Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan Penukar Panas pada Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid

(1)

SIMULASI DAN UJI PERFORMANSI KONSENTRATOR

SURYA DAN PENUKAR PANAS PADA ALAT PENGERING

EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID

SKRIPSI

PANDU MAS SAPUTRA

F14061883

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

SIMULATION AND PERFORMANCE TEST OF SOLAR CONCENTRATOR AND HEAT EXCHANGER OF GREEN HOUSE EFFECT (GHE) HYBRID DRYER

Pandu Mas Saputra and Leopold O.Nelwan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Campus of IPB Dermaga, PO BOX 220, Bogor, West Java

Indonesia

ABSTRACT

A GHE (green house effect) hybrid dryer using solar concentrator as its additional heater has been developed. A simulation and performance test was performed in order to know the contribution of concentrator and heat exchanger as source of thermal energy in dryer. The simulation was based on the heat balance of each system’s component which is solved numerically. Method used in this test was consisted of seven treatment that involving collector tank, heat exchanger, and solar concentrator. Result showed that concentrator could increase water temperature with mass 25 kg for 420 minutes from 30.9 oC to 42.7 oC at average solar energy absorption of 762.8 W/m2. Temperature between dryer room temperature and ambient temperature was 8.6 oC, while night time tests with dryer heater in collector tank resulted difference between dryer room temperature and ambient temperature at 6.3

o

C. However, utilization of solar concentrator in this GHE dryer was less efficient due to its low capability to increase temperature. The temperature distribution simulation could described the real condition which in shown by be R2 value of simulation test of concentrator, heat exchanger, collector

tank and concentrator’s integrated system were 0.5787, 0.9691, 0.9963 and 0.9762 respectively. Keywords: Solar Concentrator, Dryer, Hybrid


(3)

PANDU MAS SAPUTRA, F14061883. Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan Penukar Panas pada Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid. Di bawah bimbingan Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si.

RINGKASAN

Pengering ERK (efek rumah kaca) hybrid merupakan salah satu alternatif pengering mekanis yang dilengkapi dengan tungku dan konsentrator sebagai pemanas. Latar belakang digunakan konsentrator surya karena kemampuan penangkapan panas yang tinggi dibandingkan dengan kolektor plat datar pada luasan yang sama. Uji performansi ini dilakukan supaya dapat mengetahui kontribusi konsentrator dan penukar panas sebagai sumber energi panas tambahan pada alat pengering. Penggunaan air dalam penukar panas dikarenakan air lebih stabil sebagai penyimpan panas dibandingkan dengan udara sehingga diharapkan suhu udara pengering yang dihasilkan konstan. Data simulasi merupakan replika dari pengujian distribusi suhu air yang berguna untuk memodifikasi komponen pengering sehingga performa pengering lebih baik. Tujuan dilakukan penelitian ini melakukan simulasi dan uji performansi konsentrator dan penukar panas pada sistem pengering ERK

hybrid rancangan Wulandani et.al (2009).

Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2010 sampai Maret 2011 di laboratorium energi dan elektrifikasi pertanian laboratorium lapang Teknik Pertanian IPB yang sekarang menjadi Teknik Mesin dan Biosistem. Metode penelitian yang dilakukan dengan mensirkulasikan air yang akan digunakan dalam proses pengeringan meliputi pengujian pada konsentrator, bak penampung, penukar panas, dan sistem konsentrator secara integritas. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan simulasi metode numerik beda hingga Euler dengan keadaan unsteady state yang nilainya berubah terhadap waktu. Penelitian yang diuji dengan mengambil sampel data selama rentan 15 menit ini dilakukan pada malam hari untuk uji penukar panas dan siang hari untuk uji konsentrator selama pemanasan efektif. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian kali ini ada enam perlakuan, satu perlakuan pada konsentrator dilakukan dua pengujian beda kondisi lingkungan.

Konsentrator dapat menaikkan suhu air dengan massa 25 kg pada pengujian I sebesar 11,8 oC dari 30,9 oC menjadi 42,7 oC dalam waktu 420 menit dengan penyerapan energi surya rerata sebesar 762,8 W/m2 sedangkan pada pengujian II konsentrator dapat menaikkan suhu air sebesar 10 oC dari 33,3 oC menjadi 43,3 oC dalam waktu 420 menit dengan penyerapan energi surya rerata sebesar 724 W/m2. Energi Surya harian dalam kedua pengujian ini sangat mempengaruhi kenaikan suhu pada kerja konsentrator. Uji Penukar panas menghasilkan selisih antara ruang pengering dan suhu lingkungan pada pengujian III sebesar 5,6 oC dengan mensirkulasi air melewati pipa absorber sedangkan pada pengujian IV selisih suhunya 6,3 oC tidak melewati batang absorber. Hal itu dikarenakan batang

absorber pada konsentrator melepas panas pada malam hari. Penginsulasian dengan armaflex pada pengujian V sangat efektif dalam mencegah kehilangan panas pada bak penampung suhu yang dipanaskan oleh heater pada suhu 62,4 oC selama 67 jam . Pada pengujian VI, konsentrator dapat menaikkan suhu air sebesar 1,8 oC dari suhu 42,4 oC menjadi 44,6 oC dalam waktu 420 menit dengan penyerapan suhu energi surya rerata 745,2 W/m2. Sedangkan selisih suhu ruang pengering dan suhu lingkungan sebesar 8,6 oC. Selisih suhu lingkungan dan suhu ruang pada pengujian VII sama dengan pengujian VI sebesar 8,6 oC. Secara umum simulasi dapat menggambarkan kondisi nyata nilai R2 pada pengujian suhu air secara berturut-turut pada pengujian simulasi uji konsentrator, penukar panas, bak penampung dan sistem integritas konsentrator sebesar 0,5787, 0,9691, 0,9963 dan 0,9762.


(4)

SIMULASI DAN UJI PERFORMANSI KONSENTRATOR

SURYA DAN PENUKAR PANAS PADA ALAT PENGERING

EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

PANDU MAS SAPUTRA

F14061883

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(5)

Judul : Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan

Penukar Panas pada Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)

Hybrid

Nama

: Pandu Mas Saputra

NIM

: F14061883

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

(Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si)

NIP. 19701208 199903 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen

Teknik Mesin dan Biosistem

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004

Tanggal Lulus :


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan Penukar Panas pada

Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)

Hybrid

adalah hasil karya saya sendiri

dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum pernah diajukan dalam

bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

ini.

Bogor, Maret 2013

Yang membuat pernyataan

Pandu Mas Saputra

F14061883


(7)

© Hak Cipta milik Pandu Mas Saputra, Tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian

Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,


(8)

i

RIWAYAT HIDUP

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Januari 1988 . Anak pertama dari enam bersaudara pasangan Achmad Mul Yono dan Rolinah. Memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDI Muslimin Jakarta Pusat dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Jakarta sampai tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 4 Jakarta dari tahun 2003 sampai dengan IPB (USMI) / PMDK tahun 2006 pada Tingkat Persiapan Bersama. Pada tahun 2007 dengan system Mayor Minor IPB penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian IPB yang sekarang menjadi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

Organisasi telah digeluti penulis dari sejak di tingkat menengah atas dengan memegang amanah sebagai Ketua Umum OSIS SMA Negeri 4 Jakarta dari tahun 2005 sampai 2006. Setelah itu, penulis hanya aktif sebagai tutor di ekstrakurikuler KIR. Masuk IPB pada tahun 2006, penulis meneruskan karir organisasinya dengan mengambil jabatan sebagi kepala Departemen Sosial Kemahasiswaan BEM TPB dari tahun 2006 sampai Tahun 2007. Memasuki Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) penulis aktif di BEM FATETA sebagai kepala Departemen Agri Teknologi dari tahun 2006 sampai 2007 dan meneruskan di organisasi yang sama dalam bidang kebijakan di Departemen Politik dan kajian Strategis BEM FATETA. Pada tahun yang sama penulis diamanahkan sebagai koordinator ENERGREEN (komunitas pencinta energi) dan Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia (IMTPI) 2009 - 2010. Setelah itu penulis tidak meneruskan karir di dunia kelembagaan formal tetapi membangun usaha dalam bidang percetakan dan desain sebagai minat dan hobi penulis.

Penulis pernah melakukan praktek kerja lapang di PTPN VIII unit kebun Gunung Mas, Puncak Bogor,

Jawa Barat dengan topik “Analisis Energi pada Unit Pengolahan Teh Hitam CTC”.

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan Penukar Panas pada Alat Pengering Hybrid di bawah bimbingan Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si.


(9)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya Shalawat serta salam dihaturkan kepada suri teladan Nabi Muhammad SAW. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologu Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, dengan judul Simulasi dan Uji Performansi Konsentrator Surya dan Penukar Panas pada Alat Pengering Efek Rumah Kaca

Hybrid. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Achmad Mul Yono, ibunda Rolinah, adik – adikku (Akbar, Ade, Mega, Adon Dan Syifa) serta seluruh keluargaku atas doa, motivasi, dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Istriku Tercinta Erny Huriah dan Syakira Alya Afiqoh anakku tersayang yang memberikan nafas semangat tambahan disaat terakhir ku dalam keputusasaan.

3. Bapak Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si dan Ibu Dr.Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, nasehat, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Dosen penguji bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr.dan Dr.Ir. Dyah Wulandani, M.Si yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

5. Bagian Teknik Energi Terbarukan Departemen TMB umumnya proyek penelitian Hibah Bersaing LPPM IPB 2009 pada khususnya terhadap sumbangan dana beberapa alat tambahan penelitian 6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Teknologi Pertanian IPB, khususnya Departemen

Teknik Mesin dan Biosistem.

7. Kepada seluruh pihak Laboratorium Energi dan Elekrtifikasi pertanian Pak Harto, Mas Darma, Mas Firman

8. Staf dan pegawai UPT TMB dan Dekanat FATETA pak Nandang, Bu Mar, Bu Ratna dan pak Adang 9. Mas Furqon, mbak Nunik dan mbak Lastri yang telah memberi dukungan

10. Pak Edi, mas Guyub dan Tini selaku teman satu proyek penelitianku

11. Keluarga Besar Kongkow AE 43 yang telah mengukirkan catatan cerita yang takkan terlupakan dalam narasi perjalanan hidupku.

12. Sahabatku Satriyo yang memberi dukungan penuh dan Akhmad Irfan yang membantu penyelesaian gambar alat.

13. Fazlur Rahman, Arhamin, Yulya Srinovita, Elis T, Ratih Pusparani, Erika Herry serta Syifa Fauziah atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

14. Teman-teman Generasi ”Veteran“ angkatan 43 IPB atas kebersamaannya dalam suka dan duka. 15. Rina, Indra dan Eko terima kasih atas bantuan selama praktik lapang di Gunung Mas PTPN VIII 16. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.


