Strategi Komunikasi Kampanye Kerangka Teori .1.Kampanye

diperlukan upaya yang maksimal dalam rangka penyampaian pesan kampanye oleh Peserta Pemilu kepada masyarakat. Penggunaan Media massa dalam bentuk pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye adalah solusi efektif untuk memaksimalkan upaya penyampaian pesan politik pada tahapan kegiatan kampanye tersebut. Pesan kampanye itu sendiri dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan. 12 kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat tidakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu, 2 jumlah khalayak sasaran yang besar 3 biasanya dipusatkan dalam kurun waktu dan 4 melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir. Disamping keempat hal tersebut kampanye juga memiliki karakter yaitu sumber yang jelas yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggungjawab suatu produk kampanye, sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengindetifikasi bahkan mengevaluasi

1.5.1.5. Strategi Komunikasi Kampanye

Beberapa pengertian kampanye diantaranya, a communication campaign is an organized communication activity, directed at a particular audience, for a particular period of time, to achieve a particular goal. 13 12 Ibid., Pasal 89 ayat 2, ayat 3, Pasal 91 ayat 1 Sedangkan Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung 4 hal yakni: 1 tidakan 13 W.B Gudykunst and Bella Mody, Handbook of International and Intercultural Communication. Thousands Oaks, Sage Publications, 2002, hal.10 Universitas Sumatera Utara kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu, 2 jumlah khalayak sasaran yang besar 3 biasanya dipusatkan dalam kurun waktu dan 4 melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir. Disamping keempat hal tersebut kampanye juga memiliki karakter yaitu sumber yang jelas yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggungjawab suatu produk kampanye, sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengindetifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat. 14 Persoalan untuk mengemas pesan politik dalam kampanye pemilu menjadi urusan yang sangat penting bagi partai politik dan calon anggota legislatif yang maju bersamanya, agar makna pesan dapat diterima secara efektif oleh audiensnya. Pesan sebagai elemen kampanye diartikan sebagai pernyataan ringkas yang menyebutkan mengapa pemilih harus memilih seorang kandidat tertentu. Pesan adalah salah satu aspek terpenting dalam setiap kampanye politik. Dalam kampanye politik modern, pesan harus disusun dengan sangat hati-hati sebelum disebarkan dan menjadi konsumsi media dan publik. 15 Setidaknya ada 2 aspek penting yang harus diperhatikan berkaitan pengaruh pesan terhadap keberhasilan kampanye yaitu isi pesan dan struktur pesan. Isi pesan mensyaratkan materi pendukung seperti ilustrasi dan kejadian bersejarah sangat berpengaruh terhadap kekuatan pesan dalam mempengaruhi Untuk dapat menghasilkan pesan kampanye yang efektif, maka perlu dilakukan orientasi yang mendalam terhadap berbagai hal yang diinginkan khalayaknya. 14 Antar Venus, Manajemen Kampanye Penduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, Bandung: Penerbit Simbiosa Rekatama Media, 2007, hal.7 15 Surya Kusuma dan Yon Hotman, Panduan Sukses Kampanye Pemilu 2009, Kajarta: Penerbit Pustaka Cendekia Muda, 2008, hal. 25 Universitas Sumatera Utara sikap orang yang menerima pesan tersebut. Isi pesan juga harus menyertakan visualisasi mengenai dampak positif atas respons tertentu yang diharapkan muncul dari khalayak sasaran. Sedangkan struktur pesan mensyaratkannya atas sisi pesan message sidedness, susunan penyajian order of presentation dan pernyataan kesimpulan drawing conclusion. Sisi pesan memperlihatkan bagaimana argumentasi yang mendasari suatu pesan persuasif disajikan kepada khalayak. Bila pelaku kampanye hanya menyajikan pesan-pesan yang mendukung posisinya maka ia menggunakan pola pesan satu sisi one sided fashion. Kelemahannya kekuatan posisi pihak lawan tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Susunan penyajian erat kaitannya dengan cara penyusunan klimaks, antiklimaks dan susunan pyramidal. Pernyataan kesimpulan terkait apakah khalayak perlu disajikan kesimpulan secara eksplisit atau memberiakannya untuk menarik kesimpulan sendiri. 