1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menggunakan gerobak dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Mereka memilih tempat
dan menghiasnya dengan tulisan nama dan jenis makanan yang unik untuk dijual dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Mereka
biasa berada di tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya, misalnya di sekitar sekolah dan kampus, di dekat pertokoan, di pinggir jalan
dalam pusat kota, dan di tempat lain yang dianggap mudah untuk dilihat banyak orang.
Pada dasarnya pedagang harus memilih suatu lokasi yang tepat agar memperoleh keuntungan yang lebih banyak, suatu kegiatan harus seefisien
mungkin. Keputusan penentuan lokasi yang tepat biasanya diambil bila memenuhi kriteria: tempat yang memberikan kemungkinan pertumbuhan
jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak ; tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.
Beberapa waktu lalu pemerintah melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima yang berbentuk tenda dan menjadikan kawasan bebas dari
pedagang kaki lima. Hal tersebut membuat banyak pedagang kehilangan lokasi usaha dan memiliki pendapatan menurun. Sehingga dibentukklah
kumpulan pedagang kaki lima yang menjajakan beraneka macam makanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam suatu tempat. Lokasi yang dipilih juga tidak kalah strategis dengan lokasi usaha mereka sebelumnya.
Dengan bermodalkan pendidikan dan uang yang cukup, para pedagang kaki lima memulai usaha dan memiliki harapan akan berkembang lebih besar
menjadi sebuah warung makan yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Mereka mencari modal untuk memulai
usaha dengan banyak cara, misalnya dengan meninjam uang pada kerabat dan sanak saudara, menjual barang-barang berharga, dan cara lainnya.
Banyak pedagang kaki lima yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan sampingan dan hanya mencari kesibukan saja. Tetapi tidak sedikit
pula yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun demikian, banyak dari pedagang
kaki lima tersebut yang berjualan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki.
Seiring dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan semakin penting dan dibutuhkan sebagai bekal seseorang dalam pekerjaannya. Tak
terkecuali bagi pedagang kaki lima, penerapan konsep-konsep ekonomi sangatlah dibutuhkan. Ilmu pengetahuan memberikan pengaruh yang cukup
berarti bagi kelancaran usaha para pedagang tersebut. Dengan sedikitnya ilmu pengetahuan yang dimiliki, mereka kurang bisa memahami konsep dan
strategi ekonomi yang benar. Khususnya konsep Business Entity yang mengatakan bahwa usaha berdiri sendiri terlepas dari modal pribadi. Konsep
tersebut sangatlah penting karena out put akuntansi adalah informasi untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengambilan keputusan. Jika tidak ada pemisahan yang jelas, maka pedagang kaki lima tidak akan tahu secara tepat prestasi dan kinerja unit bisnis yang
tercermin dalam laporan keuangan yang biasanya dibuat dalam bentuk Laporan Laba Rugi. Bila tidak dipertimbangkan, hal ini akan membawa
dampak yang cukup buruk karena mengakibatkan usaha tidak mampu berkembang secara pesat. Contoh penerapan konsep Business Entity adalah
dengan melakukan pencatatan pada setiap transaksi yang terjadi. Baik itu merupakan penerimaan uang, pengeluaran, hutang dan sebagainya. Dan hal ini
dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity
. Namun pada kenyataannya, banyak para pedagang kaki lima tidak
melakukan pencatatan terhadap pengeluaran yang digunakan dalam usaha dan pendapatan yang didapatkan dari usaha. Mereka membiarkan semua berjalan
apa adanya, tanpa memprediksikan laba dan rugi usaha. Akibatnya tidak sedikit dari para pedagang kaki lima tersebut yang mengalami kerugian dan
akhirnya bangkrut. Kebanyakan dari mereka yang tidak melakukan pencatatan dikarenakan kurang memahami akan pentingnya pencatatan tersebut.
Sehingga tidak sedikit pula para pedagang kaki lima yang menggunakan kekayaan pribadi untuk menambah pemasukan usaha dan dijadikan modal
berdagang selanjutnya. Selain itu, mereka juga menggunakan barang dagangan tanpa ada pencatatan dan pemisahan yang jelas.
Di lain pihak, pedagang kaki lima adalah pedagang yang menjalankan usaha kecil dengan modal terbatas. Sehingga sangat besar kemungkinannya
mereka akan menggabungkan kekayaan pribadi dengan modal usahanya. Maka nantinya mereka akan sulit untuk mengidentifikasi laba usaha dan
berkembang lebih besar. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, para pedagang kaki
lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta juga mengalami hal demikian. Oleh karena itu peneliti ingin membuat penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini. Pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertemu
dengan konsumen karena arena berjualan mereka teletak di daerah sekitar kampus dan sekolah di Yogyakarta. Tentu saja mereka memerlukan modal
yang lebih besar untuk dapat menambah keanekaragaman jenis dagangangannya di tempat tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi
pegagang kaki lima tentang konsep Business Entity. Selain itu dalam hal pengalaman berwirausaha. Biasanya pedagang
yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih memahami seluk beluk dunia usaha. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang
kaki lima tentang konsep Business Entity. Berdasarkan uraian dan fakta tersebut di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Besarnya Modal
Usaha, dan Pengalaman Berwirausaha.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Batasan Masalah