(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Riwayat hidup... ... i

Ucapan Terima Kasih ... ... ii

Daftar Isi ... ... iii

Daftar Gambar... ... v

Daftar Tabel ... ... vi

Daftar Lampiran ... ... vii

Daftar Simbol ... ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Energi Surya ... ... 3

2.2. Kolektor Surya... ... ... 3

2.2.1. Prinsip Kerja... 4

2.2.2. Tipe Kolektor Surya ... 4

2.2.2.1.Konsentrator Surya ... 5

2.2.2.2. Kolektor Plat Datar ... 7

2.3. Hasil - hasil Penelitian pengering dengan Kolektor Surya ... 8

2.4. Penyimpan Energi Panas ... 8

2.5. Teori Pengeringan ... 9

2.5.1. Defnisi Pengeringan ... 9

2.5.2. Metode Pengeringan ... 10

2.6. Efek Rumah Kaca pada Pengering Surya ... ... ... 11

2.7. Penukar Panas (Heat Exchanger) ... ... ... 12

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 14 3.1. Tempat dan Waktu ... .... ... 14

3.2. Alat dan Bahan ... ... 14

3.2.1. Bahan ... ... 14

3.2.2. Alat uji ... ... 14

3.2.3. Alat ukur ... ... 14

3.3. Spesifikasi teknis pengering rancangan Wulandani et.al ...... 15

3.4. Rancangan Penelitian ... ... 17

3.4.1.Alur Proses Kerja Alat ... ... 17

3.4.2. Skema Pengujian ... ... 17

3.5. Simulasi sistem konsentrator ... ... 18


(11)

iv

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21

4.1. Konsentrator Surya pada Alat Pengering ... 21

4.2. Pengujian Konsentator Surya dan heat exchanger ... 22

4.2.1.Pengujian Uji Konsentrator Surya ... ... 22

4.2.2.Pengujian Heat Exchanger ... 24

4.2.3.Pengujian Bak penampung ... ... 25

4.2.4.Pengujian Sistem Konsentrator Surya... ... 26

4.3. Simulasi perubahan suhu air dalam sistem konsentrator surya ... 29

4.3.1. Simulasi perubahan suhu air pada Konsentrator ... 29

4.3.2. Simulasi distribusi suhu air dalam pipa Heat Exchanger... 31

4.3.3. Simulasi pada Bak Penampung... 33

4.3.4. Simulasi pada Sistem Konsentrator Surya ... 34

V. KESIMPULAN 38 5.1. Kesimpulan... ... 39

5.2. Saran... ... 38

Daftar Pustaka ... ... 39


(12)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kolektor surya parabola silinder sederhana ... 5

Gambar 2. Kolektor surya involut silinder ... 6

Gambar 3. Kolektor surya parabolik kompon ... 6

Gambar 4. Kemungkinan konfigurasi kolektor penkonsentrasi ... 7

Gambar 5. Sistem Efek Rumah Kaca ... 11

Gambar 6. Diagram Sebuah penukar panas cangkang dan pipa secara sederhana ... 12

Gambar 7. Penukar panas tipe plat datar yang melukiskan aliran lintang dengan kedua fluidanya tak bercampur... 12 Gambar 8. Penukar panas tipe plat datar yang melukiskan aliran lintang dengan satu fluidanya tak bercampur dan satu fluidanya bercampur ... 13 Gambar 9. Tiga tipe sekat yang digunakan dalam penukaran panas cangkang dan pipa (C.B Cramer, Heat Transfer, Edisi ke-2, International textbook Company, Scanton, Pa) 13 Gambar 10. Desain alat ... ... 15

Gambar 11. Skema Pengujian Alat ... 17

Gambar 12. Posisi Ideal Pantulan Refletor ke Absorber ... 19

Gambar 13. Titik Sebaran suhu Pengukuran ... 20

Gambar 14. Bangunan Pengering ERK Hybrid... ... 21

Gambar 15. Perubahan Suhu Selama Proses Pemanasan pada pengujian I ... 22

Gambar 16. Perubahan Suhu Selama Proses Pemanasan pada pengujian I ... 23

Gambar 17. Perbandingan perubahan suhu air di bak hasil pengukuran dan simulasi pada pengujian I dan II ... 23 Gambar 18. Perubahan Suhu Penukar Panas pada Malam hari dengan Konsentrator pada pengujian III ... 24 Gambar 19. Perubahan Suhu Penukar Panas pada Malam hari (pengujian IV) ... 25

Gambar 20. Perbandingan Suhu Ruang terhadap Suhu Lingkungan menggunakan heater pada pengujian III dan IV... 26 Gambar 21. Penurunan Suhu pada pengujian Bak Tanpa Aliran pada Pengujian V ... 27

Gambar 22. Perubahan suhu parameter pada pengujian ke VI ... 27

Gambar 23. Perubahan suhu parameter pada pengujian ke VII ... 28

Gambar 24. Perbandingan Perubahan Suhu Air di Bak Hasil Pengukuran dan Simulasi pada Pengujian II saat Uji Konsentrator ... 29 Gambar 25. Perbandingan Suhu Air pada Konsentrator Surya Hasil Pengukuran dan Simulasi pada Pengujian II saat Uji Konsentrator ... 30 Gambar 26. Keeratan hubungan antara data dan hasil perhitungan suhu air dalam konsentrator ... 31

Gambar 27. Perbandingan pada Pemanasan Air di Bak Penampung antara Perhitungan dan Pengukuran pada Pengujian IV saat Pengujian HE ... 32 Gambar 28. Perbandingan pada Pemanasan Air di Heat Exchanger antara Perhitungan dan Pengukuran pada Pengujian IV saat Pengujian HE ... 32 Gambar 29. Trenline pada pengujian IV pada HE ... ... 33

Gambar 30. Perbandingan pada Penurunan Suhu Bak Penampung Tanpa Aliran antara Perhitungan dan Pengukuran pada Pengujian V... 34 Gambar 31. Keeratan hubungan antara data dan hasil perhitungan suhu air dalam bak ... 34 Gambar 32. Perbandingan pada Pemanasan Air di Bak Penampung antara Perhitungan dan

Pengukuran pada Pengujian VII pada Uji Sistem ... 35

Gambar 33. Perbandingan pada Pemanasan Air di Konsentrator antara Perhitungan dan

Pengukuran pada Pengujian VII pada Uji Sistem ... 36

Gambar 34 Perbandingan pada Pemanasan Air di Heat Exchanger antara Perhitungan dan Pengukuran pada Pengujian VII pada Uji Sistem ...

36

Gambar 35. Keeratan hubungan antara data dan hasil perhitungan suhu air dalam sistem

konsentrator surya ... 37 Halaman


(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Bahan – bahan untuk penyimpanan energi panas untuk penyimpanan panas sensibel ... 9

Tabel 2. Karakteristik beberapa bahan tembus cahaya. ... 12

Tabel 3. Skema Pengujian Alat ... 16

Tabel 4. Simulasi Pengujian ... 19

Tabel 5. Parameter input simulasi pada pengujian II ... 30

Tabel 6. Parameter input simulasi pada pengujian IV . ... 31

Tabel 7. Parameter input simulasi pada pengujian V ... 33


(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Uji I ... 41

Lampiran 2 Data Uji II ... 42

Lampiran 3 Data Uji III ... 43

Lampiran 4 Data Uji IV... 44

Lampiran 5 Data Uji V ... 45

Lampiran 6 Data Uji VI ... 46

Lampiran 7 Data Uji VII ... 47

Lampiran 8 Data Simulasi Pengujian II ... 48

Lampiran 9 Data Simulasi Pengujian IV ... 49

Lampiran 10 Data Simulasi Pengujian V ... 50

Lampiran 11 Data Simulasi Pengujian VII ... 51

Lampiran 12 Gambar Piktorial ERK hybrid ... 52

Lampiran 13 Tampak depan dan Tampak Samping ... 53

Lampiran 14 Gambar Konsentrator Surya ... 54

Lampiran 15 Gambar Heat Exchanger ... 55

Lampiran 16 Gambar Bak Penampung ... 56 Halaman


(15)

viii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Penjelasan Satuan

A Luas Penampang m2

Luas Absorber m2

AK Luas Konsentrstor m2

Ar Luas Reflektor m2

B Diameter luar pipa m

Cp Panas Jenis bahan J/kgoC

Cb Konduktan bond W/moC

D Diameter tangki m

Di Diameter dalam pipa m

d Tebal plat bhan absorber m

Ep Emisivitas plat absorber -

Eg Emisivitas penutup transparan -

F Efisiensi sirip plat absorber -

Fr Efisiensi kehilangan panas plat absorber -

Fp Efisiensi geometrik plat absorber -

H Tinggi tangki m

Hc Koefisien pindah panas lapisan w/m2 oC

hA Enthalpi udara keadaan A kJ/kg.u.k

hB Enthalpi udara keadaan A kJ/kg.u.k

hfg Panas laten penguapan air J/kg

I Intensitas radiasi surya W/m2

k Konduktivitas panas bahan W/moC

ki Konduktivitas panas insulasi W/moC

L Panjang pipa m

m Massa air kg


(16)

ix

mt Tebal tangki m

Nu Bilangan Nusselt -

Pr Bilangan Prandtl -

Q Kebutuhan panas udara pengering kJ / jam

Qs Jumlah panas matahari yang diterima kolektor kJ

Qu Total energi berguna yang dikumpulkan Watt / m2

Re Bilangan Reynold -

ro Tebal insulasi tangki m

ri Jari-jari tangki m

Ta Suhu lingkungan oC

THEi+1 Prediksi Suhu air dalam HE oC

THEi Suhu air pada HE saat waktu i oC

Tki+1 Prediksi Suhu Air dalam konsentrator oC

Tki Suhu air pada konsentrator saat waktu i oC

Twi+1 Prediksi Suhu air dalam bak penampung oC

Twi Suhu air pada bak penampung saat waktu i oC

Tw Suhu air awal dalam bak oC

Δt Beda waktu s

UL Koefisien kehilangan panas total W / m2 oC

v Kecepatan angin m/s

ρ Massa jenis bahan Kg/m3

β Sudut kemiringan kolektor o

(τ α) Transimivitas absorsivitas efektif -

Laju aliran air terhadap waktu di HE -

Laju aliran air terhadap waktu di Konsentrator -


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk - produk pertanian pada umumnya mengandung air yang dapat menyebabkan terjadinya pembusukan dan penurunan kualitas. Penurunan kualitas terjadi akibat dari aktivitas enzimatik dan jasad renik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam bahan pangan tersebut. Jika kadar air pangan dikurangi, maka aktivitas mikroorganisme akan melambat dan harus dilakukan tindakan khusus. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.