16 . Pengertian kampanye menurut Dan Nimmo tidak jauh berbeda dengan yang di kemukakan oleh Rogers dan Storey yang dikutip oleh Antar Venus dalam buku Manajemen Kampanye yaitu: “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” Venus. 2004:7 Adapun pengertian kampanye menurut Pfau dan Parot yang dikutip oleh Antar Venus memberikan definisi sebagai berikut: “A Campaign is conscious, sustained and incremental process designed to be implemented over a specified priode of time for the purpose of influencing a specifield audience” kampanye adalah suatu proses yang dirancang sedara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.. Venus 2004:8 16 Antar Venus, Op.cit, hal. 76 Universitas Sumatera Utara Kampanye pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi khalayak. Kegiatan ini dilakukan dengan terlebih dulu menentukan khalayak sasaran yang telah disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan kampanye. Hal tersebut sejalan dengan Pengertian kampanye menurut Rajasundaram yang dikutip oleh Antar Venus adalah: “a campaign is coordinated use of differen methods of communication aimed at focusing attention on a particular problem and its solution over a period of time” Kampanye dapat dikatakan sebagai pemanfaatan berbagai metode komunikasi yang berbeda secara terkoordinasi dalam waktu tertentu, yang di tunjukan untuk mengarahkan khalayak pada masalah tertentu berikut pemecahannya Venus 2004:8 Menurut definisi-definisi di atas dapat dilihat bahwa kampanye adalah proses komunikasi yang dilakukan untuk mempengaruhi khalayak dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kampanye juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membuat efek tertentu pada masarakat. Sebuah kampanye yang baik adalah kampanye yang dilakukan dengan perencanaan yang matang. Adapun masalah tahapan perencanaan dalam sebuah kampanye menurut Gregory dalam Venus adalah Universitas Sumatera Utara Gambar 1.1 Tahapan Proses Perencanaan Kampanye Sumber: Antar Venus. 2004:97 Format penyajian rencana kampanye menurut Gregory dalam Venus terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: Bagian 1 Analisis Masalah Bagian ini menyajikan keterangan seputar latar belakang program kampanye, analisis kondisi lingkungan baik yang bersifat positif maupun negatif, serta tujuan organisasi yang mengadakan kampanye. Latar belakang kampanye hendaklah bersifat narasi yang menarik karena akan mengantarkan pembaca kepada bagian selanjutnya. Pada bagian ini tekankan juga alasan-alasan mengenai pentingnya kampanye tersebut dilaksanakan.. sedangkan analisis kondisi lingkungan dan organisasi bisa dibuat narasi ataupun mengunakan poin-poin. TINJAUAN ANALISIS ANALISIS PESAN STRATEGI TAKTIK WAKTU SUMBER DAYA EVALUASI TINJAUAN Universitas Sumatera Utara Bagian 2 Tujuan Program Kampanye Bagian ini menyajian tujuan program kampanye yang dituangkan secara jelas spesifik dan terukur Bagian 3 Menentukan Pesan Kampanye Bagian ini menyajikan keterangan seputar latar belakang program kampanye, analisis kondisi lingkungan baik yang bersifat positif maupun negatif, serta tujuan Bagian 4 Sasaran Kampanye Ada baiknya penulisan sasaran lengkap dengan penggolongan sasaran tersebut ke dalam lapisan-lapisan tingkat bidikan. Mulai dari lapisan utama, kedua dan seterusnya. Bagian 5 Strategi dan Taktik Penulisan strategi dan taktik ini diikuti dengan performance indikator yang membuka keterangan jelas dan terukur mengenai hasil yang diharapkan dari penggunaan taktik dan strategi tersebut. Bagian 6 Alokasi Waktu dan Sumber Daya Sajikan alokasi waktu dan sumber daya sejelas mungkin,namun dalam bentuk rangkuman. Karena perencanaan waktu dan sumber dana biasanya panjang dan detail, maka keterangan selengkapnya diberikan pada lampiran. Bagian 7 Metode Evaluasi Bagian ini menyediakan keterangan secara garis besar mengenai metode evaluasi yang akan digunakan, serta cara-cara pelaksanaannya. Gregory dalamVenus, 2004:145 Berdasarkan teori di atas diterangkan bahwa di dalam kampanye dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila proses perencanaan kampanye dijalankan dengan benar. Dalam pelaksanaan kampanye haruslah memperhatikan sasaran, pesan yang sesuai dengan kondisi sasaran, strategi yang sesuai dan waktu yang tepat supaya kampanye yang dijalankan dapat diterima sasaran. Selain perencanaan terdapat juga beberapa hal yang sangat penting untuk penunjang keberhasilan sebuah kampanye. Menurut Mendelson untuk suksesnya kampanye biasanya untuk: 1. Kampanye seharusnya menetapkan tujuan yang realsistis sesuai situasi masalah dan sumber daya yang tersedia. Suksesnya sebagian besar kampanye periklanan, lanjut Mendelson, umumnya dikarenakan tujuan-tujuan yang realistis. Universitas Sumatera Utara 2. Semata-mata menyampaikan pesan kampanye melalui media tidak cukup. Karena itu pemanfaatan berbagai saluran komunikasi secara terpadu perlu dilakukan tertutama saluran komunikasi antar pribadi. 3. Perencanaan kampanye harus mengetahui publik yang mereka hadapi secara memadai. Dalam hal ini khalayak sasaran tidak boleh dilakukan sebagi monolithic mass massa yang seragam melainkan sebagai sasaran yang beragam, baik dalam hal kebiasaan media, gaya hidup, nilai, aspek demografis dan ciri-ciri psikologis lainnya. Venus, 2004:139 Menurut definisi diatas perencanaan kampanye harus disesuaikan dengan kondisi khalayak sasaran. Perencanaan kampanye harus berpatokan dengan tujuan kampanye sehingga pelaksanaan kampanye dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pendapat serupa dikemukakan juga oleh Rice dan Atin yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang secara nyata memberikan kontribusi pada keberhasilan kampanye meliputi: 1. Peran Media Massa Media massa dianggap sangat efektif dalam menciptakan kesadaran, meningkatkan pengetahuan dan mendorong khalayak berpartisipasi dalam prose kampanye. 2. Himbauan Pesan Dalam hal ini pesan harus dirancang secara spesifik bukan bersifat umum agar mampu menghimbau nilai-nilai individual. 3. Kesesuaian Waktu, aksesibilitas dan kecocokan Agar menjadi efektif pesan-pesan kampanye harus disampaikan pada saat yang tepat, budaya yang sesuai, dan melalui media yang tersedia di lingkungan khalayak Venus, 2004:138 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan dua definisi di atas dikemukakan bahwa kampanye harus terlebih dulu menetapkan tujuan yang akan dicapai. Tahap selanjutnya adalah penyampaian pesan yang harus sampai kepada masyarakat dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat dalam mengolah pesan. Dalam penyampaian pesan, isi pesan dan kondisi sasaran harus disesuaikan sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu penyampaian pesan haruslah tepat waktu sehingga pesan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis tidak mengunakan hipotesis karena judul penelitian terdiri dari satu variabel, sehingga digunakan proposisi. Pengertian proposisi menurut Masri Singarimbun dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Survey sebagai berikut proposisi adalah merupakan hubungan yang logis antara dua konsep Singarimbun, 1989:25 Proposisi dalam penelitian ini adalah kampanye partai politik pada pemilu 2004, meliputi perencanaan yang terdiri dari analisis, strategi, taktik, pesan, waktu, sumber daya, evalusi dan tinjauan dan faktor penunjang keberhasilan kampanye meliputi peran media massa, kesesuaian pesan, peran komunikasi antar pribadi serta kesesuaian waktu. Untuk memudahkan analisis data penulis mengajukan definisi operasional sebagai berikut : 1. Perencanaan kampanye meliputi: a. Analisis masalah meliputi pemahaman partai terhadap kondisi lingkungan dan permasalahan dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara b. Tujuan program kampanye yaitu hasil yang ingin dicapai dari pelaksanaan kampanye. c. Pesan kampanye meliputi isu-isu aktual dan program partai dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, hukum, hankam dan pengenalan terhadap calon anggota legislatif. d. Sasaran kampanye yaitu masyarakat yang di dalamnya meliputi kalangan akademisi, agamawan, masyarakat bawah, masyarakat menengah dan masyarakat tingkat atas. e. Strategi dan taktik yaitu menjalankan segala upaya untuk meraih massa. f. Alokasi waktu yaitu kesesuaian penempatan waktu dalam menjalankan aktifitas partai supaya sesuai dengan yang diinginkan seperti waktu yang tepat dalam melaksanakan kampanye g. Sumber daya meliputi kader, simpatisan dan massa partai Golkar yang ikut serta memenangkan pemilu. h. Evaluasi upaya memperbaiki kelemahan kampanye yang terjadi. 2. Faktor penunjang keberhasilan kampanye meliputi: a. Peran media massa yaitu media yang digunakan oleh partai Golkar untuk menjalankan kampanye. b. Himbauan pesan adalah nilai-nilai yang disampaikan kepada khalayak c. Kesesuaian waktu, aksesibilitas dan kecocokan - Kesesuaian materi kampanye dengan waktu kampanye - Penerimaan masyarakat terhadap isu kampanye - Kecocokan materi kampanye dengan karakteristik masyarakat Universitas Sumatera Utara 1.5.2.Pilkada Berbicara pilkada langsung kita tidak lepas dari Undang undang No. 32 Tahun 2004. Tidaklah kalah penting dari Undang-undang tersebut adalah aspek demokratisasi. Aspek demokratisasi dalam Undang-undang ini diukur dari dua faktor penting, yaitu unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan pejabat publik di daerah kepala daerah dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik yang terkait dengan kepentingan masyarakat secara luas. Salah satu aspek efektifitas demokrasi adalah adanya kesempatan bagi masyarakat atau publik untuk menentukan pejabat publik tersebut pada tingkat lokal melalui pemilihan umum yang dilaksanakna secara periodik. Karena demokrasi dan peranan rakyat menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Adalah tidak realistis kita ingin menegakkan demokrasi sementara itu rakyat tidak bisa berperan secara aktif. Berdasarkan konsep tersebut dapat diambil pengertian bahwa sebuah pemerintahan dapat dikatakan demokratis apabila para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secra langsung dan bebas oleh publik dengan cara terbuka dan jujur. Landasan ideal itulah yang menjadi landasan diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat 5 UU No. 32 Tahun 2004. Pengaturan dari pasal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daera dan Wakil Kepala Daerah. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan wujud dari model pengisian pejabat publik oleh masyarakat, sehingga akuntabilitasnya kepada pemilik kedaulatan menjadi lebih konkrit. Pun pula pemilihan Kepala Daerah Universitas Sumatera Utara secara langsung merupakan upaya membuat sistem pengisian pejabat politik menjadi konsisten, mulai dari presiden kepala daerah propinsi, kabupatenkota sampai kepala desa. Meski pada dasarnya pemilihan secara langsung ini sebenarnya bukan kemajuan, namun hanya kembali pada kebiasaan yang sudah ada dari dahulu yang telah mendarah daging, seperti dalam pemilihan kepala desa. Adapun konstruksi pemilihan kepala daerah adalah sebagai berikut; 17 Di masa Orde Baru, penentuan kepala daerah secara formal dilakukan oleh DPRD, sebuah parlemen lokal yang dibentuk melalui kompetisi antarpartai politik dan kesertaan ABRI di dalamnya. Tetapi tidak setiap orang gampang menjadi kepala daerah. UU No. 51974, misalnya, memberi batasan yang ketat bahwa calon bupatiwalikotagubernur haruslah orang-orang yang mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan yang setara eselon II. Karena itu yang bisa masuk menjadi calon kepala daerah hanya birokrat yang bereselon II seperti Sekwilda atau tentara yang minimal berpangkat Letkol. Orang-orang nonbirokrat dan nonmiliter tidak mungkin masuk dalam bursa pemilihan kepala daerah. Ini memperlihatkan bahwa Orde Baru menerapkan bureaucratic government, sebuah pemerintahan yang hanya dimiliki dan dikendalikan oleh birokrat dan tentara. 1 pemilihan langsung, mendekatkan hubungan pemilih dengan yang dipilih; 2 pelaksananya adalah KPUD; 3 dan panwas dibentuk oleh DPRD; 4 dengan menggunakan format pilpres PPK, PPS, KPPS,TPS; 5 dalam satu putaran; 6 adapun penyelesaian sengketa oleh MA; 7 dan hasil akhir dengan keputusan KPUD; 8 serta pengesahan 30 hari setelah penetapan hasil; 9bila ada keberatan ’hanya’ oleh pasangan calon. 17 Pratikno, 2003, Pilihan yang Tidak Pernah Final, Dalam Abdul Gaffar Karim Ed., Desentralisasi, , Kompleksitas Persoalan Otnomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara Pada tataran empirik pilkada sangat dikendalikan oleh kekuatan ABCG ABRI, Birokrasi, Cendana dan Golkar dari Jakarta. Kandidat kepala daerah harus memperoleh restu setidaknya dari salah satu jalur itu. Di masa dulu kita sering melihat kepala daerah drop-dropan dari Jakarta, sehingga memunculkan begitu kuatnya sentimen “putera daerah” di daerah untuk menentang campur tangan elite di Jakarta. DPRD secara institusional tidak bisa berkutik, kecuali hanya mengikuti kehendak ABCG. Apalagi DPRD sendiri didominasi secara mutlak oleh ABRI dan Golkar, sehingga dua partai lainnya, PPP dan PDI, hanya menjadi penonton, yang kalau bernasib baik bisa memperoleh cipratan dari kepala daerah terpilih. Di masa Orde Baru, pemilihan kepala daerah tidak mempunyai makna bagi desentralisasi dan demokrasi lokal. Sistem perpaduan antara dekonsentrasi dan desentralisasi integrated prefectoral system telah membuat kepala daerah harus tunduk dan bertanggungjawab kepada penguasa di Jakarta Presiden dan Mendagri. Kepala daerah bukanlah pemimpin yang memperoleh mandat dan harus bertanggungjawab kepada rakyat di daerah, melainkan sebagai bawahan Presiden dan Mendagri. Kepala daerah tidak lebih sebagai kepanjangan tangan istana negara untuk mengendalikan masyarakat lokal. Masyarakat lokal sangat sulit menyentuh atau bertatap muka dengan pemimpinnya itu. Gubernur maupun BupatiWalikota hanya bertemu dengan warganya kalau ada acara seremonial, yang penuh dengan petuah dan pembinaan penguasa itu kepada masyarakat. Akibatnya proses belajar untuk membangun partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan responsivitas kepala daerah kepada masyarakat tidak terjadi. Karena sistem Universitas Sumatera Utara yang sangat tertutup dan represif, masyarakat tidak mampu melihat korupsi yang dilakukan oleh para kepala daerah. Ketika Orde Baru runtuh sejak 1998, demokrasi dan desentralisasi mengalami kebangkitan. Kekuasaan bergeser dari pusat ke daerah, dari bureaucratic government menjadi party government, dari executive heavy menjadi legislative heavy, dan dari floating mass menjadi mass society yang penuh dengan eforia. Kekuasaan yang terkonsentrasi pada ABCG terpencar ke parlemen, partai, swasta, masyarakat sipil, maupun preman. UU No. 221999 memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen lokal DPRD, termasuk kekuasaan dalam pilkada. UU itu juga mengurangi dominasi ABCG, serta memberi ruang bagi bangkitnya Pemencaran kekuasaan yang melingkupi proses pilkada memang merupakan indikator tumbuhnya transisi demokrasi lokal. Tetapi praktik proses, hasil dan dampak pilkada selama era reformasi juga menimbulkan sejumlah masalah yang runyam. 18 Kedua, partisipasi masyarakat yang betul-betul otentik tidak terjadi dalam proses pilkada. Dalam pilkada tidak terjadi kontrak sosial antara mandat dan visi, atau antara kandidat dan konstituen. Aktor-aktor politik yang bermain memang melakukan mobilisasi massa untuk membuat “seru” pilkada, tetapi mobilisasi itu Pertama, pilkada hanya berlangsung dalam ruang yang oligarkis dalam partai politik dan DPRD. Di dalamnya hampir tidak terjadi proses politik secara sehat untuk memperjuangkan nilai-nilai ideal jangka panjang, melainkan hanya terjadi permainan politik jangka pendek seperti intrik, manipulasi, konspirasi, money politics dan seterusnya. 