Untuk menghindari bias karena pengaruh magnitude pembaginya, maka digunakan rumus sebagai berikut Aminul Amin, 2007:
R
it
= ln P
1
P
Selain itu, dikarenakan adanya kemungkinan bahwa kenaikan harga saham di pasar sekunder disebabkan oleh indeks harga di pasar yang sedang
bergairah Almira Santosa dan Titik Indriati ; 2007 maka penghitungan underpricing disesuaikan dengan return pasar adjusted underpricing.
Untuk adjusted underpricing, digunakan rumus sebagai berikut
1 1
ln ln
IHSG IHSG
P P
AUP
Dimana:
R = Return awal
P
t0
= Harga penawaran perdana offering price P
t1
= Harga penutupan closing price pada hari pertama perusahaan melakukan IPO di BEI.
IHSG = Indeks harga saham gabungan pada hari saat melakukan go
public. IHSG
1
= Indeks harga saham gabungan sehari sebelum go public.
1. Hubungan underpricing dengan nilai perusahaan
Fenomena underpricing secara umum dapat dijelaskan berdasarkan teori asymmetric information dan teori signaling. Asymmetric information
menyatakan bahwa adanya informasi yang tidak sempurna yang dimiliki
antar partisipan dalam IPO. Teori ini menganggap bahwa underwriter memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan issuer, sedangkan issuer
memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan investor. Karena sedikitnya informasi yang dimiliki konsumen, maka sangat sulit bagi
investor untuk dapat membedakan secara objektif perusahaan yang berkualitas “baik” dan “buruk”. Oleh karena itu, perusahaan harus
berusaha meyakinkan investor bahwa perusahaan merekalah yang terbaik. Hal ini dilakukan dengan cara menunjukkan sinyal positif kepada investor.
Berdasarkan teori signaling, issuer menggunakan underpricing sebagai sinyal bagi investor yang dapat menunjukan nilai perusahaan mereka.
Allen dan Faulhaber 1989 dalam Tatang A Gumanti 2004 menyatakan teori tentang adanya hubungan positif antara nilai perusahaan
dan besarnya underpricing. Underpricing selain dapat memberikan sinyal negatif, dapat juga memberi sinyal positif.
Hwang 1990 dalam Y. Dwi Widodo 2005 melakukan studi yang menunjukkan bahwa underpricing merupakan suatu fenomena
equilibrium yang memberikan suatu sinyal bahwa perusahaan menjanjikan keuntungan bagi investor. Pada model ini harga penawaran umum dan
presentase pemegang saham lama menunjukkan nilai instrinsik perusahaan. Kedua sinyal ini, merupakan future cash dan menambah nilai
instrinsik perusahaan. Underpricing berkorelasi secara positif dengan nilai instrinsik perusahaan karena underpricing memberikan sinyal bahwa
hanya perusahaan yang mempunyai prospek yang menguntungkan yang
dapat menutupi modal akibat kerugian perusahaan karena harga perdana
yang dinilai lebih rendah underpriced.
Grinblat dan Hwang 1989 dalam Budhi Sumarno 2002, menyatakan bahwa untuk mengatasi asymmetric information, issuer akan
memberi sinyal akan nilai perusahaannya dengan cara melakukan underpricing. Hal ini dikarenakan investor menanggap bahwa hanya
perusahaan yang berkualitas baik dapat menutupi kerugian akibat underpricing. Karena investor menganggap bahwa perusahaan berkualitas
baik maka harga saham pun akan meningkat, yang berarti nilai perusahaan pun meningkat. Hal ini dikarenakan harga saham merupakan proksi dari
nilai perusahaan, karena harga saham merupakan harga yang bersedia dibayar investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut.
2. Teori-teori tentang Underpricing