Pengeringan bahan pangan umumnya bertujuan untuk mengawetkan bahan yang mudah rusak sehingga mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan. Tujuan lainnya adalah memudahkan pengemasan, penanganan, penyimpanan dan transportasi dengan berkurangnya berat dan volume bahan serta untuk memperoleh cita rasa yang khas. Proses pengeringan terjadi melalui penguapan air, cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga uap air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan yaitu sifat fisik, kimia bahan, pengaturan geometris bahan dalam alat pengering, sifat fisik lingkungan dan karakteristik alat pengering. Sifat fisik dan kimia bahan meliputi bentuk, ukuran, komposisi dan kadar airnya.

Kebanyakan masyarakat melakukan proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan metode konvensional yaitu penjemuran langsung dibawah terik surya. Metode ini memiliki kelebihan antara lain yaitu tidak memerlukan bahan bakar dan biaya pengeringan ringan dibandingkan pengeringan secara mekanis, serta sinar infra surya dapat menembus ke dalam sel bahan. Tetapi memiliki kekurangan sebagai berikut proses pengeringan tergantung cuaca, sehingga sering terjadi ketidakseragaman kadar air bahan serta menurunkan mutu produk karena faktor kebersihan dan susut tinggi. Untuk itu pengeringan dengan prinsip penjemuran perlu ditingkatkan dengan pemanfaatan teknologi yang dipakai pada pengeringan buatan (artificial dryer) dengan menggunakan teknologi konversi surya.

Pengering ERK (efek rumah kaca) hybrid merupakan salah satu alternatif pengering mekanis yang dapat mengatasi masalah – masalah penjemuran. Alat pengering ERK hybrid dengan menggunakan sumber panas yang berasal dari energi surya dan biomassa, sehingga dapat dioperasikan secara berkelanjutan tanpa mengkhawatirkan masalah perubahan cuaca dan hujan. Wulandani et.al(2009) telah merancang sebuah pengering surya efek rumah kaca (ERK) hybrid, dengan sistem pemanas dengan biomassa serta dilengkapi dengan konsentrator surya di golongkan kedalam tipe alat pengering rak bertingkat. Atap bangunan dan dinding alat terbuat dari bahan transparan berfungsi sebagai penyekat sehingga energi panas yang masuk dapat meningkatkan suhu di dalam bangunan ruang pengeringan. Pengering ERK ini mengeringkan bahan dengan menggunakan energi surya dibantu konsentrator. Konsentrator surya mengumpulkan panas dengan memfokuskan panas ke absorber yang disalurkan melalui fluida dalam proses pindah panas oleh penukar panas panas didistribusikan dalam proses pemanasan ruang. Uji performansi ini dilakukan supaya dapat mengetahui kontribusi konsentrator dan penukar panas sebagai sumber energi panas tambahan pada alat pengering. Penggunaan air dalam penukar panas


(18)

2 dikarenakan air lebih stabil sebagai penyimpan panas dibandingkan dengan udara sehingga diharapkan suhu udara pengering yang dihasilkan konstan. Selanjutnya dalam rangka melakukan pengembangan sistem tersebut perlu dilakukan simulasi yang didasari pada model neraca energi untuk masing-masing sub sistem yang meliputi konsentrator surya dan penukar panas serta sistem secara keseluruhan. Sehingga penelitian ini memfokuskan pada penukar panas dan konsentrator surya dalam menentukan perlakuan yang optimal dalam pengeringan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melakukan simulasi dan uji performansi konsentrator dan penukar panas pada sistem pengering ERK hybrid rancangan Wulandani et.al (2009).


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Energi Surya

Energi surya merupakan radiasi elektromagnetik yang memancar dan bersumber dari matahari secara terus menerus. Bumi dengan jarak rata-rata 1.5 x 1011 meter dari matahari hanya menerima sebagian kecil dari radiasi tersebut. Dari hasil fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan mengeluarkan panas dengan laju 1024 kWh/detik, Indonesia mendapat suatu karunia yang sangat besar mengingat posisinya yang berada pada daerah khatulistiwa sehingga dapat memanfaatkan energi matahari tersebut untuk berbagai keperluan hampir sepanjang waktu dengan besarnya energi yang jatuh di wilayah Indonesia mencapai 9 x 1017 kJ/tahun atau setara dengan 28.35 x 1018 MWe (Abdullah et.al.,1998).

Pada prinsipnya energi surya dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk lain sehingga langsung dapat digunakan untuk menunjang kegiatan industri. Teknik pemanfaatannya dapat mengikuti salah satu dari cara berikut :

a. Pemanfaatan energi panas b. Konversi menjadi energi listrik

c. Pemanfaatan molekul proses fotosintesis atau proses biologis.

Pemanfaatan energi surya selain untuk keperluan diatas juga banyak digunakan pada bidang pertanian terutama penanganan pasca panen (pengeringan). Efektifitas pemanfaatan energi surya dapat ditingkatkan dengan menggunakan sistem pengumpul panas atau kolektor. Sinar matahari dikonsentrasikan pada suatu tempat sehingga diperoleh suhu yang meningkat. Kolektor digunakan untuk mengumpulkan radiasi surya dan mengubahnya menjadi panas. Pada umumnya bahan yang digunakan sebagai penyerap panas adalah plat logam yang dicat warna hitam (black body). Untuk memperbaiki suhu udara yang dihasilkan, alat pengering dilengkapi dengan gudang penyimpan panas yang berfungsi memperkecil fluktasi suhu dan memperpanjang waktu pengeringan.

Ciri khusus radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubah-ubah sehingga meskipun hari sedang cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya berubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfir dan jumlah radiasi surya yang jatuh pada permukaan bumi dipengaruhi oleh sudut deklinasi surya yang merupakan perubahan posisi planet bumi dengan sudut kemiringan 23.45⁰ terhadap orbitnya atau sudut antara garis matahari dan bumi dengan bidang ekuator (Abdullah et al.,1998).

Radiasi surya yang dipancarkan ke bumi melewati atmosfir akan diserap sebagian dan sebagian lagi dipantulkan. Radiasi yang diterima dalam bentuk gelombang pendek. Cahaya gelombang pendek memiliki energi lebih besar dari cahaya gelombang panjang. Gelombang pendek matahari jika diserap oleh suatu benda akan berubah menjadi gelombang panjang dengan memancarkan panas (Abdullah et al.,1998).

2.2.

Kolektor Surya

Sistem pengumpulan energi matahari secara umum dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu sistem yang menghasilkan energi termal suhu rendah (<150oC) untuk pemanasan dan pendinginan bangunan, sistem konversi sel surya yang menghasilkan listrik langsung dari energi elektromagnetik surya, dan sistem yang menghasilkan energi termal bertempertatur tinggi guna membangkitkan energi listrik (Culp, 1979).


(20)

4 Prestasi sistem energi matahari bergantung banyak faktor, antara lain : ketersediaan energi surya, sifat – sifat optik (transmisifitas dan reflektivitas), sifat absorsivitas, emisivitas absorber, suhu udara lingkungan sekitar, kebutuhan energi, rancangan sistem energi, waktu pengumpulan dalam sehari dan suhu fluida kerja, serta kehilangan panas akibat konduksi, konveksi ataupun radiasi (Stoecker dan Jones, 1982).

Sistem pasif dalam mengumpulkan dan mendistribusikan energi matahari tanpa menggunakan sumber energi tambahan. Sistem ini bergantung pada rancangan dan karakteristik bahan – bahan yang digunakan. Sistem aktif seringkali memerlukan energi tambahan untuk membawa energi tambahan untuk membawa energi matahari yang dikumpulkan pusat pemakaian (Stoecker dan Jones, 1982).

Pengumpulan energi matahari digolongkan menjadi dua, yaitu tipe tetap dan tipe penjejak. Jenis penjejak dikendalikan alat pengatur sehingga dapat mengikuti matahari sepanjang hari dan umumnya dipakai untuk penggunaan suhu tinggi. Pengumpul energi matahari dapat juga dibagi menjadi plat datar dan memfokus. Jenis memfokus dengan prestasi tinggi untuk pendinginan (Irfantoro, 1992).

2.2.1.Prinsip Kerja Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan energi radiasi matahari sedemikian sehingga energi panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara lebih praktis untuk berbagai proses. Radiasi surya yang jatuh pada permukaan bahan transparan dalam gelombang pendek akan diteruskan oleh bahan transparan untuk kemudian diserap oleh absorber. Warna hitam pada absorber memiliki sifat absorpsi terhadap radiasi yang lebih besar sehingga sebagian besar radias matahari akan diserap. Penyerapan radiasi ini akan membuat suhu absorber menjadi tinggi. Radiasi panas akan dipancarkan oleh absorber akan tetapi dalam bentuk gelombang panjang. Sebagian radiasi yang dipantulkan tersebut akan diserap kembali dan sisanya akan mengalami proses yang sama yaitu sebagian dipantulkan kembali ke absorber. Dengan demikian, kerugian akibat radiasi menjadi minimal dengan menggunakan kolektor datar. Selain itu, penutup transparan juga berfungsi sebagai penahan kerugian yang dibawa oleh udara di atas absorber

menuju lingkungan atau atmosfir (Wulandani & Nelwan, 2009).

Panas dari absorber dimanfaatkan melalui penukar panas ke media pembawa panas. Media pembawa panas yang umum digunakan dapat merupakan udara atau air. Ketika menggunakan air sebagai media, absorber akan mengkonduksikan panas menuju ke permukaan pipa-pipa bagian luar. Selanjutnya berlangsung konduksi panas dari permukaan luar ke permukaan dalam. Dengan proses konveksi, panas akan berpindah dari permukaan dalam ke air yang mengalir di dalam pipa tersebut, sehingga suhu air akan meningkat. Air dengan suhu yang tinggi kemudian dapat dimanfaatkan pada di bagian lain di luar kolektor datar.

Proses yang mirip terjadi ketika udara digunakan sebagai media pembawa panas, namun dalam hal ini pipa jarang digunakan. Udara di atas atau di bawah absorber dipanaskan melalui proses konveksi akibat kontak langsung dengan absorber. Udara dengan suhu tinggi ini kemudian dialirkan keluar kolektor untuk dimanfaatkan pada proses-proses yang memerlukan udara panas.

2.2.2.Tipe Kolektor Surya

Ditinjau dari cara penerimaan panas, kolektor surya dapat digolongkan menjadi (1) kolektor plat datar, (2) kolektor surya cekung atau cembung (konsentrator) dan (3) kolektor surya tabung


(21)

5 hampa. Mienel (1977) mengelompokkan kolektor surya berdasarkan fokus penerimaan absorber

menjadi dua bagian, yaitu kolektor surya dengan fokus titik (tiga dimensi), seperti kolektor surya parabola dan kolektor surya dengan fokus garis lurus (dua dimensi) seperti kolektor surya tipe silinder parabola.

