c. Adanya gejala ketidaktepatan pendataan penduduk miskin, yang terutama dilakukan petugas desa banjar yang cenderung pilih kasih, sehingga data
pendudukmiskin untuk penanggulangan kemiskinan menjadi tidak tepat sasaran. d. Kecenderungan adanya pemilihan daerah sasaran program dengan harapan tingkat
keberhasilannya dapat lebih diukur. Hal ini berakibat pula pada salah sasaran. e. Sikap mental penduduk miskin yang cenderung pasrah, menerima apa adanya,
merasa miskin adalah nasib, takdir dan lainnya adalah sikap mental yang menghambat program kemiskinan.
f. Program-program yang cenderung member ‘ikan’, bukan kail dan atau cara memancing dapat menggeser perilaku masyarakat yang justru ingin menjadi miskin
agar mendapat bantuan kemiskinan, bukan justru berupaya bagaimana mereka dapat ke luar dari kemiskinan.
2.4. Kesejahteraan Masyarakat
Ada tiga komponen yang dapat diukur dari hakekat pembangunan. Ketiga komponen itu adalah kecukupan sustenance, jati diri self-esteem serta kebebasan
freedom. Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat dalam proses pembangunan. Ketiganya berkaitan secara
langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi bentuk di hampir semua masyarakat dan budaya
sepanjang zaman Todaro 1998. Selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan
juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan
Universitas Sumatera Utara
kehidupan yang lebih baik. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata, adalah munculnya kesenjangan antara
kaya dan miskin, serta pengangguran yang merajalela. Badan Pusat Statistik 2000 menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang
dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan,
ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial budaya.
Komponen lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas kepemilikan lahan Djohar, 1999. Hal ini dimungkinkan karena dilihat dari segi
ekonomi, lahantanah merupakan earning asset yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan dilihat dari segi sosial, lahantanah dapat
menentukan status sosial seseorang terutama di daerah pedesaan. Menyadari bahwa pembangunan selalu membawa dampak, baik positif maupun
negatif, maka diperlukan indikator-indikator untuk mengukur kinerja pembangunan. Selama ini tingkat pendapatan perkapita banyak digunakan untuk mengukur kinerja
pembangunan, terutama pembangunan perekonomian suatu negara, namun hal itu tidak cukup memberikan gambaran yang nyata tentang tingkat kesejahteraan masyarakat.
2.5. Pengembangan Wilayah