Jenis-jenis konsep diri Dimensi konsep diri

2.2.2 Jenis-jenis konsep diri

Calhoun dan Acocella 1990 membagi konsep diri menjadi dua jenis, yaitu; • Konsep diri positif ; ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois • Konsep-diri negatif , ciri konsep diri negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. Lebih jauh lagi, Calhoun dan Acocella membagi konsep diri negatif menjadi dua, yaitu: 1. Pertama, yaitu pandangan seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini acapkali terjadi pada remaja. Namun, tidak menutupi kemungkinan terjadi pada orang dewasa. Pada orang dewasa hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan menyesuaikan diri. 2. Kedua, kebalikan dari yang pertama, yaitu konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu alias kaku. Hal ini karena pola asuh dan didikan yang sangat keras.

2.2.3 Dimensi konsep diri

Dari Atwater 1983 membagi konsep diri menjadi beberapa dimensi yaitu: The subjective self Subjektifitas diri kita, adalah bagaimana cara kita memandang diri kita, terbentuk dari begitu banyaknya persepsi diri yang kita peroleh semasa perkembangan hidup kita. Perkembangan self kita kebanyakan dipengaruhi oleh bagaimana kita dipandang dan diperlakukan oleh orang-orang terdekat kita, khususnya oleh orang tua kita. Ketika kita muda dan mudah terpengaruh, kita cenderung untuk memahami apa yang mereka pikir tentang kita, penilaian dan pengharapan mereka, bersamaan dengan penerimaan diri kita. Burns 1993 menjelaskan pembentukan konsep diri dan evaluasi-evaluasi mereka yang berhubungan dengannya berasal dari penyusunan nilai-nilai subyektif orang tersebut yang berarti dan berkenaan dengan perbuatan-perbuatan dan sifat- sifatnya. Body image Salah satu sumber yang utama dan yang terpenting dari persepsi diri kita adalah gambaran diri body image kita. Ini adalah bagaimana bagaimana caranya kita melihat diri kita. Gambaran diri meliputi tidak hanya apa yang kita lihat pada diri kita yang terlihat di kaca, tetapi juga cara kita memahami tubuh kita. Seymour Fisher dalam Atwater, 1983 menekankan tidak ada pandangan yang lebih menarik melainkan gambaran diri kita yang terpancar melalui kaca. Makna dari body image itu sendiri berbeda pada tiap jenis kelamin. Wanita pada umumnya lebih terfokus pada ketertarikan atau daya tarik sosial yang ditujukan pada penampilan mereka. Sedangkan pria, bagaimanapun, menekankan pada kemampuan fisik atau apa yang dapat mereka lakukan oleh tubuhnya sebagai bentuk pengaruh dari lingkungan. Meskipun kedua jenis kelamin tersebut setuju terhadap pandangan pada pentingnya keberagaman karakteristik pada tubuh, terutama pada penampilan yang umum dan bentuk wajah, selalu saja terdapat perbedaan. Burns 1993 menjelaskan bahwa body image atau citra tubuh adalah merupakan gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik seseorang. Sosok tubuh, penampilan dan ukurannya merupakan hal yang penting dalam mengembangkan pemahaman tentang evolusi konsep diri seseorang. Tinggi tubuh, berat, warna kulit, proporsi tubuhnya menjadi sedemikian berkaitan dengan sikapnya terhadap dirinya sendiri dan perasaan tentang kemampuan pribadi dan kemampuan menerima keadaan orang lain. Grogan dalam Liechty dan Yarnal, 2010 menjelaskan bahwa body image mengarah pada sikap seseorang, evaluasi, perasaan dan persepsi mereka tentang bentuk tubuhnya. Berikutnya Cash, dkk dalam Liechty dan Yarnal, 2010 menjelaskan bahwa body image adalah konstruk multi-dimensional yang melingkupi persepsi individu dari beberapa dan keseluruhan aspek dari tubuh, meliputi berat badan dan bentuknya, bentuk wajah, kemampuan tubuh, dan kesehatan fisik. Bernadetta 2010 menjelaskan bahwa pada pengamatan terakhir pada perilaku remaja, terungkap perubahan besar pada sikap mereka terhadap perubahan bentuk tubuh, ketika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebuah peningkatan pada ketertarikan terhadap penampilan bentuk tubuh, masih diperkuat oleh keinginan yang dinilai berdasarkan ketertarikan pada masyarakat, telah diamati pada remaja muda. “seperti apa saya?” tergantung kepada “seperti apa saya terlihat” bagi orang lain. Body image adalah