2.2.2.1. Konsentrator surya

Menurut Abdullah et.al (1990) berdasarkan kontur bidang pemantul (reflektor) , kolektor surya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) kolektor surya parabola sederhana (SPC), (2) kolektor surya majemuk (CPC), dan (3) kolektor surya involut.

Kolektor surya parabola silinder sederhana terdiri dari absorber berbentuk pipa dan reflektor parabola silinder. Pada konsentrator ini hanya sinar yang sejajar sumbu optiknya saja yang dapat tepat dipantulkan ke fokus absorber.

Untuk Mengetahui rasio Konsentrator (C) digunakan persamaan (1). C =

………...………...………...….……...…………..…(1)

Gambar 1. Kolektor surya parabola silinder sederhana (Duffie& Beckman, 1980)

Kolektor surya silinder sederhana seperti pada Gambar 1. terdiri dari absorber berbentuk tabung dan reflektor berbentuk parabola silinder sederhana. Kelemahan konsentrator jenis ini terletak pada rasio konsentrasi yang lebih tinggi sehingga menjadi tidak efektif.


(22)

6 Gambar 2. Kolektor surya involut silinder (Duffie &Beckman, 1980)

Kolektor surya parabolik parabola silinder sederhana terdiri dari reflektor yang terbentuk dari gabungan dua parabola silinder dan absorber berbentuk pipa. Dalam pengoperasiannya, konsentrator ini tidak membutuhkan alat bantu sistem pelacak.

Gambar 3. Kolektor surya parabolik kompon (Duffie &Beckman, 1980)

Reflektor parabola parabolik kompon dapat digantikan oleh reflektor Fresnel, sebuah kumpulan dari reflektor – reflektor datar pada sebuah susunan yang bergerak, sebagaimana ditunjukan pada Gambar 3. Faset dari reflektor secara individual dapat juga disusun disesuaikan dengan posisi seperti pada Gambar 4. Susunan heliostat yang besar pada tipe ini dengan penerima yang ditempel tower berdasarkan disain kolektor “menara tenaga” (power tower) (Duffie& Beckman, 1980).


(23)

7 Gambar 4. Kemungkinan konfigurasi kolektor penkonsentrasi

Untuk mengetahui energi efektif yang diserap kolektor untuk memanaskan air (Qu) menurut Duffie dan Beckman (1980) dapat dihitung dengan persamaan (2).

.. ...(2) 2.2.2.2.Kolektor Plat datar

Kolektor plat datar terdiri dari penutup transparan, penyerap panas (absorber), insulator dan badan kotak kolektor. Suhu fluida kerja berkisar antara 30 oC– 90 oC tergantung jenis pengumpulnya dan jenis pemakaiannya (Stoecker dan Jones, 1982). Fluida kerja didaur dalam suatu pipa berliku memalui plat penyerap untuk membawa energi panas matahari ke tempat pemakaian.

Komponen – komponen sistem terdapat pada pemanasan energi surya adalah kolektor, tangki penyimpan kalor, pamanas tambahan, pipa saluran fluida, pompa. Unit pemanas tambahan diperlukan jika kalor tersedia dari kolektor. Sistem pemanas dengan fluida sama, perbedaannya hanya pada rancangan dan pengoperasiannya ( Baker, et.al, 1984).

2.2.2.2.1.Penutup Transparan

Secara umum digunakan kaca yang berfungsi untuk mengurangi rugi panas konveksi dari udara bergerak yang dibatasi. Selain itu melindungi dari pengaruh udara luar dan sebagai media yang baik untuk meneruskan radiasi dari radiasi gelombang surya ke plat penyerap. Sekaligus mengurangi kehilangan panas dari refleksi radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh absorber (Gupta, 1986).


(24)

8 2.2.2.2.2.Insulasi

Insulasi panas dalam aplikasi pemanfaatan sinar surya secara umum yaitu (1) pada kolektor untuk meminimumkan kehilangan panas sisi bawah dan samping penyerap, (2) pada tangki meminumkan kehilangan panas terhadap lingkungan, dan (3) pada pipa pembawa air panas untuk meminimumkan kehilangan panas terhadap lingkungan.

Menurut Raychaudhuri (1986) bahwa untuk mengurangi rugi panas konduksi digunakan bahan insulasi dengan konduktifitas panas rendah atau dengan jalan menambah ketebalan insulator. Beberapa syarat sebagai bahan insulasi, antara lain : konduktifitas panas rendah, keseragaman, higroskopis rendah, tahan terhadap mikroba dan tahan lama (Udayakumar, 1986).

Jenis – jenis yang dapat digunakan, antara lain : bahan serat-seratan (mineral-wool, glass-wool, wood-wool, ceramics fiber) , bahan busa organik (poly isocyanurate foam, polyurethane foam), bahan seluler (foam cencrete), bubuk (gabah, sebuk gergaji) dan bahan biji – bijian.

2.3.

Hasil - hasil Penelitian pengering dengan Kolektor Surya

Irfantoro (1992) mengembangkan rangkaian sistem pengering yang terdiri dari kolektor, tangki air dan kotak pengering. Hasil pengujian yaitu diperoleh rata – rata radiasi surya sebesar 714.62 W/m2, dengan suhu air yang masuk ke tangki penyimpanan panas adalah 43.5oC, suhu yang keluar dari tangki 38.2 oC dan yang melalui pertukaran panas antara air dengn udara pengering didapat suhu rata-rata udara dalam kotak pengering sebesar 41.4 oC. Alat yang dibuat mampu menurunkan kadar air pisang ambon dari 75% bb menjadi 37.61 % dengan lama pengeringan 19 jam dengan bantuan pemanas tambahan.

Hananto (2006) melakukan perancangan dan pemasangan kolektor surya beserta instalasinya. Kolektor yang dirancang berbentuk persegi empat dengan dimensi 100 cm x 100 cm x 21 cm. Bahan dinding bak terbuat dari fiber yang di cat hitam, penutup terbuat dari polycarbonate (impralon) atau

solat tuff flat.

Frima Agung (2008) Alat dirancang terdiri dari lima bagian utama yaitu kolektor, penukar panas, kotak pengering, bak penampung air, dan tangki pemanas. Berdasarkan pengujian yang dilakukan kenaikan suhu air bak setelah pemanasan selama 330 menit adalah 20oC dari suhu air 30oC menjadi 50oC. Dengan radiasi matahari rata – rata 527,29 W/m2. Efisiensi termal keseluruhan sistem rata – rata 22, 02 %. Besarnya energi untuk kebutuhan penamasan plenum selama proses pengeringan sebesar 5,4027 MJ dan konsumsi energi spesifik 11, 4756 MJ/kg uap air.

2.4.

Penyimpanan Energi panas

Energi panas dapat disimpan dalam bentuk penyimpanan panas sensibel, laten atau kuasi laten. Dalam sistem penyimpanan panas sensibel, panas disimpan dengan cara menaikkan suhu benda padat atau cair. Penyimpanan panas laten terjadi dalam proses ishotermal dan terjadi ketika bahan mengalami perubahan fasa biasanya dari pada ke cair. Penyimpanan energi panas diubah menjadi energi kimia dalam reaksi dapat balik endotermis pada temperatur konstan (Culp, 1979)

Sistem Pemanas diklarifikasikan menjadi dua, yaitu : sistem suhu rendah dan suhu tinggi. Suhu rendah beroperasi dibawah suhu 150oC dan biasanya merupakan penyimpanan panas sensibel dalam air,


(25)

9 batu, terak besi atau penyimpanan panas laten dalam es, garam glauber, lilin parafin, dan asam lemak (Culp,1979).

Kapasitas penyimpanan optimum tergantung pemakaian. Petunjuk kapasitas penyimpan yang sering digunakan untuk sistem penyimpan panas dalam air yaitu 0.05 – 0.1 m3/m2 luas kolektor (Stoecker dan Jones, 1982).

Tabel 1. Bahan – bahan untuk penyimpanan energi panas untuk penyimpanan panas sensibel

Sumber : Archie W. Culp (1979)

2.5.

Teori Pengeringan

2.5.1.Defnisi Pengeringan

Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau berkembang namun lambat (Hall, 1980). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat terjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah massa diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah massa terjadi karena tekanan uap air pada bahan lebih tinggi dibandingkan di udara. Mekanisme pengeringan dijelaskan melalui teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada dipermukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dan bagian luar bahan (Henderson dan Perry, 1976).

Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun. Kedua periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan kepermukaan bahan tidak terjadi lagi. Kadar air keseimbangan adalah kadar air minimum yang dapat dicapai dibawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap. Suatu bahan dikatan kering bila laju kehilangan air bahan sama dengan laju air masuk pada bahan dari udara lingkungan.

Material Panas Spesifik Kapasitas Panas

(kJ/kg.C) (kJ/m.C)

Air 4.18 4191

Isobutil Alkohol 3.01 2381

Ethil Alkohol 2.85 2226

Berrilium 2.81 5231

Kapur Tohor 0.91 2548

Pasir 0.8 1341


(26)

10 2.5.2. Metode Pengeringan

Metode pengeringan adalah cara yang digunakan untuk melakukan proses pengeringan. Metode pengeringan secara umum terdiri dari dua yaitu pengeringan secara manual dan pengeringan secara mekanis. Pengeringan secara manual bisaa disebut dengan pengeringan alami (natural drying) dan pengeringan secara mekanis disebut dengan pengeringan buatan (artificial drying)

Pada pengeringan alami (natural drying) panas pengeringan dipengaruhi dari udara sekitar atau matahari. Pengeringan alami ini bisaa dilakukan dengan cara penjemuran. Pengeringan alami ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain yaitu tergantung dengan cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah terkontaminasidan memerlukan waktu yang lama (Widodo dan Hendriadi, 2004 dalam Frima, 2008 ).

Pengeringan mekanis (pengeringan buatan) dilakukan dengan menyalurkan panas dari sistem melalui bahan atau produk pertanian dapat menggunakan pembakaran biomassa atau sumber energi lainnya sebagai sumber panas. Keuntungannya antara lain yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas dan kondisi pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004 dalam Frima, 2008)

Pada pengeringan buatan udara yang melalui produk dibuat dengan menggunakan kipas atau blower. Panas diperlukan untuk menaikkan suhu dalam udara pengering. Penambahan panas dalam udara pengering bertujuan untuk menaikkan kapasitas udara yang membawa uap (kira-kira menaikkan 2 kali lipat untuk setiap peningkatan suhu 4ºC dan suhu untuk memanaskan produk menjadi lebih tinggi (Hall, 1963 ).

Panas yang digunakan dalam proses pengeringan buatan berasal dari berbagai sumber energi panas yang ada, tergantung dari ketersediaan sumber energi yang ada di sekitar proses pengeringan berlangsung. Kebanyakan sumber energi yang digunakan adalah biomassa, bahan bakar minyak, dan listrik. Konversi biomassa menjadi panas bisaanya menggunakan tungku atau boiler melalui proses pembakaran. Bisaanya uap panas hasil pembakaran tidak secara langsung bersentuhan dengan bahan melainkan melalui alat penukar panas (heat exchanger) terlebih dahulu supaya bahan tidak terkontaminasi oleh bau uap biomassa dan jelaga yang ditimbulkan. Panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa berbeda-beda tergantung dari nilai kalor dari biomassa tersebut. Alat konversi yang sering digunakan untuk bahan bakar minyak sebagai penyedia panas adalah burner atau boiler. Panas yang dihasilkan dari BBM tergantung nilai kalornya. Sedangkan laju pemakaian BBM tergantung dari tekanan yang diberikan kepada burner. Penyedia panas yang lain adalah listrik. Keunggulannya yaitu mampu menghasilkan energi yang besar, bisa diatur dengan keinginan pengguna, dan bersih. Namun kelemahannya yaitu penggunaan listrik cenderung mahal karena daya yang digunakan besar untuk pemakaian yang kontinyu.

Bahan yang akan dikeringkan menentukan jenis mesin pengering yang akan digunakan. Pemilihan mesin pengering yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Untuk menentukan dan memilih mesin pengering yang akan digunakan seseorang sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi tahap pra-pengeringan (misalnya pelepasan air secara mekanis, evaporasi, pengkondisian awal bahan umpan dengan pencampuran padatan, pengenceran atau pembuatan pellet, dan pengumpanan) serta tahap pasca-panen seperti pembersihan gas buang, pengumpulan hasil, pendaurulangan sebagian hasil luaran, pendinginan hasil, pelapisan hasil, aglomerasi, dan lain-lain (Devahastin, 2001 dalam Hananto, 2006)


(27)

11 2.6. Efek Rumah Kaca pada Pengering Surya

Panas yang terjadi didalam pengering ERK (efek rumah kaca) sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang. (Kamaruddin A.et al.,1990)

Tabel 2. Karakteristik beberapa bahan tembus cahaya.

Jenis bahan Transmisi Cahaya Transmisi Panas

(%) (%)

Kaca (Double Strength) 100 100

Polyetylene

a. 1 lapisan 88 -

b. 2 lapisan 81 -

Fiberglass

a. Bening (clear) 92-95 63-68

b. Warna jade 81 61-68

c. Kuning 64 37-43

d. Putih salju 63 30-34

e. Hijau 62 60-68

f. Coral 61 57-66

g. Jernih (cannary) 25 20-23

Sumber : Nelson,1979

Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu diteruskan selain di serap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki daya tembus (transmissivity) yang tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul (reflectivity) yang rendah agar dapat memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin .(Kamaruddin A.et al.,1990).


(28)

12 2.7. Penukar Panas (Heat Exchanger)

Penukar panas dapat didefinisikan sebagai alat yang berfungsi untuk mempertukarkan panas dari satu fluida ke fluida lain. Contoh peralatan penukar panas yang menggunakan pencampuran fluida secara langsung adalah pemanas air pengisi ketel terbuka (Open Feed – Water Heater) dan kondensor jet (Jet Condenser). Tipe penukar panas cangkang dan pipa secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 6.

Tipe penukar panas cangkang-dan-pipa yang paling sederhana ditunjukkan dalam Gambar 6. Alat ini terdiri dari sebuah pipa yang terletak konsentrik (sesumbu) di dalam pipa lainnya yang merupakan cangkang untuk susunan ini. Salah satu fluidanya mengalir melalui pipa-didalamnya, fluida lainnya mengalir melalui cincin (anulus) yang terbentuk di antara pipa dalam dan pipa luar. Karena kedua aliran melintasi penukaran panas hanya sekali, maka susunan ini disebut penukar panas satu lintas (single-pass; lintas tunggal). Jika kedua fluida itu mengalir dalam arah yang sama, maka penukar panas ini bertipe aliran searah (parallel-flow; Gleichstrom-Bahasa Jerman; gelijkstroom-Bahasa Belanda; juga dikenal dengan istilah aliran sejajar); jika fluida tersebut mengalir dalam arah berlawanan, maka penukar panas ini bertipe aliran lawan (counterflow; Gegenstrom-Jerman; tegenstroom-Belanda). Pada umumnya beda suhu antara fluida yang panas dan yang dingin tidak konstan sepanjang pipa, dan laju aliran panasnya akan berbeda-beda dari penampang ke penampang. Maka dari itu guna menentukan laju aliran panas kita harus mempergunakan suatu beda suhu rata-rata yang sesuai, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.

Bila kedua fluida yang mengalir sepanjang permukaan perpindahan-panas bergerak dalam arah saling tegak-lurus, maka penukar panasnya bertipe aliran-lintang (cross flow). Ada tiga kemungkinan susunan penukan panas tipe ini. Dalam hal yang pertama masing-masing fluida tak bercampur

(unmixed) waktu melintasi melalui penukar panas, dan oleh karena itu suhu fluida yang meninggalkan penampang pemanas tidak seragam, pada satu sisi lebih panas daripada sisi lainnya. Pemanas dari tipe pelat datar (Gambar. 8), suatu rancang-bangun yang dipergunakan untuk regenerator turbin guna

Gambar 6. Diagram Sebuah penukar panas cangkang dan pipa secara sederhana (Kreith,1973)

Gambar 7. Penukar panas tipe plat datar yang melukiskan aliran lintang dengan kedua fluidanya tak bercampur (Kreith,1973)


(29)

13 memperoleh kembali energi gas buang, atau radiator mobil mendekati tipe penukar panas ini. Dalam hal yang kedua, salah satu fluidanya tak bercampur sedangkan fluida yang lainnya bercampur sempurna waktu mengalir melalu penukar panas. Suhu aliran yang bercampur akan seragam pada setiap penampang dan hanya berbeda-beda dalam arah aliran. Contoh tipe ini adalah pemanas udara aliran-lintang yang ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 9. Udara yang mengalir diluar berkas pipa bercampur, sedangkan gas panas di dalam pipa-pipa terbatasi dan karenanya tak bercampur. Dalam hal yang ketiga, kedua fluida bercampur (mixed) waktu mengalir melalui penukar panas; jadi, suhu kedua fluida akan seragam pada penampang dan hanya berbeda-beda dalam arah aliran.

Gambar 8. Penukar panas tipe plat datar yang melukiskan aliran lintang dengan satu fluidanya tak bercampur dan satu fluidanya bercampur (Kreith,1973)

Gambar 9. Tiga tipe sekat yang digunakan dalam penukaran panas cangkang dan pipa (C.B Cramer, Heat Transfer, Edisi ke-2, International textbook Company, Scanton, Pa)


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium energi dan elektrifikasi pertanian laboratorium lapang teknik pertanian yang sekarang menjadi teknik mesin dan biosistem, leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Maret 2011 .

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Bahan

Pada penelitian kali ini memakai bahan percobaan berupa air yang digunakan sebagai media pembawa panas.

3.2.2.Alat uji

Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bangunan efek rumah kaca hybrid yang telah dirancang oleh Wulandani et.al (2009)

3.2.3. Alat ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Termokopel tipe CC (Copper Constanta)

b. Pyranometer Model MS-401

c. Alat ukur waktu, alat ukur panjang dan alat tulis d. Termometer Alkohol (0-100 ºC)

e. Anemometer Clinomaster Kanomax tipe 6011 f. Tangmeter

g. Kassa-kapas, plester, gelas plastic kecil, dan obeng h. Termometer bola basah dan bola kering

i. Heater 1000 W 220V j. Recorder Hybrid k. Multimeter

l. Kalkulator CASIO Tipe Fx-350ms m. Personal Computer


(31)

15 3.3. Spesifikasi teknis pengering rancangan Wulandani et.al

Desain struktural dan fungsional alat pengering meliputi bentuk, dimensi dan fungsi komponen alat pengering dapat diuraikan sebagai berikut:

Gambar 10. Desain alat

a. Kolektor surya model konsentrator dibuat untuk mengakumulasikan energi surya yang terbuat dari bahan stainlees steel yang bertujuan agar pemantulan (reflektanitas) energi surya terjadi secara maksimal. Model ini merupakan konsentrator tipe penyerapan garis atau dua dimensi.

b. Absorber terbuat dari bahan tembaga dipasang tepat pada ½ r lengkungan receiver yang bertujuan agar dapat memfokuskan pemantulan energi radiasi surya. Bahan tembaga digunakan karena mempunyai nilai konduktivitas panas yang baik sehingga diharapkan efek pemantulan energi matahari dari receiver dapat diserap (absorp) secara maksimal. c. Tiang utama bangunan terbuat dari besi hollow ukuran 50 mm x 50 mm dengan maksud

alat dapat menopang seluruh beban yang terpasang baik konsentrator maupun komponen yang lainnya.

d. Rak pengering terbuat dari aluminium mesh yang berguna untuk tempat komoditi dengan rangka terbuat dari besi siku berukuran 3 x 3 cm.

e. Tangki air terbuat dari plat besi dengan tebal 2 mm yang terpasang di bagian bawah bangunan berfungsi sebagai reservoir air untuk dialirkan menuju absorber dengan bantuan pompa ke konsentrator.

f. Untuk menaikkan suhu udara pengering yang dihasilkan oleh pemanasan energi surya dan konsentrator juga digunakan tungku yang terletak dibagian bawah (dapat dilihat Gambar 10.) bangunan pengering. Penelitian ini tungku biomassa tidak digunakan. Panas dihasilkan dari pemansan air oleh konsentrator dan radiasi dalam efek rumah kaca alat pengering.


(32)

16 g. Sebagai komponen penyalur energi panas baik yang berasal dari tungku maupun

konsentrator digunakan pipa berukuran 1,25 inchi di cat hitam berfungsi sebagai heat exchanger atau penukar panas di ruang pengering.

h. Kipas berjumlah 4 unit berdaya masing-masing 80 W digunakan untuk mendistribusikan udara panas didalam ruang pengering yang berasal dari pipa (heat exchanger) tersebut dengan pola perpindahan panas terjadi secara crossflow. Penelitian ini lubang saluran kipas ditutup rapat dengan menggunakan bahan polyetilen sehingga tidak ada udara yang dihembus.aliran udara pengering terjadi secara konveksi alami.

i. Lubang outlet

3.4. Rancangan Percobaan 3.4.1. Alur Proses Kerja Alat

Gambar 11 memperlihatkan secara skematik pengujian kinerja pada konsentrator, penukar panas, bak penampung, dan sub sistem tersebut secara integritas.