18 Riyadmaji, Dodi, 2003, Mengkritisi Pemikiran Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, dalam Abdul Gaffar Karim ed., Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara bukanlah partisipasi voice, akses dan kontrol masyarakat, melainkan hanya untuk kepentingan konspirasi dan pertarungan antar power blocking dalam jangka pendek. Partai politik maupun aktor-aktor politik lainnya sangat hebat dalam memobilisir massa, tetapi telah gagal mengorganisir massa secara beradab dan demokratis. Semakin besar dan brutal mobilisasi massa itu, maka konflik fisik tidak bisa dihindari. Ketiga, karena berlangsung dalam proses politik yang sehat dan tidak beradab, pilkada sering menghasilkan kepala daerah yang bermasalah berijazah palsu, preman, penjahat kelamin, perlaku kriminal, koruptor, bodoh, dan seterusnya. Tidak sedikit bupatiwalikota yang hanya berorientasi politik jangka pendek untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan. Sekarang sering muncul istilah raja-raja kecil untuk menunjuk bupatiwalikota yang menumpuk kekuasaan dan kekayaan itu. Keempat, mekanisme dan hasil akuntabilitas politik kepala daerah sangat lemah. Proses pilkada yang terpusat kepada DPRD mengharuskan kepala daerah bertanggungjawab kepada konstituten melalui DPRD. Dengan demikian, kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab ke atas kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Setiap akhir tahun kepala daerah diwajibkan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban LPJ di hadapan sidang DPRD. DPRD umumnya tidak memahami apa makna akuntabilitas dan LPJ. LPJ sebenarnya penting sebagai instrumen akuntabilitas, transparansi, refleksi dan evaluasi. Tetapi LPJ di berbagai daerah menyajikan banyak problem. LPJ jadi tidak otentik dan tidak bermakna. LPJ hanya diperlakukan sebagai kelengkapan administratif secara formal, yang di dalamnya berisi tentang “cerita sukses” BupatiWalikota. Substansi LPJ bukanlah Universitas Sumatera Utara sebuah refleksi dan evaluasi Pemda terhadap akuntabilitasnya sehari-hari, melainkan berisi hal-hal yang baik, yang terkadang banyak mengalami manipulasi. Karena manipulasi BupatiWalikota sering harus “membayar” DPRD agar LPJ itu lolos. LPJ direduksi hanya menjadi persoalan “penerimaan” atau “penolakan” oleh DPRD. Kalau LPJ sudah lolos diterima oleh DPRD, meski dengan cara membayar, Bupati akan merasa lega dan segera menggelar “syukuran”. Kalau DPRD menolak, maka Bupati dipaksa untuk merevisi LPJ atau harus lobby dan membayar DPRD agar LPJ bisa lolos. Secara substantif, BupatiWalikota tidak akuntabel, tetapi dia bisa dinyatakan akuntabel bila LPJ- nya diterima oleh DPRD. LPJ tidak digunakan untuk refleksi dan evaluasi terhadap akuntabilitas dan transparansi, melainkan digunakan sebagai alat bagi DPRD untuk menyerang kepala daerah. DPRD sama saja mencoreng mukanya sendiri, sebab apa yang diputuskan dan dilakukan oleh BupatiWalikota merupakan produk bersama atau partnership antara BupatiWalikota dengan DPRD. Ujung-ujungnya adalah perebutan kekuasaan dan kekayaan dalam konteks LPJ. DPR ingin memeras dan menekan Bupati. Rententan fenomena itu yang menimbulkan ketidakpercayaan distrust dan kekecewaan masyarakat terhadap partai politik, DPRD, dan proses pilkada yang oligarkhis. Tetapi, sayangnya, distrust tidak menumbuhkan sebuah gerakan kolektif masyarakat lokal untuk menentang elite lokal secara secara serius. Perlawanan terkadang datang secara sporadis dan anomik yang tidak menghasilkan perubahan. Untuk sementara kekecewaan pergi dari permukaan, ketika pemilihan umum dan pilkada akan datang. Orang bisa saja kecewa pada partai politik dan pemilu, tetapi tetap datang ke bilik suara dan memberikan Universitas Sumatera Utara suaranya. Setiap pilkada datang juga disambut dengan beragam sikap dan tindakan. Ada yang sekadar menunggu datangnya sensasi, ada yang bermain judi, ada yang apatis, ada yang bikin opini publik untuk calon tertentu, ada yang berpesta ria, ada yang saling kasak-kusuk, ada pula mobilized mass yang ikut bertarung di luar pagar oligarki DPRD. Di tengah-tengah kekecewaan, ketidakpercayaan, dan kegamangan publik muncul gagasan pemilihan kepala daerah gubernur dan bupatiwalikota secara langsung. Dapartemen Dalam Negeri dan DPR kini tengah mempersiapkan draft revisi UU No. 221999, yang antara lain berisi tentang pengaturan pilkada secara langsung. Sebagian besar elemen masyarakat Indonesia memberikan dukungan terhadap gagasan pilkada secara langsung ini. Di kampung saya, isu pemilihan presiden, kapala daerah dan kepala desa secara langsung sudah menjadi pembicaraan yang hangat di kalangan warga terutama laki-laki dalam berbagai kesempatan. APKASI juga memberikan dukungan atas gagasan pilkada secara langsung 1.5.3.Defenisi Partai Politik Partai politik menurut Inu Kencana adalah “sekelompok orang-orang memiliki ideologi yang sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level negara”. Kencana dkk, 2002:58. 