2.2. Jenis Kemiskinan
Menurut Suryawati 2005 kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu: a. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah garis
kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan
bekerja. b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
c. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial
politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
Universitas Sumatera Utara
b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber daya,
sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata. Soegijoko 1997 kemiskinan absolut keberadaannya masih dapat dihilangkan
poverty alleviation, sedangkan kemiskinan relatif keberadaannya tidak dapat
dihilangkan, tetapi hanya dapat dikurangi intensitasnya poverty reduction.
2.3.
Efektivitas Berbagai Program Penanggulangan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks. Banyak faktor yang berperan
menjadi penyebab kemiskinan. Ketidakberuntungan disadvantages yang melekat pada keluarga miskin, keterbatasan kepemilikan aset
poor, kelemahan kondisi fisik physically weak, keterisolasian isolation, kerentaan vulnerable,dan ketidakberdayaan powerless adalah berbagai penyebab mengapa
keluarga miskin selalu kekurangan dalammemenuhi dasar hidup, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan layak untuk anak-anaknya. Kondisi serba
kekurangan dari masyarakat miskin tersebut menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. Selain itu, kultur kemiskinan yang masih kental dalam
masyarakat dengan budaya tolong-menolong, pada satu sisi dapat bersifat positif, namun di sisi yang lain juga dapat mengaburkan arti kemiskinan yang sebenarnya.
Orang yang sebenarnya sangat miskin, merasa tidak terlalu miskin karena bantuan sosial di sekelilingnya. Kondisi kemiskinan juga menjadi diperparah karena
kewajiban sosial yang ditanggung keluarga miskin, seperti kewajiban menyumbang. Situasi yang seperti ini menyebabkan berbagai program penanggulangan kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
dan pembangunan pedesaan menghadapi hambatan dalam pelaksanaannya Listyaningsih, 2004.
Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan kemiskinan. Mulai dari program yang
ditujukan untuk petani, memalui berbagai skim kredit dan subsidi, sampai pada berbagai program pemberdayaan untuk keluarga miskin, seperti pemberian dana
bergulir, program ekonomi produktif, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Namun berbagai program tersebut belum secara signifikan mampu menurunkan jumlah
penduduk miskin, sehingga memunculkan pertanyaan mengapa banyak
programpenanggulangan kemiskinan tidak efektif atau bagaimana bentuk program penangulangan kemiskinan yang efektif.
Kelemahan berbagai program penanggulangan kemiskinan, diawali dari beberapa persoalan berikut.
a. Program yang dilaksanakan berpedoman pada perguliran dana bantuan. Karena konsepnya adalah bergulir, logikanya yang mampu mengikuti program tersebut
adalah mereka yang memiliki usaha produktif, dan kecil kemungkinan masyarakat yang benar-benar miskin dapat mengikuti program dana bergulir.
b. Kecilnya peluang rumah tangga miskin ikut dalam pola pergliran disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, sehingga sangat beresiko
terhadap keberhasilan program.
Universitas Sumatera Utara
c. Adanya gejala ketidaktepatan pendataan penduduk miskin, yang terutama dilakukan petugas desa banjar yang cenderung pilih kasih, sehingga data
pendudukmiskin untuk penanggulangan kemiskinan menjadi tidak tepat sasaran. d. Kecenderungan adanya pemilihan daerah sasaran program dengan harapan tingkat
keberhasilannya dapat lebih diukur. Hal ini berakibat pula pada salah sasaran. e. Sikap mental penduduk miskin yang cenderung pasrah, menerima apa adanya,
merasa miskin adalah nasib, takdir dan lainnya adalah sikap mental yang menghambat program kemiskinan.
f. Program-program yang cenderung member ‘ikan’, bukan kail dan atau cara memancing dapat menggeser perilaku masyarakat yang justru ingin menjadi miskin
agar mendapat bantuan kemiskinan, bukan justru berupaya bagaimana mereka dapat ke luar dari kemiskinan.
2.4. Kesejahteraan Masyarakat