3.4.2. Skema pengujian

Enam jenis perlakuan, pada uji I dan II jenis perlakuannya sama seperti yang dijabarkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Skema Pengujian Alat

Katup

Pengujian I & II

(Uji Konsentrator) III (Uji HE) IV (Uji HE) V (Uji Tangki)

VI & VII (Uji Sistem)

A √ √ √ x √

B √ √ x x √

C x x √ x x

D x √ √ x √

E √ x x x x

Keterangan : √ = Terbuka x = tertutup

Pengaturan alat pada tiap percobaan dengan melihat skema pengujian pada Gambar 11. tanpa menggunakan kipas dan tempat ditutup dengan penjelasan dibawah ini:

a. Pada pengujian I dan II dilakukan pada siang hari bertujuan menguji performansi konsentrator surya tanpa melewati penukar panas dengan kondisi radiasi surya yang berbeda. Pada pengujian energi surya digunakan untuk meningkatkan suhu air pada proses pengujian. Pemanfaatan energi surya yang ditangkap pada batang absorber

kemudian diserap oleh air yang digunakan untuk memanaskan air. Air tersebut disirkulasi menggunakan pompa melalui pipa dari konsentrator langsung ke tangki penampung tanpa masuk ke ruang pengering melalui pipa HE.

b. Pengujian III dan IV dilakukan pada malam hari bertujuan menguji performansi penukar panas dengan melewati konsentrator dan tidak melaluinya. Pada pengujian III dilakukan dengan penambahan pemanas air berupa heater kemudian di aliran melewati absorber

diteruskan ke pipa penukar panas pada ruang pengering air kembali ke bak penampung.

Pada pengujian IV air yang telah dipanaskan kemudian disirkulasi dengan menggunakan pompa tanpa melalui pipa konsentrator menuju ruang pengering kembali ke bak penampung. Tujuannya untuk menguji performansi penukar panas.


(33)

17 c. Perlakuan V menguji tangki penampung tak beraliran dengan cara memanaskan air pada

suhu 62,4 oC kemudian mendiamkan sampai suhunya tidak berubah lagi

d. Pada pengujian VI dan VII, dilakukan pada siang hari untuk menguji performansi sistem pengering dengan kondisi radiasi yang berbeda dengan mensirkulasi air dari tangki menuju konsentrator dan dialirkan ke ruang pengeringan. Pada percobaan VI suhu air dirancang hangat suhu sekitar 40 oC hasil pemanasan pengujian IV supaya dapat melihat perbedaan jika pada kondisi hangat pola kenaikan suhu air pada sistem ini dengan mengikut sertakan konsentrator surya, heat exchanger, dan tangki penampung air. Sedang pada pengujian VII dilakukan dalam suhu air normal dengan penambahan heater pada bak penapung. Pola sirkulasi air sama seperti pengujian VI.

Gambar 11. Skema Pengujian

3.5. Simulasi sistem konsentrator

Pendekatan simulasi digunakan dalam mereplika data pengujian yang telah dilakukan sehingga replika data percobaan dilapang tersebut dapat digambarkan dalam persamaan simulasi yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi komponen pengering. Pada simulasi ini dilakukan sebatas pembuatan replikasi persamaan dari data percobaan dilapang namun belum masuk kedalam ranah pengevaluasian komponen pengering yang dibuat. Persamaan simulasi untuk menetukan distribusi suhu air di tangki, diasumsikan


(34)

18 dalam keadaan unsteady state, yang nilainya berubah tergantung waktu, hal ini berdasarkan asumsi bahwa suhu air tangki lebih lambat mencapai keseimbangan. Suhu ruang dari tiap rak di ruang pengering disamakan.

Persamaan–persamaan untuk simulasi suhu pada bagian alat pengering yang dirancang. Persamaan simulasi ini diselesaikan dengan metode numerik beda hingga Euler.

Keseimbangan termal pada konsentrator adalah sebagai berikut :

(mCp)w = [m Cp ]w (Tw - Tki) + IAK τα – (UA)K(TP - Ta)

Solusi numeriknya adalah

Tki+1 = Tki+{ [m Cp ]w (Tw - Tki) + IAK τα – (UA)K(TP - Ta)}... (3)

Persamaan diatas dapat digunakan untuk mensimulasikan perubahan suhu air di pipa kosentrator selama proses pemanasan berlangsung.

Keseimbangan termal dalam tangki penampung air adalah sebagai berikut :

(mCp)w = [m Cp ]w (Tki– Twi)– (UA)w(Twi- Ta)

Solusi numeriknya adalah

Twi+1 = Twi+{

[m Cp ]w (Tki– Twi)– (UA)w(Twi- Ta)} )}... (4)

Jika tangki penampung ditambahkan heater maka persamaan solusi numeriknya menjadi seperti dibawah ini :

Twi+1 = Twi+{ [m Cp ]w (Tki– Twi)– (UA)w(Twi- Ta)}+QHeater)}... (5)

Sedang model jika tangki penampung tanpa aliran persamaa persamaan

(mCp)w

= -(UA)w(Twi- Ta)

Solusi numeriknya adalah

Tw

i+1

= Tw

i

+{

(1– (UA)w(Tw i

- Ta)} ) ... (6)

Persamaan diatas dapat digunakan untuk mensimulasikan perubahan suhu air di tangki pada saat proses pemanasan berlangsung.

Keseimbangan termal pada heat exchanger adalah sebagai berikut :

(mCp)w = [m Cp ]w (Tw– THEi)– (UA)HE(THEi– Tr)

Solusi numeriknya:

THEi+1 = THEi+{

[m Cp ]w (Tw– THEi)– (UA)HE(THEi– Tr)} )}... (7)

Nilai diasumsikan pada tiap komponen memiliki suhu yang seragam dan radiasi yang tiba di pipa absorber sama dengan yang dipantulkan oleh reflector pada konsentrator surya. Tabel 4. menguraikan pengujian yang akan dimodelkan dalam tiap tiap pelakuan.


(35)

19 Tabel 4 . Simulasi Pengujian

Simulasi Pengujian Model Persamaan yang dipakai (Persamaan)

II 3 dan 4

IV 5 dan 7

V 6

VII 3, 5, dan 7

3.6. Uji Performansi Sistem Konsentrator Surya

Uji kinerja konsentrator surya dilakukan pada malam dan siang hari dengan memperhatikan faktor cuaca yang terjadi di lokasi. Sampel data percobaan diambil tiap 15 menit pada sebaran suhu yang diukur. Iradiasi surya global diukur berdasarkan pendekatan intensitas radiasi surya secara periodik mengikuti pengukuran suhu. Pengukuran radiasi surya dilakukan dengan menggunakan pyranometer. Pyranometer diletakkan disamping / tempat terdekat alat pengering yang tidak terhalang sinar matahari. Data keluarannya masih berupa tegangan (mV) yang terlihat pada multimeter tester. Nilai 1 mV keluaran pyranometer setara dengan 1000/7 watt/m2. Besarnya Iradiasi surya yang diterima dan fluktuasinya merupakan ciri khas surya. Hal ini juga menentukan besar-kecilnya kinerja alat pengering. Pola pengkonsentrasian reflektor terhadap datangnya matahari dilakukan secara manual dengan menggerakkan reflektor setiap 1 menit agar pantulan sinar datang surya terfokus pada pipa absorber. Pada saat terfokus, pipa absorber akan tampak lebih bercahaya seperti diperlihatkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Posisi Ideal Pantulan Refletor ke Absorber

Titik pengukuran suhu dilakukan menggunakan termokopel CC dan termometer alkohol (0-100 oC). Sebaran Suhu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 13.

a. Pada bak penampung diletakkan pada tiga titik yaitu pada tengah bak didalam air untuk mengukur suhu bak penampung, pada pipa inlet yang meuju konsentrator, pada pipa outlet keluaran air dari pipa konsentrator atau pipa yang terhubung pada penukar panas.


(36)

20 b. Pada konsentrator surya terdapat tiga titik pengukuran suhu yang diletakkan di dalam

selang mengenai air sebelum menuju batang absorber pada inlet konsentrator, didalam batang konsentrator yang telah dilubangi pada bagian tengah batang tembaga dan diletakkan termokopel di dalam pipa keluaran air pada outlet konsentrator

c. Pada penukar panas diletakkan pada inlet masuk air menuju penukar panas dan di dalam pipa keluar menuju bak masih didalam kotak pengering sebelum melewati selang kelauran bak penampung

d. Titik pengukuran suhu pada ruang pengering diletakkan pada rak bagian atas dan bawah posisinya berada di kanan dan kiri pipa penukar panas. Pengujian ini dilakukan tanpa beban

e. Titik pengukuran suhu lingkungan diletakkan pada luar sekitar alat ERK dengan menggunakan termometer alkohol (0-100 oC)

Laju aliran massa air dihitung dengan menggunakan gelas ukur pada debit yang keluar pada awal percobaan dan akhir percobaan.


(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Konsentrator Surya pada Alat Pengering

Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengering surya Efek Rumah Kaca (ERK)

hybrid dengan sistem pemanas dengan biomassa serta dilengkapi dengan konsentrator surya yang telah ada di lokasi penelitian hasil hibah kompetitif penelitian sesuai prioritas nasional.

Tipe alat pengering yang digunakan termasuk ke dalam tipe pengering rak bertingkat. Atap bangunan dan dinding alat terbuat dari bahan transparan berfungsi sebagai penyekat sehingga energi panas yang masuk dapat meningkatkan suhu di dalam bangunan ruang pengeringan. Panas yang terakumulasi dipakai untuk mengeringkan komoditas yang berada dalam rak pengering. Bangunan pengering dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Bangunan Pengering ERK Hybrid

Dimensi alat pengering ini berukuran panjang 4450 mm, lebar 1855 mm dan tinggi 3065 mm, dimensi rak dengan panjang 500 mm dan lebar 600 mm dengan jumlah rak 144 buah yang terbagi ke dalam 8 kolom susunan rak dengan masing-masing kolom terdiri dari 18 level. Untuk mentransfer energi panas dari tungku digunakan pipa seluas 0.57 m2 yang didistribusikan melalui pipa sebanyak 34 buah yang terpasang tepat diatas tungku dengan tujuan sumber energi panas dari tungku dapat dialirkan melalui pipa-pipa tersebut namun sebagai pemanas tungku tidak digunakan melainkan menggunakan konsentrator surya. Sarana sirkulasi udara panas didalam ruang pengering yang berasal dari tungku digunakan kipas sebanyak 4 buah dengan daya tiap-tiap kipas adalah 80 W yang terpasang pada sisi luar masing-masing 2 unit, tetapi kipas tidak dioperasikan pada penelitian ini.