penentu yang paling signifikan terhadap daya tarik kita serta daya tarik kita terhadap orang lain. Persepsi body image dan penampilan tubuh kita juga dapat dipengaruhi oleh sikap orangtua kita terhadap komponen- komponen pembentuk yang signifikan pada tubuh kita. The ideal self Cara seseorang memandang dirinya sebagai sosok yang ideal, seseorang dipandang oleh orang lain sebagai diri pribadi yang didambakan. Biasanya, kita berfikir untuk merubah gambaran-diri kita dan tingkah laku kita untuk beradaptasi ke diri ideal kita. Sesungguhnya, ada beberapa petunjuk bahwa diri ideal kita tidak berubah atau tetap dan lebih konsisten sepanjang waktu ketimbang diri-subjektif kita. Tetapi ketika harapan-harapan membutktikan untuk menjadi sesuatu yang berlebihan atau tidak realistis, ini akan mejadi lebih pantas untuk kita untuk merubah diri-ideal kita menjadi sebuah cara untuk melanjutkan perkembangan kita dan self-esteem kita. Menurut Strang dalam Burns, 1993 diri ideal adalah macam pribadi yang di harapkan individu tersebut menjadi pribadi yang sesuai atau didambakan. Lalu menurut Burns 1993 saat pandangan seorang anak tentang bagaimana keadaan dia saat ini hampir sama dengan yang dia yakini dan dia cita-citakan, dia mengekspresikan apa yang tampaknya sebagai suatu pandangan mengenai dirinya yang menyenangkan. Sedangkan menurut Rogers dalam Burns, 1993 menjelaskan bahwa diri ideal yang diperkenalkan ke dalam teori itu sebagai “konsep diri yang paling disukai untuk dimiliki oleh individu, kepadanya dia menempatkan nilai tertinggi mengenai dirinya sendiri”. Berikutnya Burns 1993 menjelaskan bahwa citra fisik yang ideal ini didasarkan pada norma- norma budaya dan stereotip-stereotip yang dipelajari. Semakin mendekati kecocokan di antara citra tubuh yang telah ada dan yang ideal yang dipegang oleh seorang individu maka semakin besar kemungkinannya orang tersebut akan menunjukkan secara umum perasaan harga diri yang tinggi begitu pula akan merasa positif tentang penampilannya. Our social selves Tiap kali kita bertemu dengan orang lain, kita terpengaruh oleh sikap-sikap orang tersebut dan tingkah lakunya pada kita. Sebagai hasilnya, kita cenderung untuk merubah tingkah laku kita agar dapat diterima oleh mereka, dan dalam prosesnya kita merubah persepsi diri kita menjadi lebih baik. Dari apa yang telah kita bicarakan tentang kecenderungan self-perpetuating pada self-concept kita, ini akan terlihat jelas ketika kita tidak merubah apapun pada diri kita. Apa yang kita rubah adalah persepsi terhadap diri kita yang lebih yang mudah dicapai terhadap pengaruh sosial, atau diri-sosial kita. Ini meliputi semua persepsi diri kita yang disusun melalui peran sosial kita atau apa yang orang lain harapkan pada diri kita, sebagaimana orang lain memperlakukan kita dengan baik. Pada sisi yang positif, kemampuan kita untuk memiliki banyak diri-sosial kita memberanikan kita untuk mengembangkan aspek-aspek pada potensi diri kita. Setiap waktu kita mencoba untuk melakukan aktifitas baru di waktu senggang atau pekerjaan kita atau memperoleh teman baru, anda memuaskan kebutuhan yang lain dan ketertarikan kita pada aktifitas baru tersebut. Pada sisi yang negatif, keberagaman pada diri kita dan apa yang tampak sebagai sebuah ancaman terhadap identitas personal kita. Ini akan menjadi masalah bagi tiap orang yang hidup dalam masyarakat yang memiliki keberagaman. Orang tua dari remaja mengharapkan satu hal, sedangakan teman- temannya mengharapkan yang lain, dan sang guru dan pegawainya lainnya juga memiliki harapan yang lain. Mencoba untuk membahagiakan mereka semua mungkin akan membawa kita kepada kebingungan identitas. Meskipun ada keberagaman yang luas antara diri individu, kecenderungan ini mengarahkan kebingungan identitas cenderung untuk menjadi puncak dalam perkembangan remaja. G. H. Mead dalam Burns, 1993 menjelaskan bahwa diri dari setiap individu berkembang sebagai hasil dari aktifitas sosial dan pengalaman dan hubungan dengan individu lainnya di dalam proses tersebut. Konsep diri sebagai suatu obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepadanya.

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri