang menemukan aktitifitas yang menantang, ketika tujuan goal yang akan di capai cukup sulit dan tidak yakin akan kesuksesan yang di raih.
1. Tantangan
challenge : Aktivitas yang menantang keahlian pelajar
mungkin termotivasi secara intrinsik. Aktivitas yang menantang harusnya memiliki tingkatan yang cukup culit, dan sebagai pelajar mengembangkan
kemampuan yang dimiliki, tingkat kesulitan harusnya disesuaikan keatas untuk mempertahankan tingkatan tersebut. Pencapaian tujuan yang
menantang membawa pelajar bahwa mereka menjadi lebih kompeten, yang mana di dapatkan dari meningkatkan self-efficacy dan kontrol
persepsi terhadap apa yang telah dihasilkan. Sebaliknya, pelajar telah terampil untuk menata tujuan-tujuan baru yang menantang, yang mana
untuk mempertahankan motivasi intrinsik. 2.
Rasa ingin tahu curiousity : Rasa ingin tahu disebabkan oleh aktifitas
yang diberikan pada pelajar dengan informasi atau ide-ide yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan saat ini atau kepercayaan yang timbul
begitu mengejutkan atau tidak seimbang. Seperti ketidakseimbangan memotivasi pelajar untuk mencari informasi dan mencari solusi dari
ketidaksesuaian tersebut. Lowenstein dalam Pintrich dan Schunk, 2002 menganjurkan bahwa rasa ingin tahu adalah perasaan dari penghilangan
proses kognitif yang terjadi ketika seseorang menjadi sadar akan adanya kesenjangan pada informasi yang didapat. Pelajar yang mempunyai rasa
ingin tahu percaya bahwa kesenjangan pada informasi yang didapat akan menstimulasi rasa ingin tahu dan secara efektif memotivasi.
3. Kontrol
: Aktifitas yang mengembangkan pelajar dengan kemampuan kontrol terhadap hasil akademik mereka mungkin dapat meningkatkan
motivasinya. Boggiano dalam Pintrich dan Schunk, 2002 menemukan anak yang merasa kompeten dan memiliki kontrol diri berhubungan positif
pada motivasi intrinsik akademik mereka dan kecenderungan untuk
memilih sesuatu yang menantang. Memperbolehkan pelajar memilih dalam beraktifitas dan berperan dalam menentukan peraturan dan proses
menumbuhkan persepsi terhadap kontrol. Dan sebaliknya, pelajar tidak termotivasi untuk terlibat dalam aktifitas ketika mereka percaya bahwa
tindakan mereka sedikit berpengaruh pada apa yang akan dihasilkan. 4.
Fantasi : Motivasi intrinsik dapat ditingkatkan melalui aktifitas yang
melibatkan pelajar dalam fantasi dan menumbuhkan rasa percaya melalui simulasi dan permainan yang disajikan kemudian dengan situasi yang
tidak sesungguhnya terjadi. Dengan mengidentifikasi karakter fiksi, pelajar dapat memperoleh kesenangan untuk orang lain yang pada umumnya
tersedia untuk mereka.
3. Extrinsic motivation : Djamarah 2002 menjelaskan motivasi ekstrinsik