Sebagai sumber energi panas tambahan digunakan kolektor surya tipe konsentrator dengan bagian receiver (aperture) berukuran tebal (t) = 1.2 mm keliling (kll) = 1.22 m dengan diameter lingkaran sebesar 1.500 m menggunakan bahan stainless steel,sementara sebagai absorber digunakan material tembaga dengan diameter berukuran 0.032 m panjang 1,2 m . Penggunaan tembaga tersebut dengan pertimbangan bahwa transfer energi radiasi hasil pantulan dari receiver dapat diterima dengan baik oleh absorber karena memiliki nilai konduktivitas yang baik. Konsentrator tersebut diharapkan mampu menghasilkan atau menambah kebutuhan energi termal yang dibutuhkan didalam ruang pengering. Sistem sirkulasi fluida (air) sebagai penyerap panas radiasi surya menggunakan pompa yang digunakan untuk melayani masing-masing dua unit konsentrator dengan daya tiap-tiap pompa 125 W.


(38)

22 4.2. Pengujian konsentrator surya dan heat exchanger

4.2.1.Pengujian Konsentrator Surya

Grafik perubahan suhu air di bak selama proses pemanasan air dapat dilihat pada Gambar 15. Pengujian ini mengasumsikan bahwa radiasi yang tiba di pipa konsentrator sama dengan yang dipantulkan oleh reflektor serta suhu sepanjang pipa seragam.

Gambar 15. Perubahan Suhu air Selama Proses Pemanasan (Uji Konsentrator Surya) pada pengujian I

Pada pengujian I suhu air awal di bak penampung 30,9 oC, setelah melalui proses sirkulasi air dengan memanfaatkan radiasi surya, suhu air di bak menjadi 45 oC selama 420 menit, kemudian turun menjadi 42,7 oC setelah sirkulasi air yang dilakukan pada pukul 15.30 WIB dikarenakan penangkapan konsentrator surya berkurang sebesar 441,4 W/m2. Pada proses pengujian I suhu air rerata yang dapat dicapai dari pada bak penampung 38,9 oC dan suhu air pada outlet konsentrator 39,3 oC. Memperlihatkan bahwa air yang melewati

absorber meningkat karena terjadi proses pemanasan air pada batang absorber. Radiasi surya rerata sebesar 762,8 W/m2 dapat mencapai radiasi tertinggi sebesar 1030 W/m2 pada pukul 13.00 WIB dan capaian radiasi terendah sebesar 441,4 W/m2. Bahwa intensitas radiasi surya mempengaruhi proses pemanasan air terhadap kinerja proses sirkulasi air.

Pada pengujian II suhu awal air di bak penampung lebih tinggi dari pengujian pertama yaitu 33,3 oC, setelah dipanaskan dengan memanfaatkan radiasi surya selama 420 menit suhu air di bak menjadi 46,2 oC. Kemudian turun menjadi 43,3 oC setelah sirkulasi air yang dilakukan pada menit ke-405 dan penangkapan konsentrator surya berkurang menjadi 462,9 W/m2. Suhu air rata-rata yang dapat dicapai pada bak penampung 38,9 oC dan suhu air pada outlet konsentrator 38,6 oC. Radiasi surya rata-rata sebesar 724 W/m2 dapat mencapai radiasi tertinggi sebesar 931 W/m2 pada pukul 12.00 WIB dan penangkapan radiasi surya terendah saat tertutup awan selama 15 menit sebesar 151,4 W/m2 sehingga menurunkan parameter pengukuran yang lain.

300,0 500,0 700,0 900,0 1100,0 30 35 40 45 50 Ra dia si (W/m 2) Suhu ( oC) Waktu (Menit)

Bak In. Bak Out Bak In Konsentrator


(39)

23 100,0 300,0 500,0 700,0 900,0 1100,0 30,0 34,0 38,0 42,0 46,0 50,0 IRa dia si (W/m 2) Suhu ( oC) Waktu (Menit)

Pengujian 1 Pengujian 2 Irad P.I Irad. P.II

Gambar 16. Perubahan Suhu Air Selama Proses Pemanasan pada pengujian II (Uji Konsentrator Surya)

Penurunan suhu air itu tidak sepenuhnya karena penurunan radiasi surya, diduga disebabkan oleh faktor penyerapan kalor pada konsentrator, kehilangan panas pada bak penampung dan pengambilan data yang dilakukan bertepatan dengan penutupan awan selama kurang lebih satu menit. Pada pengujian kedua, cuaca lokasi pengujian tidak terlalu terik (cerah berawan) yang menyebabkan kontribusi absorber berkurang bahkan suhu air yang melewati batang

absorber menurun karena intensitas surya lebih rendah dari pengujian I.

Perbandingan perubahan suhu air bak antara pengujian I dan pengujian II adalah dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Perbandingan perubahan suhu air di bak hasil pengukuran pada pengujian I dan II 100,0 300,0 500,0 700,0 900,0 1100,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 55,0 60,0 I Rad iasi (W/m 2) Su hu ( oC) Waktu (menit)

Bak Inlet Bak Out.Bak


(40)

24 4.2.2.Pengujian Heat Exchanger

Pada perlakuan kedua dilakukan dua pengujian yaitu pengujian III dan pengujian IV dilakukan pada malam hari untuk melihat performansi penukar panas pada ruang pengering dengan menggunakan pemanas tambahan berupa heater. Pada pengujian III dilakukan pada pukul 21.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB saat tidak ada kontribusi dari radiasi surya. Kipas tidak digunakan dan lubang masuk aliran udara di kipas ditutup. Heater pada pengujian ini berfungsi untuk menggantikan kontribusi radiasi yang tidak didapatkan di malam hari sehingga perubahan distribusi suhu air tetap naik. Penggunanan heater bukan alternatif penambahan panas karena listrik yang dibutuhkan cukup besar dalam pengoperasiannya. Perubahan suhu air yang dilewatkan konsentrator surya pada pengujian III dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Perubahan Suhu air dalam Penukar Panas pada Malam hari yang dilewatkan konsentrator pada pengujian III

Suhu awal air dalam bak adalah 29,4 oC sedang suhu awal air dalam konsentrator 28,2

o

C. Pengujian ini dilakukan selama 480 menit sampai batas terbit fajar. Suhu yang dicapai pada perubahan suhu terus cenderung meningkat karena heater berjalan dengan baik. Suhu sirkulasi air maksimum yang bisa dicapai selama 480 menit dalam kerja sirkulasi air sebesar 59 oC. Pengujian III dapat dilihat bahwa konsentrator hanya menurunkan suhu air pada proses sirkulasi karena absorber pada konsentrator mengambil panas dari proses pemanasan pada bak penampung air dan membuangnya ke lingkungan. Suhu ruang pengering rerata pada pengujian III sebesar 30,1 oC sedangkan suhu lingkungan rata-rata 24,5 oC. Selisih suhu antara suhu ruang pengering dan lingkungan yang dapat dicapai sebesar 5,6 oC.

Pada pengujian IV dilakukan pada pukul 21.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB saat tidak ada kontribusi dari radiasi surya. Aliran air tidak dilewatkan ke pipa absorber pada konsentrator surya. Perubahan suhu dapat dilihat pada Gambar 19.

20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 55,0 60,0 65,0 Suhu ( oC) Waktu (Menit)

inlet bak outlet bak bak inlet HE


(41)

25 Gambar 19. Perubahan Suhu Penukar Panas pada Malam hari (pengujian IV)

Pengujian IV memfokuskan pada kerja penukar panas didalam ruang pengering dengan bantuan pemanas tambahan. Suhu awal air dalam bak adalah 28,9 oC setelah disirkulasikan dalam pipa terinsulasi selama 480 menit suhu menjadi 61,8 oC lebih tinggi dibandingkan pengujian III pada kondisi lingkungan yang sama. Suhu rata-rata ruang pengering yang bisa dicapai dalam ruang pengering sebesar 28,9 oC pada suhu lingkungan rata-rata 22,7 oC. Selisih suhu antar pengering dan suhu lingkungan sebesar 6,3 oC. Selisih suhu pada ruang pengering dalam pengujian IV lebih besar dari pengujian III salah satu faktornya diduga karena pengujian III sirkulasi air melewati pipa absorber pada konsentrator melepas panas ke lingkungan.

Perbandingan pengujian untuk melihat penukar panas pada malam hari saat cuaca tidak hujan dengan menggunakan bantuan pemanas tambahan berupa heater secara garis besar dari data yang didapat berjalan baik. Perbandingan pada Gambar 20. menunjukkan bahwa rerata suhu ruang pada pengujian IV lebih tinggi dari pengujian III.

Perlakuan dengan cara ini bisa digunakan sebagai alternatif apabila radiasi surya tidak memadai untuk memanasi air di bak penampung, baik karena faktor cuaca (hujan) ataupun saat pengujian malam (Agung, 2008). Pada pengujian ini air tidak diputarkan melewati pipa konsentrator melainkan melalui saluran tambahan yang digunakan untuk bypass masuk ke bak penampung.

4.2.3.Pengujian Bak Penampung

Pada perlakuan V untuk menguji penurunan suhu air di bak penampung. Bak penampung diinsulasi dengan menggunakan armaflex yang terbuat dari polimer buatan sehingga bak penampung lebih sedikit mengalami kehilangan panas (adiabatik). Pengamatan pengujian bak penampung pada pengujian tanpa aliran sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 21. 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 55,0 60,0 65,0 Suhu ( oC) Waktu (Menit)


(42)

26 Gambar 20. Perbandingan Suhu Ruang terhadap Suhu Lingkungan menggunakan

heater pada pengujian III dan IV

Pada gambar 21 dapat dilihat penurunan suhu membentuk garis eksponensial. Bak penampung telah diinsulasi oleh armaflex sehingga penurunan suhunya lama. Suhu air awal saat setelah dipanaskan adalah 62,4 oC diuji selama 67 jam suhu mencapai trensuhu yaitu 25,7 oC. Pada pengujian ini dilihat tiga titik pengukuran bak di dinding bagian bawah, dinding bak bagian tengah, dan dinding bak bagian atas. Ketiga titik pengukuran itu suhu rerata dari ketiga itu dinding tengah meghasilkan suhu tertinggi sebesar 36 oC diikuti dinding atas sebesar 35 oC dan dinding bawah sebesar 32,8 oC. Hal Ini disebabkan karena dinding bawah insulasi tidak mampu menahan konduksi panas menuju lantai. Pada dinding tengah suhu air lebih tinggi, hal itu dikarenakan titik pengukuran tengah lebih sedikit potensi kehilangan panas terkonduksi dangan lantai ataupun yang berhubungan dengan udara pada penguapan. Dari data pengujian V koefisien kehilangan panas pada bak dapat dipakai dalam mengasumsi persamaan simulasi bak penampung di semua perlakuan.

