berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan membersihkan.
Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif disebut bagian kepala berupa ion logam dan ion negatif disebut bagian ekor berupa rantai
alkil. Bagian ekor bersifat hidrofobik menjauhi molekul air dan bagian kepala bersifat hidrofilik mendekati molekul air. Bagian ekor ini akan mencari permukaan
tertentu misalnya kotoran lemak dan akan bergerombol mengelilingi permukaan tersebut membentuk “misel”. Sedangkan bagian kepala akan tetap kontak dengan
molekul air sehinggga dengan demikian mencegah bagian ekor yang membentuk misel dari mengendap dan mencegah terbentuknya misel yang terlalu besar yang
dapat mengendap secara gravitasi. Hasilnya kotoran dan molekul sabun akan tetap terdispersi dalam air.Lehninger, 1982.
2.6 Sabun Cair
Sabun cair merupakan produk yang lebih banyak disukai dibandingkan sabun padat oleh masyarakat sekarang ini, karena sabun cair lebih higienis dalam penyimpanannya
dan lebih praktis dibawa kemana-mana.Sabun adalah bahan yang telah dikenal sejak jaman dahulu kala, sekitar abad ke-13, digunakan sebagai pencuci dan pembersih.
Sabun yang pertama dibuat oleh orang Arab dan Persia dihasilkan dengan mencampur lemak domba dengan abu tumbuhan laut.
Sabun cair diproduksi untuk berbagai keperluan seperti untuk mandi, pencuci tangan, pencuci piring ataupun alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Karakteristik
sabun cair tesebut berbeda-beda untuk setiap keperluan, tergantung pada komposisi bahan dan proses pembuatannya. Keunggulan sabun cair antara lain mudah dibawa
berpergian dan lebih higienis karena biasanya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Untuk keperluan membersihkan badan saat mandi, sabun cair biasanya
dipandang lebih bergengsi disbanding sabun padat, meskipun harganya juga sedikit agak mahal. Teknologi pembuatan sabun cair ini cukup sederhanan karena tidak
memerlukan alat yang canggih maupun proses produksi yang rumit. Sabun mandi cair merupakan garam logam alkali K dengan asam lemak dan
minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol
menghasilakn gliserol dan sabun yang disebut saponifikasi. Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan tambahan
yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan pewarna dan bahan pewangi.
Bahan pembentuk badan sabun builder diberikan untuk menambah daya cuci sabun, dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan
pengisi fillers digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya adalah
kaolin, talk, magnesium karbonat dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat berfungsi pula sebagai antioksidan. Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun
yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka akan
terbentuk inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Jika akan dibuat
sabun cair, tidak diperlukan penambahan garam ini. Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang dapat menstabilkan sabun sehingga tidak
menjadi rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan
yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa digunakan adalah patchouli
alkohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun cuci juga digunakan pelarut organik seperti petroleum naphta dan sikloheksanol.
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan.
Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali KOH atau NaOH dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk
membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya
Levenspiel, 1972.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.2 Syarat Mutu Sabun Cair
Jenis S : Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Sabun Jenis D : Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Deterjen
No Kriteria uji
Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D
1
2 3
4 5
6 Keadaan :
Bentuk
Bau Warna
pH.25
o
Alkali Bebas dihitung sebagai NaOH
C
Bahan Aktif Bobot Jenis
Cemaran Mikroba : Angka Lempeng Total
gml Kolonig
Cairan Homogeny
Khas Khas
8-11 Maks. 0,1
Min. 15 1.01-1.10
Maks 1x10
5
Cairan Homogeny
Khas Khas
6-8 Tidak dipersyaratkan
Min.10 1.01-1.10
Maks 1x10
5
Sumber SNI 06-4085-1996, Standar Mutu Sabun Cair
Sabun buatan sendiri bukan hanya membersihkan, juga mengandung 25 gliserin. Gliserin juga berfungsi untuk melembabkan kulit, menyejukkan dan
meminyaki sel-sel kulit. Sabun buatan sendiri lebih lembut dari sabun buatan industri, karena dengan otomatis mengandung gliserin, sedangkan di industri, gliserinnya
diambil untuk dijual terpisah karena lebih mahal. Selain itu kualitas sabun buatan sendiri dapat melebihi sabun yang di beli disupermarket, karena selain lebih murah
sabun buatan sendiri dapat dibuat sesuai keinginan, baik warna dan harumnya maupun bentuknya. Untuk pewarna dapat digunakan pewarna makanan dan pewangi dapat
dipakai parfum non alcohol.Hanetz, 2002.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7 Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Sebagai Bahan Dasar Untuk Proses Pembuatan Sabun Cair