Era Pra Deregulasi 1977-1987

modal Indonesia yang amat bergantung pada eksistensi Belanda ikut terpengaruh. Maka pada 10 Mei 1940 bursa efek Batavia harus tutup dan saat itu terdapat 250 jenis saham dengan nilai 1,4 miliar gulden. Pada 23 Desember 1940 para direktur Economische Zaken, Handelsvereeniging dan Javashe Bank membuka kembali kantor bursa Batavia. Tapi hal ini tidak berlangsung lama karena Jepang masuk ke Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bursa efek kembali diaktifkan dan pemerintah mengeluarkan UU Darurat tentang Bursa No.13 Tahun 1951 yang kemudian ditetapkan dengan UU No.15 Tahun 1952. Penyelenggaraan bursa efek yang dibuka di Jakarta tersebut dilakukan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek PPUE di mana Bank Indonesia terlihat sebagai penasihat. Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pasar modal telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3. Era Pra Deregulasi 1977-1987

Di masa ini pasar modal mengalami masa yang cukup suram. Sebab saat itu perusahaan-perusahaan masih kental diwarnai dengan budaya perusahaan keluarga dan enggan untuk go public di pasar modal. Kondisi ini tentu membuat pemerintah bekerja keras untuk mendorong perusahaan go public. Berbagai kemudahan diberikan pemerintah seperti tax incentive. Tetapi itu pun ternyata tak cukup merangsang minat pengusaha untuk go public. Ini bisa terlihat dari sedikitnya jumlah perusahaan yang masuk ke pasar modal di masa itu. Dalam satu dekade pertama 1977-1987 hanya ada 24 perusahaan yang menawarkan sahamnya ke publik dan 3 perusahaan yang menawarkan obligasi melalui pasar modal. Sementara jumlah dana yang dapat dihimpun dari penjualan saham hanya berkisar Rp. 131,4 miliar, sedangkan dari emisi obligasi sekitar Rp. 535,7 miliar. Masalah lain yang membuat pasar modal Indonesia di masa itu diliputi kesuraman disebabkan pula oleh faktor yang muncul dari lembaga pasar modal itu sendiri. Banyak aturan pasar modal yang dianggap oleh pemilik perusahaan tidak terlalu menguntungkan mereka yang go public. Berdasarkan catatan, paling tidak ada lima persyaratan yang menghambat minat para pemilik perusahaan masuk ke pasar modal, yaitu: 1 Adanya persyaratan lab minimum sebesar 10 dari modal sendiri bagi perusahaan yang ingin go public. Artinya perusahaan yang ingin go public harus memiliki keuntungan 10 selama 2 tahun sebelum menawarkan sahamnya ke masyarakat. Persayaratan ini cukup memberatkan bagi perusahaan terkait yang ingin go public. 2 Tertutupnya kesempatan bagi investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam pemilikan saham. Masyarakat belum banyak yang mengerti dan memahami betul tentang manfaat investasi pasar modal. Akibatnya, jumlah investor tidak berkembang dan volume serta nilai transaksi pun bisa dibilang stagnan. 3 Adanya batas maksimum fluktuasi harga saham sebesar 4 dari harga awal dalam setiap hari perdagangan di bursa. Batasan ini membuat pasar kurang menarik bagi investor. Fluktuasi harga saham yang terjadi tidak berlangsung berdasarkan mekanisme pasar yang sebenarnya. 4 Tidak adanya perlakuan yang sama terutama dalam hal pajak terhadap penghasilan yang berasal dari bunga deposito dengan dividen. Akibatnya, investor masih lebih suka menanamkan uangnya di deposito dari pada investasi melalui pembelian saham di bursa. 5 Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa.

4. Era Deregulasi 1987-1990

Dokumen yang terkait

Analisis Perusahaan yang Mengalami Underpricing di Bursa Efek Indonesia

24 157 108

Pengaruh Financial Leverage, Return on Equity (ROE), Ukuran Dan Umur Perusahaan Terhadap Tingkat Underpricing Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 30 95

Pengaruh variabel keuangan dan non keuangan Terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan initial public offering (ipo) Di bursa efek indonesia

0 5 120

PENGARUH MANAGERIAL OWNERSHIP, FAMILY OWNERSHIP, FIRM SIZE DAN FIRM RISK TERHADAP FIRM VALUE (Studi pada perusahaan terdaftar di BEI)

0 4 71

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, AUDITOR TYPE, UNDERWRITER REPUTATION DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2004 – 2008

2 5 114

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERWRITER REPUTATION DAN FIRM SIZE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010 – 2012 SKRIPSI.

0 7 54

PENGARUH OWNERSHIP RETENTION, UNDERWRITER REPUTATION DAN FIRM SIZE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010 – 2012.

2 6 52

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, FIRM SIZE, DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PADA INDUSTRI KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2012-2015

0 0 2

PENGARUH ANALISIS INFORMASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 18

PENGARUH ANALISIS INFORMASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 13