4.2.4.Pengujian Pada Sistem Konsentrator Surya

Pengujian VI dilakukan pada saat air masih hangat setelah proses pengujian ke III dilakukan. Gambar 22. memperlihatkan perubahan distribusi suhu saat pengujian.

Pengujian VI untuk melihat kerja sistem dalam proses distribusi sirkulasi air. Air yang digunakan dalam pengujian VI ini masih hangat sebesar 42,4 oC, bertujuan untuk melihat perbedaan dengan air saat dingin. Cuaca yang terjadi pada saat pengujian cerah berawan. Radiasi rerata pengujian yaitu 745,2 W/m2. Pada pukul 12.00 WIB saat surya tepat diatas alat pengering, didapatkan data radiasi tertinggi sebesar 1090 W/m2 sehingga menaikkan parameter pengujian dan dapat dimanfaatkan untuk mengeringkan.

20,0 25,0 30,0 35,0

Suhu (

oC)

Waktu (Menit)


(43)

27 Gambar 21. Penurunan Suhu pada pengujian Bak tanpa aliran pada Pengujian V

Gambar 22. Perubahan distribusi suhu air pada pengujian ke VI

Radiasi surya pada pukul 12.45 WIB tertutup awan sehingga energi surya yang diterima sebesar 368,4 W/m2 mengakibatkan parameter pengukuran menurun. Suhu air awal pengujian 42,4 oC setelah dilakukan proses pemanasan melalui pemanfaatan surya selama 420 menit menjadi 44,6 oC selisih suhu pemanasan yang dapat dicapai sebesar 1,8 oC. Suhu maksimal yang bisa dicapai pada pukul 12.00 WIB sebesar 46,5 oC dan turun sampai

250,0 450,0 650,0 850,0 1050,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 Ra dia si (W/m 2) suhu ( oC) Waktu (menit)

IB OB B IHE

OHE SUHU RUANG IK OK

KONSENTRATOR BK Radiasi

23,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 55,0 60,0 65,0 suhu ( oC) suhu ( oC) Waktu (menit)

T Air T Air di Dinding Atas T Air di Dinding Tengah


(44)

28 mencapai 44,6 oC.. Pengujian VI mengukur suhu ruang pengering dengan rerata yang dihasilkan pada rak atas bagian kanan sebesar 42,2 oC , rak atas bagian kiri sebesar 42,4 oC, rak bawah bagian kanan sebesar 40,6 oC, dan rak atas bagian kanan sebesar 42,0 oC. Suhu rerata ruangan pengering sebesar 41,8 oC dan suhu rerata lingkungan sebesar 33,2 oC sehingga selisih distribuasi suhu pada suhu ruang pengering dan suhu lingkungan sebesar 8,6

o

C. Selisih ruangan tersebut lebih besar daripada pengujian yang dilakukan dengan menggunakan heater sebesar 6,3 oC pada pengujian IV dan 5,6 oC pada pengujian III.

Pengujian ketujuh merupakan pengulangan dari pengukuran sistem konsentrator surya ditambahkan pemanas tambahan berupa heater supaya bisa dilihat perbedaan pada pengujian VI sehingga mendapatkan pembanding dalam proses pengeringan.

Gambar 23. Perubahan Suhu Air pada pengujian ke VII

Sama seperti pengujian VI, pengujian VII melihat perubahan distribusi suhu yang terjadi pada alat pengering dengan menggunakan panas tambahan. Cuaca saat melakukan pengujian berawan sehingga beberapa kali pada pengukuran tertutup awan. Suhu awal air pengujian sebesar 32,6 oC setelah dilakukan proses sirkulasi air melalui pemanfaatan surya dan tambahan pemanas selama 420 menit suhunya menjadi 62,5 oC. Selisih Pemanasan distribuasi suhu air sebesar 29,9 oC. Pengujian ini mengukur suhu ruang pengeringan dengan rerata yang dihasilkan pada rak atas bagian kanan sebesar 41,3 oC, rak atas bagian kiri sebesar 41,2 oC, rak bawah bagian kiri sebesar 40,1 oC, dan rak atas bagian kanan sebesar

100,0 300,0 500,0 700,0 900,0 1100,0 30 40 50 60 70 Ra dia si (W/m 2) suhu ( oC) Waktu (menit)

inlet bak outlet bak bak inlet HE oulet HE


(45)

29 38,8 oC. Rak kanan bagian bawah lebih rendah suhu yang bisa dicapai dikarenakan penerimaan dari radiasi surya langsung rendah. Suhu rerata ruangan pengering sebesar 40,4

o

C pada suhu rerata lingkungan yang dapat dicapai sebesar 31,8 oC. Selisih suhu pada suhu ruang pengering dan suhu lingkungan sebesar 8,6 oC. Dalam sisi pemanasan suhu air pada bak penampung dari hasil sirkulasi pengujian VII lebih tinggi dari pengujian VI karena menggunakan heater tetapi selisih ruangan pada pengujian VI dan pengujian VII memiliki nilai yang sama sebesar 8,6 oC. Hal itu mungkin disebabkan karena pada pengujian VI suhu lingkungan rerata lingkungan lebih tinggi yang disebabkan karena intensitas radiasi sebesar 742,6 W/m2 lebih tinggi sedangkan pengujian VII sebesar 494,5 W/m2. Faktor yang lain yang diduga mempengaruhi suhu air yang hangat pada pengujian VI dan pemakaian heater

yang dapat meningkatkan suhu pada sirkulasi air di bak penampung, bagaimanapun penerimaan radiasi surya yang berpengaruh dalam proses pengeringan pada siang hari.

4.3. Simulasi perubahan suhu air dalam sistem konsentrator surya

Simulasi menggambarkan replika data yang diperoleh dari perhitungan di lapang dengan terhadap hasil percobaan di lapang menggunakan persamaan keseimbangan energi. Dalam hal ini simulasi yang dilakukan baru sebatas memodelkan perubahan suhu air dalam suhu air pada kondisi tertentu. Simulasi ini nantinya akan berguna untuk memodifikasi bagian (komponen) yang bekerja kurang efisien. Pengujian simulasi ini dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan hasil percobaan yang dilakukan.

4.3.1.Simulasi perubahan suhu air pada Konsentrator

Simulasi perubahan suhu air pada konsentrator menggunakan pendekatan Persamaan 3 dan Persamaan 4. Data simulasi distribusi suhu air direplika terhadap data percobaan distribusi suhu air pada pengujian I dan II. Parameter Input Simulasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 24. memperlihatkan perbandingan suhu air di bak antara pengukuran pada pengujian II dengan hasil simulasi berdasarkan parameter yang telah didapat. Dari hasil pengukuran, perubahan suhu air bak penampung selama proses pemanasan air selama 480 menit kisaran 33,3 oC sampai 44,3 oC sedangkan perubahan suhu hasil simulasi adalah 33,6 oC sampai 44,6 oC. Nilai ketepatan pada perbandingan suhu kali ini sebesar 0,964 dan faktor error terukur 5,4 %.

Gambar 24. Perbandingan Perubahan Suhu Air di Bak Hasil Pengukuran dan Simulasi pada Pengujian II saat Uji Konsentrator

30 35 40 45 50 Suhu ( oC) Waktu (menit)


(46)

30 Tabel 5. Parameter input simulasi

Parameter Nilai Satuan Keterangan

Beda Waktu (Δt) 2,5 detik Diukur

Massa air di bak (m) 25 kg Diukur

Masa air di konsentrator (m) 0,3 kg Diukur

Cpair 4,18 kJ/kg.oC Culp (1979)

Cpudara 1 kJ/kg.oC Culp (1979)

Laju aliran massa air (mair) 0,228 kg/s Diukur

Suhu awal air di bak (Tw) 33,3 oC Diukur

Suhu awal air masuk bak (Tw1) 33,3 oC Diukur

Koeff. PP Konsentrator (UL) 0,2 kW/m2.oC Agung(2008)

Koeff. Pindah panas Bak (UL) 0,0005 kW/m2.oC Agung(2008)

Luasan PP Bak (Ab) 0,84 m2 Diukur

Luasan konsentrator (Ak) 1,29 m2 Diukur

Transimivitas 0,9 - Gupta(1986)

Absorsivitas 0,9 - Gupta(1986)

Intensitas Radiasi Rerata 762,8 W/m2 Diukur Suhu lingkungan rerata (Ta) 34,6 oC Diukur

Pemaparan perbandingan suhu air dalam pipa absorber konsentrator pada pegukuran dan perhitungan menggunakan simulasi perubahan suhu air pada pengujian II dapat dilihat pada Gambar 25. menunjukkan bahwa suhu air pada konsentrator selama proses sirkulasi air selama 480 menit antara kisaran 33,3 oC sampai 44,7 oC sedangkan hasil simulasi perubahan suhunya dari 33,6

o

C sampai 44,6 oC. Dengan nilai ketepatan pengukuran sebesar 0,942 dan error sebesar 5,8%. Pada simulasi ini dapat dilihat dari grafik bahwa pada menit terakhir terdapat perbedaan disebabkan karena faktor pemilihan asumsi koefisien kehilangan panas pada parameter. Nilai R2 pada uji konsentrator sebesar 0,5787 dan nilai persamaan gradien pada simulasi kali ini y = 1,9974x - 37,23 memiliki nilai error yang cukup besar pada pengambilan sampel data dan pengujian dapat dilihat pada Gambar 26, yang diduga dipengaruhi oleh perubahan parameter suhu lingkungan dan radiasi setelah kondisi lingkungan berawan.

Gambar 25. Perbandingan Suhu Air pada Konsentrator Surya Hasil Pengukuran dan Simulasi pada Pengujian II saat Uji Konsentrator

30 35 40 45 50 Suhu ( oC) Waktu (Menit)

Tk Hitung Tk Ukur


(1)

51 Lampiran 11. Data Model Simulasi Pengujian Sistem Konsentrator

Perhitungan Model Simulasi menggunakan persamaan 6

Tki+1 = Tki+{ [m Cp ]w (Tw - Tki) +

IAK τα – (UA)K(TP - Ta)}... (3)

(Tw i+1

= Tw i

+{

[m Cp ]w (Tk i

Tw i

)– (UA)w(Tw

i

- Ta)}+QHeater)}... (5)

THEi+1 = THEi+{ [m Cp ]w (Tw –


(2)

(3)

53 Lampiran 13. Gambar Tampak Samping Alat pengering ERK


(4)

54 Lampiran 14. Gambar Detail Konsentrator


(5)

55 Lampiran 15. Gambar Detail Heat Exchanger


(6)

56 Lampiran 16. Gambar Detail Bak Penampung