19 19 Sjafii, Inu Kencana, 1994, Pengantar Ilmu Pemerintahan, CV. Mandar Madju, Bandung. Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh R.H Soltau yang dikutip Miriam Budiardjo dalam Dasar-dasar Ilmu Politik, mengemukakan bahwa: Universitas Sumatera Utara “A group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies partai politik adalah sekelompok warga yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanpaatkan kekuasaan untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka “. Soltau dalam Miriam Budiardjo, 1966:160-161 20 Melihat uraian di atas dapat dibatasi bahwa partai politik merupakan sekelompok warga negara yang mempunyai kesamaan persepsi dan kepentingan, dimana tujuannya untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dalam negara. Partai politik juga dapat dikatakan sebagai perantara antara pemerintahan dan masyarakat. Selain mempertahankan kekuasaan partai politik juga mempunyai beberapa fungsi lain seperti yang di kemukakan oleh Ramlan Surbakti dalam buku Memahami Ilmu politik yaitu 21 1. Partai Politik sebagai sarana Sosialisasi Politik : Partai politik sebagai sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, non fomal dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. 2. Partai Politik sebagai sarana Rekrutmen Politik Partai politik sebagai rekrutmen politik adalah seleksi, pemilihan dan pengangkatan seseorang dan sekelompok orang, untuk melaksanakan peranan pada umumnya dan pengangkatan pada khususnya. 20 Budiardjo, Miriam, 1994, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 21 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1999 hal 15 - 16 Universitas Sumatera Utara 3. Partai Politik sebagai sarana Partisipasi Politik Partai politik sebagai partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses dan pelaksanaan pembuatan kebijakan umum yang ikut menentukan pemimpin pemerintah. 4. Partai Politik sebagai sarana Pemandu Kepentingan Partai politik sebagai pemandu kepentingan adalah kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda dan bahkan bertentangan menjadi berbegai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan menjadi dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. 5. Partai Politik sebagai sarana Komunikasi Politik Partai politik sebagi komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi mengenai politik dan pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. 6. Partai Politik sebagai sarana Pengatur Konflik Partai politik sebagi pengatur konflik adalah dengan cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik. Kemudian membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapat penyelesaian berupa keputusan politik. 7. Partai Politik sebagai sarana Kontrol Politik Partai politik sebagai kontrol politik adalah kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam suatu isi kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Fungsi partai politik sebagaimana telah disebutkan diatas pada intinya adalah sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah dalam segala hal. Selain itu partai berfungsi untuk membuat kondisi yang terjadi dimasyarakat dan dipemerintahan menjadi lebih baik. Partai politik dalam upaya untuk menarik simpati dari masyarakat harus melakukan kampanye. Pengertian kampanye dalam Komunikasi Politik menurut Dan Nimmo adalah upaya untuk mempropagandakan pemberi suara yang potensial. Rakhmat 1993:195. Universitas Sumatera Utara 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metode yang digunakan