tubuh untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol ini dapat dikonversikan menjadi glukosa oleh hati dan kemudian glukosa inilah yang digunakan
sebagai sumber energi. Lemak juga berfungsi sebagai buffer terhadap berbagai penyakit. Ketika senyawa terbentuk, baik kimia maupun biologis mencapai level yang
tidak aman dalam aliran darah, lemak dapat menyimpan senyawa ini dalam jaringan lemak. Lemak merupakan sumber energi yang penting, dan digunakan tubuh sebagai
sumber energi langsung dan juga sebagai tempat penyimpanan energi. Tetapi trigliserida cepat menjadi tengik, menimbulkan bau dan cita rasa yang tidak enak bila
dibiarkan pada udara lembab suhu kamar. Lepasnya asam lemak yang mudah menguap terutama asam butirat dari lemak mentega menyebabkan bau mentega
tengik. Asam-asam ini terbentuk melalui hidrolisis ikatan ester atau oksidasi ikatan ganda dua. Hidrolisis lemak atau minyak sering dikatalisis oleh enzim lipase yang
terdapat dalam bakteri di udara. Ketengikan hidrolitik dapat dicegah atau ditunda dengan menyimpan bahan pangan dalam lemari pendingin. Bau keringat timbul
apabila lipase mengkatalisis hidrolisis minyak dan lemak pada kulit. Tetapi proses oksidasi bukan hidrolisis adalah penyebab ketengikan bahan pangan. Udara hangat
dan membiarkan pangan di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh
dari trigliserida terputus, membentuk aldehid berbobot molekul rendah dengan bau tak sedap. Aldehid kemudian dioksidasi asam lemak berbobot molekul rendah yang juga
berbau tidak enak. Ketengikan oksidatif memperpendek masa simpan biskuit dan makanan sejenisnya. Antioksidan adalah senyawa yang menunda awal ketengikan
oksidatif. Dua senyawa alami yang sering digunakan sebagai antioksidan ialah asam askorbat vitamin C dan
α-tokoferol vitamin E. Ketaren, 1986.
2.3 Kandungan Minyak Goreng
Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir
100 adalah lemak. Sebagian besar lemak dalam makanan termasuk minyak goreng berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai, semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan. Oleh proses oksidasi lebih lanjut, asam
lemak bebas ini akan menyebabkan minyak atau lemak menjadi tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang menyebabkan bau tengik ini,
minyak goreng ditambah dengan vitamin A,C,D atau E.Luciana, 2005. Disamping lemak, minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa lain
seperti beta karoten, vitamin E, lesistin, sterol, asam lemak bebas, bahkan karbohidrat dan protein. Namun semua senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil. Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji
Persayaratan 1.
Bau Normal
2 Rasa
Normal 3
Warna Putih, kuning pucat sampai kuning
4 Kadar Air
Max 0,3 5
Bilangan Asam Max 2,5
Sumber : SNI 3741-2002 Standar Mutu Minyak Goreng
2.4 Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng memegang peranan yang sangat penting dalam pengolahan produk pangan. Hal ini mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat dari tahun ke
tahun. Konsumen minyak goreng terbesar adalah industri makanan, restoran, dan hotel. Setelah digunakan berulang-ulang selanjutnya minyak goreng tersebut menjadi
minyak goreng bekas. Sebenarnya minyak goreng bekas tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali setelah dilakukan proses pemurnian ulang reprocesing,
namun karena keamanan pangan mengkonsumsi minyak goreng hasil reprosesing masih menjadi perdebatan sengit akibat adanya dugaan senyawa akrolein yang bisa
menyebabkan keracunan bagi manusia, maka alternatif lainnya adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku industri non pangan seperti sabun
cair.Nurhidayat, 2010
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sekitar 170 – 180
o
Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas FFA, perubahan indeks refraksi,
angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan dari bahan yang digoreng.
Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap
atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.
C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-
senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami
kerusakan.
2.4.1 Bahaya Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk
ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 minyak. Konsumsi minyak
yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah dan penurunan nilai cerna lemak.
Kerusakan minyak goreng yang berlangsung, selama penggorengan juga akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang
digoreng. Bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa
dan bau yang kurang enak. Berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan kemungkinan adanya senyawa
karsinogenik dalam minyak yang dipanaskan, dibuktikan dari bahan pangan berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama
penggorengan juga akan terbentuk senyawa Acrolein yang bersifat racun dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri makanan maupun rumah tangga, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk
memanfaatkan minyak goreng bekas tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat digunakan kembali sebagai
media penggorengan atau digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun.
2.4.2 Permunian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, baik untuk dikonsumsi kembali maupun untuk digunakan sebagai bahan baku produk.
Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan
sebelum digunakan kembali. Pemurnian minyak goreng ini meliputi 4 tahap proses yaitu, penghilangan bumbu despicing, netralisasi, pemucatan bleaching, dan
penghilangan bau deodorisasi.
1. Penghilagan Bumbu despicing
Despicing merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat bumbu
dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan
bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Pada penelitian ini yang
dipisahkan adalah kotoran-kotoran saja yang terkandung dalam minyak tersebut, karena dalam penggunaannya minyak tersebut tidak kontak dengan bumbu-bumbu.
2. Netralisasi
Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak dengan mereaksikan asam lemak bebas tersebut dengan larutan basa sehingga
terbentuk sabun. Proses ini juga dapat menghilangkan bahan penyebab warna gelap, sehingga minyak menjadi lebih jernih.
3. Pemucatan bleaching
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pemucatan adalah usaha untuk menghilangkan zat warna alami dan zat warna lain yang merupakan degradasi zat alamiah, pengaruh logam dan warna akibat oksidasi.
4. Penghilangan bau deodorisasi
Deodorisasi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang menentukan rasa dan bau tidak enak pada minyak.
Minyak goreng reprocessing merupakan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan sehingga dapat digunakan kembali untuk menggoreng. Proses pemurnian
ini ditujukan untuk menghilangkan kandungan yang merugikan kesehatan dalam minyak goreng bekas seperti asam lemak bebas, senyawa peroksida, zat warna akibat
oksidasi dan pengaruh logam serta kotoran-kotoran lain. Proses pemurnian yang biasa dilakukan meliputi netralisasi dan bleaching penjernihan.Susinggih, 2005.
Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang
berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh akan
menghasilkan sabun yang tidak larut dalam suhu kamar.
2.5 Sabun
Sebelum perang dunia II, sabun diperoleh dengan jalan mereaksikan lemak dengan kaustik soda didalam ketel – ketel besar atau kecil yang dilengkapi dengan pengaduk
dan jaket uap. Proses ini dikenal dengan nama soap boilling operation dan berlangsung secara batc.
Setelah perang dunia II, sabun mulai dikembangkan pembuatan sabun melalui proses kontinu. Proses ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem
batch. Antara lain pemakaian energi lebih efisien dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sabun lebih efisien. Saat ini, proses pembuatan sabun secara kontinu
dilakukan dengan cara saponifikasi langsung trigliserida, saponifikasi metil ester asam lemak yang dikembangkan oleh Fuji Cooperation Jepang dan netralisasi asam lemak
yang dikembangkan oleh Mazzoni LB.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah
kalium hidroksida KOH, natrium hidroksida NaOH, dan amonium hidroksida NH
4
OH sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai RCOOK atau RCOONa atau RCOONH
4
. Sabun kalium ROOCK disebut juga sabun lunak dan umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan
rumah tangga. Sedangkan sabun natrium, RCOONa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur
kekerasan sabun kalium. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan bagian rantai alkil sabun RCOO
-
RCOO mengalami hidrolisis parsial dalam air :
-
+ H
2
O RCOOH + OH Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air yang
mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen – produsen sabun menambahkan sedikit pelembab moisturizer kedalam sabun.
-
Jika didalam air terdapat ion – ion Ca
2+
dan Mg
2+
2RCOO + Mg baik dalam bentuk
bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan bersama dengan ion – ion logam tersebut :
2+
MgRCOO endapan putih
2
2RCOO
-
+ Ca
2+
CaRCOO endapan putih
2
Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air menjadi berbuih. Dari segi pengolahan air maka sabun cukup efektif untuk
mengendapkan ion – ion penyebab hardness ion Ca
2+
dan Mg
2+
dengan hanya meningkatkan ion Na
2+
dan K
2+
Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat “surface active agent” dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan yang dibasahi
dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk emulsi. Kemampuan ini
. Sehingga pemakaian sabun untuk mengurangi hardness
dalam pengolahan air perlu juga mendapat perhatian.Fessenden, 1963.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan membersihkan.
Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif disebut bagian kepala berupa ion logam dan ion negatif disebut bagian ekor berupa rantai
alkil. Bagian ekor bersifat hidrofobik menjauhi molekul air dan bagian kepala bersifat hidrofilik mendekati molekul air. Bagian ekor ini akan mencari permukaan
tertentu misalnya kotoran lemak dan akan bergerombol mengelilingi permukaan tersebut membentuk “misel”. Sedangkan bagian kepala akan tetap kontak dengan
molekul air sehinggga dengan demikian mencegah bagian ekor yang membentuk misel dari mengendap dan mencegah terbentuknya misel yang terlalu besar yang
dapat mengendap secara gravitasi. Hasilnya kotoran dan molekul sabun akan tetap terdispersi dalam air.Lehninger, 1982.
2.6 Sabun Cair